Hingga Han Sen telah meninggalkan medan pertempuran, banyak makhluk masih belum menyadari. Segala sesuatu terjadi terlalu tiba-tiba dan cepat, sulit diterima dalam sekejap.
Awalnya semua mengira akan terjadi pertempuran epik, tapi siapa sangka hanya dengan melepas dan menarik, segalanya langsung berakhir.
Orang luar tidak tahu perubahan dalam raga Han Sen dan Menara Takdir Langit, yang mereka lihat hanyalah Han Sen menggunakan menara logam untuk menekan pria berbaju zirah, lalu langsung menyimpannya.
"Sungguh mengerikan! Ternyata Koin Emas lah yang paling menakutkan. Petarung kuat seperti pria berbaju zirah itu ternyata bisa langsung dikuasai."
"Siapa bilang Inti Gen tidak bisa menang? Tenaga kuat pun percuma, tetap saja ditelan menara!"
"Dewa B terlalu kuat, benar-benar tak terkalahkan."
"Menara Inti Gen apa sebenarnya itu? Kekuatannya sungguh di luar nalar."
Pertarungan itu sudah lama berakhir, namun berbagai ras makhluk hidup masih terus memperdebatkan pertarungan antara Koin Emas dan pria berbaju zirah, terutama topik tentang menara Inti Gen tersebut.
Banyak petarung super curiga itu adalah Menara Takdir Langit, tapi menurut prinsip seharusnya menara itu sudah mengikuti tuannya naik ke Sanctuary Kelima.
Manusia tidak peduli apa asal-usul menara itu, berbagai media besar melaporkan pertempuran koin emas menekan pria berbaju zirah. Koin emas telah dijuluki sebagai manusia terkuat.
Han Sen tidak memiliki pikiran untuk memperhatikan masalah itu, sekarang dia sedang berada di dalam Menara Takdir Langit, mengawasi pria berbaju zirah yang dipenjara di atas podium batu.
Pria berbaju zirah di dalam terus menggeram marah kepada Han Sen, tapi bahkan dia pun tidak bisa kabur dari dalam batas dimensi, hanya bisa terus menggeram.
"Aku akan membunuhmu!" Pria berbaju zirah hanya mengulang-ulang kalimat itu terus menerus.
"Jawab pertanyaanku, mungkin aku akan mempertimbangkan untuk melepaskanmu." Han Sen menatap pria berbaju zirah itu bertanya: "Kamu ini siapa? Ada hubungan apa dengan tuan pemilik Menara Takdir Langit?"
Pria berbaju zirah itu mengabaikan Han Sen, hanya terus mengulang-ulang kalimat yang sama, seolah-olah bertindak bodoh.
Han Sen bertanya beberapa kali, pria berbaju zirah tetap tidak menunjukkan respons normal. Ia terpaksa menghentikan sementara interogasi ini, menunggu sampai sang tawanan bisa tenang dan melakukan diskusi yang lebih baik baru akan ditanya kembali.
Han Sen sangat penasaran dengan asal-usul pria berbaju zirah itu sendiri, juga tentang setan batu tak berkepala di Menara Takdir Langit.
Karena pertarungan Han Sen menekan pria berbaju zirah terlalu mencengangkan, yang lebih mengerikan adalah sang pria berbaju zirah benar-benar menghilang setelah pertempuran itu - bahkan tidak ikut perang para dewa berikutnya. Seluruh makhluk dari berbagai ras mengira dia sudah terbunuh. Ketakutan terhadap koin emas semakin menjadi-jadi, sehingga dalam beberapa pertarungan berikutnya Han Sen, sama sekali tidak ada yang berani melawannya karena takut ditindih menaranya.
Bahkan makhluk roh yang bisa regenerasi pun enggan mengambil risiko. Lebih baik terbunuh daripada bertahan setengah mati terkurung di dalam menara - itu adalah skenario paling tragis bagi mereka.
Pertarungan Peringkat Sepuluh Dewa tidak memiliki suspense sama sekali. Koin Emas langsung merebut posisi puncak Sepuluh Dewa, sekaligus menjadi satu-satunya gelar puncak Sepuluh Dewa yang pernah diraih Han Sen.
Meski sebelumnya dia pernah beberapa kali ikut perang para dewa, sayangnya karena berbagai alasan selalu gagal meraih posisi teratas.
Kini Koin Emas telah diakui secara resmi sebagai yang terkuat di Perlindungan Keempat, hal ini sudah tak terbantahkan lagi.
Sementara Han Sen diam-diam memasuki Dojo Bintang setelah perang usai untuk mengambil hadiahnya.
