Lima jari transparan berwarna tulang putih bergerak-gerak di atas logam bagaikan sedang memainkan piano, membuat tangan itu perlahan merangkak keluar dari balik kilauan cahaya.
Anehnya, dengan dia merangkak keluar dari dalam kotak logam, cahaya di dalam kotak tersebut mulai memudar perlahan.
Setelah telapak tangan itu sepenuhnya merangkak keluar dari dalam logam, Han Sen dan Kucing Tua yang melihat jelas, keduanya terkejut sedikit.
Awalnya Han Sen dan Kucing Tua mengira akan ada monster yang keluar, namun setelah telapak tangan seperti tulang mutiara itu merangkak keluar, hanya sebuah telapak tangan belaka, tidak ada apa-apa di belakangnya, hanya sekadar telapak tangan yang merayap keluar.
Telapak tangan itu seolah diukir dari batu giok, di belakangnya terhubung sekitar sepertiga lengan bawah, setelah itu tidak ada lagi. Di bagian yang patah rapi, seperti penyemprot panah api, memancarkan cahaya aneh ke luar.
Cahaya yang sebelumnya mengalir di dalam kotak logam kini telah sepenuhnya menghilang. Terlihat bahwa bagian dalamnya ternyata kosong sama sekali, tidak tersisa apa pun.
“Bukannya katamu isinya mungkin rompi anti peluru genetik? Ini apa sih?” Han Sen mengawasi jari kelingking tulang mutiara yang berdiri di atas kotak logam.
“Ini... Aku juga tidak tahu...” Kucing tua memandang 'tangan' itu dengan wajah masam kebingungan.
Han Sen hendak membantah, tiba-tiba tangan tulang itu melompat, terkepal menjadi tinju. Cahaya ajaib di bagian belakangnya menyembur seperti jet tempur, langsung menyerbu ke arah Han Sen.
Kecepatannya luar biasa, membuat Han Sen yang memakai rompi anti peluru genetik sampai terkejut.
Dengan gerakan gesit, Han Sen menghindari serangan tinju itu. Ia masih belum paham benda apa sebenarnya tangan itu, sehingga enggan menyentuhnya.
Tangan itu seperti makhluk hidup, melakukan belokan tajam di udara lalu kembali menyerang Han Sen.
Han Sen terus mengelak dengan teknik geraknya. Meski sudah mengenakan rompi anti peluru genetik yang meningkatkan kecepatannya, tinju itu masih lebih cepat. Hanya dengan memanfaatkan keunikan teknik gerak Dongxuan dan Yitian Shu, barulah dia bisa sepenuhnya menghindari guncangan dari pukulan itu.
Keraguan dan kecemasan di hati Han Sen semakin bertambah. Dia semakin enggan menyentuh benda itu. Telapak tangan ini terasa terlalu mengerikan, entah sebenarnya benda apa.
"Lao Mao, kau tidak berniat membantu?" teriak Han Sen sambil terus menghindari serangan telapak tangan itu, matanya tertuju pada kucing tua itu.
Melihat kondisi itu, amarahnya langsung meluap. Lao Mao dengan santainya merangkak di atas prasasti sambil menonton dengan tenang Han Sen dikejar-kejar tinju.
“Santai, buru-buru untuk apa? Aku sedang mengamati titik lemahnya. Begitu ketemu, langsung kuberi serangan mematikan untuk menyelamatkanmu dari situasi genting.” Kucing tua sama sekali tidak berniat bergerak, tetap tiarap di prasasti sambil mengibas-ngibaskan ekornya.
“Sampai kapan baru bisa temukan titik lemahnya? Lebih baik kita kolaborasi tangkap dia. Barang ini mungkin harta berharga, nanti kau ambil dulu, aku pasti tidak merebut.” Han Sen mencoba memancing kucing tua turun membantu dengan janji sembarangan.
Kucing tua tak termakan umpan, masih tiarap tak bergerak di prasasti sambil memicingkan mata: “Harta ini untuk yang punya ikatan spesial. Milikku takkan bisa kabur, tak ada yang bisa merebut.”
“Akhirnya mau bantu atau tidak?” teriak Han Sen dengan frustasi.
"Aku juga ingin membantumu, sayangnya aku belum melihat apa sebenarnya benda ini. Seperti kata pepatah 'kenali dirimu dan lawanmu, maka takkan terkalahkan dalam seratus pertempuran'. Biarkan aku mengamati lagi sebentar," kata Kucing Tua dengan santai.
"Kalau kau terus mengamati, nyawaku akan melayang. Nanti giliranmu yang berikutnya!" Han Sen merasakan tekanan semakin besar. Kecepatan telapak tangan itu semakin menjadi, bagaikan aliran sinar yang berkilauan di sekelilingnya. Karena gerakannya terlalu cepat, terlihat seperti puluhan tinju menyerang dari berbagai sudut pandang.
