"Tunggu... naskah dramanya salah nih... Aku cuma mau nonton keramaian dan cari untung... Sekarang ini pengalaman apa lagi?" Garis-garis hitam memenuhi dahi Han Sen. Saat menoleh ke arah Phantom Ancestor, sorot mata penuh aura pembunuhan dari semua yang hadir membuatnya langsung merasa: Ini tidak beres.
“Nona cantik, meski kau terlihat menggemaskan dan cantik, ada sedikit kemiripan dengan genetikaku, tapi jangan sembarangan mengaku...” Han Sen berusaha menjelaskan bahwa Sang Dewi Kematian sama sekali tidak ada hubungannya dengannya. Dia tak ingin memikul kesalahanku ini.
Sang Dewi Kematian telah membunuh begitu banyak ras roh dan makhluk mutan. Bisa dibilang permusuhannya tersebar ke seluruh penjuru. Jika dia mengakui putri ini sebagai anaknya, berarti harus berhadapan dengan seluruh Tianxia. Kesalahanku ini terlalu besar.
Tentu saja, sekalipun harus bermusuhan dengan seluruh Perlindungan Keempat, Han Sen belum tentu takut. Masalah utamanya, ini benar-benar bukan putrinya! Memikul kesalahanku seperti ini sama sekali tak masuk akal.
Sebelum Han Sen menyelesaikan ucapannya, Leluhur Illusion sudah mendengus keras: "Pantas saja kami tak bisa melacak asal-usulnya. Ternyata ini keturunanmu, Pedang Surgawi! Kau menyuruhnya membantai makhluk hidup di Perlindungan Keempat kami—apa maksud tersembunyimu? Hari ini kau harus memberi kami penjelasan, kalau tidak..."
"Ngapain basa-basi? Kebetulan hari ini kita bunuh saja mereka berdua, ayah dan anak ini, biar tak merusak Perlindungan Keempat kita lagi!"
"Bagus! Bunuh mereka!"
Banyak petarung kuat telah mengerumuni, satu per satu Inti Gen memancarkan tenaga mengerikan, ingin menghabisi Han Sen dan Sang Dewi Kematian di tempat.
Han Sen merasa penuh kekesalan dalam hati, ini sama sekali tidak ada hubungannya dengannya. Sekalipun dia tidak takut bermusuhan dengan Leluhur Illusi dan kawan-kawan, tapi sungguh tidak adil menanggung kesalahan ini.
Han Sen membuka mulutnya hendak menjelaskan lagi, tapi tiba-tiba melihat Sang Dewi Kematian di sampingnya telah membentangkan busur hitam di tangannya.
Sebuah panah hitam muncul tiba-tiba di udara. Setelah ditarik hingga maksimal oleh Sang Dewi Kematian, panah itu pun dilepaskan.
Panah yang kejam itu melesat menerobos angkasa, langsung menembus tubuh seekor Makhluk Dewa Super. Makhluk sebesar gajah itu seketika meledak hancur berkeping-keping setelah tertembus panah.
"Jangan ganggu kebersamaanku dengan Ayah." Ucap Sang Dewi Kematian dingin setelah melepaskan panahnya.
Kata-kata yang sudah di mulut Han Sen tiba-tiba membeku. Tidak diragukan lagi, sekarang tidak ada yang akan percaya ucapannya. Lihat saja sorot mata penuh amarah dari makhluk-makhluk mengerikan yang memandangnya.
"Bunuh!" Leluhur Ilusi menggeram. Piringan ilusi di tangannya memancarkan cahaya ilahi yang tak tertandingi, menekan ke arah Han Sen dan Sang Dewi Kematian.
Tiga leluhur lainnya serta para petarung super pun nekat menyerbu ke arah mereka.
Tiba-tiba raungan monster menggelegar, kilatan merah menyambar langit. Berbagai tenaga mengerikan turun menghantam. Semangat serangan ini bahkan lebih dahsyat daripada serangan penuh tenaga pria berbaju zirah.
Han Sen pasrah. Ia menyuruh Bao'er, Si Perak Kecil, dan bintang-bintang kecil bersiap tempur.
Namun Sang Dewi Kematian menggetarkan sayapnya, melesat ke udara. Panah hitam di tangannya berkelebat cepat - setiap kedip merobohkan satu makhluk mutan atau roh dengan ledakan.
Meski sekuat Leluhur Ilusi, saat Sang Dewi Kematian melepaskan panahnya, dia hanya bisa mengandalkan kompas ilusinya untuk menahan serangan. Bahkan Inti Gen kompas legendaris itu pun langsung hancur berantakan ditembus Panah Kematian.
Postur Sang Dewi Kematian tak henti berkelebat di antara gerombolan makhluk mengerikan. Para petarung super satu per satu meledak menjadi debu, membuat Han Sen tertegun seperti patung menyaksikannya.
