Sebilah pedang besar menghantam ke arahnya. Han Sen tidak menghindar, mengulurkan telapak tangan yang terbungkus rompi anti peluru genetik, menggenggam erat pedang besar tersebut.
Tangan lainnya juga sekaligus menangkap pedang besar lain, menarik dengan keras dan menghantam. Langsung menarik monster baju zirah beserta pedang besar ke sisinya, raga dua monster baju zirah tanpa sadar saling bertabrakan. Dor! Zirah di kepala mereka langsung penyok.
Han Sen merebut dua pedang baja, masing-masing di satu tangan, lalu melemparkannya ke dua prajurit armor yang menyerang dari belakang. Pedang besar itu langsung menembus tubuh mereka, memaku mereka ke tanah.
Para prajurit armor meronta-ronta mencoba bangkit. Han Sen menginjak kepala salah satunya, langsung menghancurkan helmnya.
"Memburu Makhluk Dewa Super Prajurit Armor Maut. Memperoleh Roh Binatang Prajurit Armor Maut. Inti Gen telah hancur. Daging tidak bisa dimakan. Dapat mengumpulkan Esensi Gen Kehidupan. Penyerapan akan menambah 0 hingga 10 point Super Gen Tuhan secara acak."
Han Sen tersenyum tipis. Satu per satu ia menginjak kepala tiga Prajurit Armor Maut lainnya. Sayangnya tak ada lagi roh binatang yang diperoleh.
Empat mayat Prajurit Armor Maut terurai dan menghilang, bahkan pedang baja besar ikut lenyap. Hanya tersisa empat keping Esensi Gen Kehidupan.
Han Sen memungut empat keping Esensi Gen Kehidupan sambil mengamati Laut Jiwa-nya.
Saat promosi sebelumnya banyak Roh Binatang dan Inti Gen yang hancur. Sekarang bisa mengisi ulang, ini sangat membantu bagi Han Sen.
Ksatria Baju Zirah Maut: Roh Binatang Tipe Asimilasi.
Han Sen langsung berseri-seri. Roh Binatang Asimilasi Transformasi dengan bentuk humanoid, meski bukan level mengamuk, tetap sangat berguna baginya.
Dengan roh binatang ini, bahkan tanpa Rompi Gen, dia sudah punya modal untuk melawan Makhluk Dewa Super.
"Lihat, bukankah sudah kukatakan? Sekarang kau memiliki darah mulia Kucing Darah Sembilan Nyawa. Semua ini bukan masalah." Kucing Tua melompat dari prasasti sambil berkata dengan bangga, matanya menatap logam penuh retakan itu.
Sekarang sudah tidak bisa menyebutnya sebagai logam lagi, karena terlihat bagian dalamnya berlubang, lebih tepatnya merupakan wadah berbentuk persegi panjang yang di dalamnya mulai terlihat kilau permata, mirip seperti peti harta dengan bentuk yang tidak biasa.
Kucing tua itu mendekatkan matanya ke retakan pada peti logam, mengintip dengan mata kiri lalu berganti mata kanan, bolak-balik demikian, namun sepertinya tidak melihat apa-apa di dalamnya.
"Mengapa garis keturunan Kucing Darah Sembilan Nyawa bisa memiliki begitu banyak hak istimewa di dalam Shelter?" Han Sen menatap kucing tua itu sambil bertanya.
Dari Han Sen yang begadang, dia pernah mendengar bahwa Shelter bisa dianggap sebagai tempat perlindungan terakhir ras kristal, makhluk luar sama sekali tidak bisa masuk, apalagi memiliki hak istimewa.
Sekalipun Kucing Darah Sembilan Nyawa adalah makhluk luar, mungkinkah garis keturunan mereka mendapat begitu banyak hak khusus di dalam Shelter?
Kucing tua sambil mati-matian mengintip ke dalam kotak logam di depannya berkata: "Jangan bahas ini dulu, kemarilah dan bantu membukanya, lihatlah apa sebenarnya isinya. Aku punya firasat buruk, mungkin ada barang tak ternilai di dalamnya."
Melihat kucing tua enggan mengungkapkan, Han Sen pun tak bisa berbuat apa-apa. Ia mendekati sisi kotak logam, menyorotkan pandangan ke retakan-retakan itu.
Sumber cahaya di dalamnya begitu terang, hanya menyisakan kilauan pelangi yang menyilaukan. Sama sekali tidak jelas apa yang tersembunyi di baliknya.
"Tak ada yang terlihat, buruan kita buka saja," desak kucing tua lagi.
Han Sen mengangguk, memasukkan telapak tangannya ke celah retakan. Kedua tangan mencengkeram masing-masing sisi, lalu menarik sekuat tenaga.
Retakan di dinding logam langsung terkoyak oleh tarikan kedua tangan Han Sen. Robekan itu membentang sepanjang satu kaki lebih sebelum akhirnya ia melepas cengkeraman, sorot matanya menembus masuk ke rongga kotak logam.