Setiap anggota Sepuluh Dewa berhak mendapat satu kesempatan hadiah acak - bisa berupa roh binatang, persenjataan gen, inti gen, dan lain-lain, semua tergantung hoki.
Hadiah kedua justru yang paling membuatnya penasaran. Dia sama sekali tidak tahu apa itu "pembaptisan Tuhan" yang dimaksud.
Saat telapak tangan Han Sen menekan prasasti dojo, tiba-tiba cahaya bayangan bermunculan di permukaannya. Berbagai benda magis berputar-putar dalam aliran cahaya yang membuatnya kewalahan.
“Hadiah apa yang akan datang?” Han Sen ingin memohon keberuntungan pada para dewa, tapi tiba-tiba merasakan sepertinya tidak ada yang khusus benar-benar diinginkannya.
Di dalam Perlindungan Keempat, Dia sudah menjadi makhluk kebal. Sekalipun mendapat roh binatang super, tidak terlalu bermakna. Paling-paling hanya dijual atau diberikan ke keluarga/teman dekat.
Inti Gen atau persenjataan gen juga hampir sama. Han Sen sekarang hanya ingin cepat naik ke Sanctuary Kelima, melihat apakah benar bisa kembali ke Alliance.
"Memperoleh satu Inti Gen roh binatang peliharaan."
Tapi saat cahaya bayangan berhenti, Han Sen masih membeku sejenak.
"Inti Gen roh binatang peliharaan, ada barang seperti itu?" Han Sen agak terkejut, sorot matanya tak bisa lepas dari hadiahnya.
Roh binatang tetaplah roh binatang. Pada dasarnya tidak memiliki Inti Gen, bahkan roh binatang tipe peliharaan pun bukan pengecualian.
Di atas prasasti dojo, Han Sen melihat sebuah bola yang berkilau bak mutiara malam. Bola itu berubah menjadi aliran sinar dan menerjang masuk ke dalam laut jiwanya.
Malaikat kecil itu menyaksikan bola tersebut, ternyata aktif terbang menghampiri. Ia mengulurkan tangannya menggenggam bola itu, membuka bibir kecilnya lalu menelannya.
Cahaya suci di tubuh malaikat kecil bergetar seperti riak air. Setelah lama akhirnya kembali tenang, namun sepertinya ada perbedaan pada dirinya sekarang.
Han Sen memeriksa data malaikat kecil itu, tidak menemukan perubahan apa pun. Masih sama persis dengan kondisi sebelumnya.
Sekarang belum waktunya mempelajari transformasi malaikat kecil. Han Sen harus melanjutkan klaim hadiah kedua yang paling diprioritaskannya.
Telapak tangan itu kembali ditekankan pada prasasti dojo. Seketika prasasti itu bubar bagai air danau, tangan Han Sen pun terdorong masuk ke dalamnya.
Situasi seperti ini tidak asing bagi Han Sen. Saat teleportasi masuk ke lokasi Perang Para Dewa juga seperti ini caranya, sehingga dia tidak panik dan langsung masuk ke dalamnya.
Tapi setelah melewati prasasti dojo, Han Sen justru menemukan dirinya tidak memasuki arena pertempuran para dewa, melainkan muncul di sebuah saluran.
Saluran ini berbentuk lingkaran, mirip pipa air dengan diameter sekitar tiga meter. Seluruhnya terbuat dari kristal transparan tanpa jejak sambungan, seolah dipahat dari satu kesatuan.
Melihat saluran kristal ini, hati Han Sen berdesir. Kristal-kristal ini terlihat familiar, sangat mirip dengan material kristal di ruang kontrol utama ras kristal.
"Jangan-jangan perlindungan ini benar-benar terkait dengan ras kristal?" Han Sen mengerutkan kening sambil berjalan menyusuri saluran. Dari dinding kristal memancar cahaya kristal yang terpisah-pisah.
Cahaya kristal itu seperti bulu burung yang menempel di tubuh Han Sen, lalu meleleh bagai serpihan salju.
Han Sen merasakan aliran listrik masuk ke dalam raganya, lalu dikeluarkan kembali dari tubuhnya. Tidak ada peningkatan tenaga maupun pemurnian yang dirasakan. Entah apa sebenarnya guna cahaya lepas ini.
Saluran itu tegak lurus, panjangnya sekitar sepuluh ribu meter. Saat Han Sen mencapai ujungnya, terlihat sebuah gerbang besar. Sebelum sempat mendorong, pintu itu sudah terbuka otomatis saat dia mendekat, memperlihatkan sebuah ruangan di baliknya.
Han Sen melirik ke dalam ruangan itu, matanya langsung membelalak.