"Sehebat itu? Hampir menyamai kekuatan Manusia Aneh Berzirah!" gumam Han Sen dengan hati yang masih berdebar-debar.
Dari awal sampai akhir, tidak satu pun Panah Kematian Sang Dewi meleset. Kecuali keempat leluhur, hampir semua Makhluk Dewa Super lainnya dihancurkan hanya dengan satu anak panahnya.
Bahkan keempat leluhur pun harus mengorbankan Inti Gen mereka agar terhindar dari nasib hancur lebur oleh panah maut itu.
Meski panah Sang Dewi Kematian tidak memiliki jaminan mengenai sasaran layaknya Tenaga Non-Surga, justru ini membuat Han Sen semakin tercengang.
Karena panah Sang Dewi Kematian sepertinya memiliki kemampuan pra-penilaian yang kuat, sangat mirip dengan saat Han Sen sendiri memanah. Sebelum setiap panah ditembakkan, semua kemungkinan sudah diperkirakan.
Banyak panah yang terlihat seperti ditembakkan ke tempat kosong, tapi setelah panah itu meleset, ternyata ada makhluk mutan yang sedang melewati area itu dan tubuhnya langsung dihancurkan oleh panah.
"Ini terlalu aneh!" Han Sen sampai bola matanya hampir terpelanting keluar. Jika saja dia tidak benar-benar yakin tidak pernah bermain di luar, dan juga menyaksikan Sang Dewi Kematian menetas dari telur suci, mungkin dia akan curiga ini adalah anaknya.
Tapi Han Sen tidak sempat berpikir lebih jauh karena dua leluhur bersama makhluk Dewa Super mendekatinya untuk menyerang. Sungguh mengejutkan mereka masih sempat melawan Han Sen dalam situasi seperti ini.
"Lupakan, kalau kalian sendiri yang cari mati, jangan salahkan aku." Han Sen bergabung dengan Pembantai, sekaligus memanggil Perisai Emas Bermotif dan pisau Split, menerobos ke tengah kerumunan musuh.
Dengan perlindungan Perisai Emas Bermotif dan ketajaman tak terbendung pisau Split, Han Sen mendominasi medan perang. Dalam sekejap, beberapa Makhluk Dewa Super telah dipenggalnya.
Tapi yang membingungkan Han Sen, meski tubuh sebuah Makhluk Dewa Super sudah dibelah dua, suara pemburuan tetap tak terdengar.
Kejadian berikutnya membuat Han Sen semakin terkejut. Dari jurang matahari terbenam, makhluk-makhluk mutan dan roh yang sudah terbunuh itu ternyata muncul kembali.
Baik yang dibunuh Han Sen maupun Sang Dewi Kematian, semuanya kembali ke medan perang dengan cepat.
“Apa yang terjadi？Makhluk roh mungkin biasa saja, tapi bagaimana mungkin makhluk mutan bisa regenerasi？Apakah itu kemampuan cermin kuno itu？” Han Sen langsung merespons.
Menyaksikan Sang Dewi Kematian terus membunuh di langit, namun makhluk mutan dan leluhur tetap tenang. Semua mengambil posisi bertarung habis-habisan, hampir setiap serangan adalah pertaruhan nyawa. Han Sen semakin yakin dengan penilaiannya.
Sekuat Sang Dewi Kematian, tak mungkin bertarung tanpa henti melawan begitu banyak petarung super. Apalagi empat leluhur tingkat tinggi yang kekuatannya sangat dominan.
Daya penghancurannya hampir tak tertandingi, tapi raganya tidak kebal. Kekuatan empat leluhur cukup mampu menghancurkan tubuhnya.
Suara daging terkoyak terdengar. Baju zirah Sang Dewi terkoyak oleh kapak panjang seorang leluhur, darah langsung menyembur keluar.
Sang Dewi Kematian menyipitkan matanya, secara terbalik melepaskan panah yang langsung menembus kepala leluhur itu. Tubuh leluhur itu meledak berubah menjadi partikel cahaya dan menghilang. Tak lama kemudian, sosoknya muncul kembali dari Ngarai Senja.
Han Sen dengan konsentrasi penuh mengayunkan Perisai Emas Bermotif-nya menghancurkan kepala seekor makhluk dewa super, lalu menggenggam pisau Split menerjang ke dalam Ngarai Senja.
Jika Cermin Kuno Zhao Tian tidak dieliminasi, sekalipun Tuhan turun ke bumi, di tempat ini hari ini hanya ada kematian tanpa harapan hidup.
Melihat Han Sen melesat menuju Ngarai Senja, dua leluhur langsung mengepung dari formasi kiri-kanan. Para petarung super yang muncul dari ngarai itu juga beramai-ramai menyerbu Han Sen.
Tiba-tiba justru Han Sen menjadi fokus pengepungan dan pembunuhan, jumlah petarung super yang menyerang Sang Dewi Kematian jauh berkurang.