Kucing tua juga mendekat dengan manja, mengulurkan kepalanya untuk melihat ke dalam, tapi yang terlihat tetap hanya cahaya ajaib dan warna-warni menakjubkan, tetap tak bisa melihat jelas apa sebenarnya di dalamnya.
Han Sen kembali merobek celah itu lebih lebar, merobek semua retakan lainnya, tapi yang terlihat masih hanya sumber cahaya, tak bisa melihat isi di dalamnya.
"Tak perlu merobek lagi. Sepertinya benda di dalam menebarkan cahaya redup yang kuat. Sekalipun kotak logam ini kau robek seluruhnya, yang terlihat tetap hanya kilau ajaib ini," kata Kucing tua menghentikan Han Sen melanjutkan.
Han Sen tentu sudah menyadarinya, memang tak berniat melanjutkan. Mendengar itu ia mengerutkan kening: "Sekarang bagaimana? Kau tahu benda apa sebenarnya di dalam ini?"
"Tidak tahu. Tapi sepertinya tidak ada bahaya. Kau bisa memasukkan tangan untuk meraba, baru bisa tahu isinya," Kucing tua mengelilingi kotak logam sambil menatap Han Sen.
"Kenapa kamu tidak yang menjulurkan tangan?" Han Sen mencibirkan bibir. Sekarang mereka sama sekali tidak tahu apa sebenarnya di dalam sana. Bagaimana jika di balik cahaya ajaib itu ada makhluk mengerikan yang sedang menunggu tangan mereka masuk untuk menjadi santapan? Han Sen tak ingin mengambil risiko seperti ini.
"Kamu kan lebih hebat, lagipula punya rompi gen yang bisa dipakai. Tidak akan ada bahaya lah." Sangat jelas si Kucing tua tidak mau mengorbankan diri sendiri, terus mencoba menipu.
Han Sen bukan orang bodoh. Tentu saja dia enggan terjebak tipuan Kucing Darah Sembilan Nyawa, juga enggan memasukkan tangan ke dalam. Tiba-tiba, manusia dan kucing itu membeku di tempat.
Keduanya sama-sama tak berani menjamah. Tapi jika harus pergi begitu saja, mereka pun enggan. Manusia dan kucing itu saling menatap dengan mata besar, tak ada yang berbicara.
Setelah beberapa saat, si Kucing tua berdehem pelan: "Bagaimana kalau begini: Barang siapa yang berhasil mengeluarkan, itu menjadi miliknya. Setuju?"
"Bagus, aku ini pria berkelas, kuberi kamu kesempatan pertama." Han Sen tersenyum bahagia menatap kucing tua.
Kucing tua mengatupkan giginya: "Kita suit jari, yang menang duluan."
"Boleh." Han Sen langsung menyetujui, dalam hati berpikir: "Aku ini Raja Segala Raja suit jari, lawan aku? Kalah sampai celana dalam pun tak tersisa."
Kucing tua juga membusungkan dada: "Kasihan, masih hijau lawan bapak. Tak tahukah aku Kaisar Suit Jari Semesta? Saat aku tak terkalahkan, ibumu belum lahir!"
Keduanya saling tersenyum penuh arti. Han Sen mengulurkan tangan menciptakan koin emas, lalu melemparkannya ke langit: "Setelah koin jatuh baru kita keluarkan jurus, adil kan?"
"Adil." Kucing tua mengangguk, sorot matanya mengawasi ketat koin yang berputar di udara.
Dang!
Pada saat koin emas menyentuh tanah, manusia dan kucing mengeluarkan jurus secara bersamaan.
Dua tinju muncul hampir bersamaan. Baik Han Sen maupun Kucing Tua sama-sama tenang dan percaya diri. Pertarungan pertama hanya eksperimen, baru di ronde berikutlah pertarungan kecerdikan dan teknik sesungguhnya dimulai.
Gunting! Gunting! Kain! Batu! Kain! Batu!
Han Sen dan Kucing Tua saling mengawasi dengan napas tersengal-sengal. Empat bola mata mereka dipenuhi urat darah. Setelah hampir satu jam beradu tebakan, hasilnya tetap seri. Keduanya menyimpan kegelisahan dalam hati.
Permainan tebak jari menguras otak. Lebih melelahkan mental dibanding pertempuran fisik murni. Keduanya kini berada di ambang kelelahan, namun tak ada yang mau mengalah.
Akhirnya manusia dan kucing itu kelelahan bersandar di samping peti logam, tetap tak ada yang berhasil mengalahkan lawan.
Kres!
Tiba-tiba, dari dalam pancaran cahaya ajaib kotak logam itu, terdengar satu bunyi rapuh yang membuat Han Sen dan kucing tua itu terkejut, langsung melonjak turun dari tanah dan menatap dengan fiksasi intens ke dalam kotak logam.