Gerakan menghindar Han Sen semakin terlihat dipaksakan. Jika tidak segera memahami kedalaman ilmu bela diri telapak tangan ini, mungkin dalam beberapa saat dia terpaksa bertindak untuk menahan serangannya.
"Tak ada cara. Siapa suruh wajahmu begitu tampan? Dia jelas menyukaimu. Aku saja jadi iri. Lihatlah aku berdiri di sini tapi sama sekali diacuhkan, sungguh menyebalkan!" Kucing Tua berkata sambil memicingkan matanya.
“Boleh mati.” Han Sen mengumpat sambil erat menggenggam tinju, menghadang pukulan itu dengan keras ke arah telapak tangan yang terkepal itu.
Kecepatan tinju kini sudah mencapai tingkat mengerikan. Pada momen ini, dia benar-benar tak bisa menghindar, terpaksa menguji dengan tubuhnya sendiri untuk mengetahui seberapa besar tenaga pukulan tersebut.
Tidak bisa berbuat apa-apa. Siapa sangka telapak tangan itu terus mengawasinya ketat. Han Sen pernah mencoba mengalihkannya ke kucing tua, namun telapak tangan itu tetap dingin. Sekalipun terbang melewati dekat kucing tua, tetap saja menyerang Han Sen.
Sorot mata kucing tua juga berubah tajam, mengawasi ketat gerak-gerik Han Sen dan telapak tangan itu. Keengganannya bertindak sejak awal juga demi mengamati hakikat tenaga yang tersembunyi di balik telapak tangan misterius tersebut.
Tinju Han Sen bertabrakan dengan telapak tangan itu. Seluruh tenaga di tubuhnya terkumpul dalam pukulan tanpa keraguan ini, memaksimalkan kemampuan rompi anti peluru genetik hingga batas tertinggi.
Meski hanya 60% daya hancur, kekuatannya sudah luar biasa, cukup untuk menghancurkan gunung.
Tapi tinju Han Sen yang menghantam telapak tangan itu tidak berhasil melemparkannya keluar, namun juga tidak terjadi dentuman tenaga yang hebat.
Setelah tinju Han Sen menabrak telapak tangan tersebut, telapak tangan itu tiba-tiba mengempis seperti bola karet yang kempes, langsung cekung dan menempel erat di atas tinju Han Sen.
Detik berikutnya, cahaya aneh menyembur dari belakang telapak tangan, melalui bagian yang terlihat seperti patahan, langsung menyelubungi tangan kanan Han Sen.
Han Sen terkejut, berusaha melepasnya dengan gerakan melepaskan, namun sudah terlambat. Telapak tangan mirip tulang mutiara itu ternyata telah menyelubungi tangan kanannya.
Dor!
Rompi anti peluru genetik di tubuh Han Sen tiba-tiba terlepas sendiri, terbang kembali ke dalam laut jiwa, seolah takut akan sesuatu.
Han Sen panik, kemampuan fisiknya saat ini sama sekali tidak tinggi, hanya mengandalkan rompi anti peluru genetik untuk bertahan hidup. Sekarang rompi anti peluru genetik itu ternyata otomatis terlepas dan tidak lagi melindungi raganya. Situasi ini benar-benar terlalu buruk.
Dengan konsentrasi penuh, dia ingin memanggil Menara Takdir Langit. Tapi ketika sorot matanya tertuju pada tangan kanan, Han Sen tak bisa menahan diri untuk tidak tertegun.
Tampaknya telapak tangan mirip tulang mutiara itu telah sepenuhnya menyatu dengan tangan kanan Han Sen. Hanya saja, ini berbeda dari yang dia bayangkan.
Setelah telapak tangan ini menyatu dengan tangan kanannya, bentuknya lebih menyerupai pelindung tangan atau sarung tangan yang terlihat seperti giok tapi bukan giok, seperti tulang tapi bukan tulang. Sekarang terlihat jelas ini bukan lagi bentuk tangan utuh.
"Barang ini mungkin seperti sepatu kristal itu? Sebenarnya ini memang sejak awal adalah sarung tangan?" Tiba-tiba Han Sen menyadari kemungkinan tersebut.
Belum sempat Han Sen berpikir lebih jauh, tiba-tiba merasakan tenaga dahsyat dari sarung tangan di tangan kanannya, menarik tubuhnya secara otomatis berlari ke dalam. Han Sen ternyata tak mampu menghentikan gerak tubuhnya sendiri, dalam sekejap mata telah menghilang masuk ke dalam kegelapan.
"Gila... barang sialan ini memang sama sifatnya dengan sepatu kristal itu..." Han Sen meronta-ronta ingin berhenti, tapi sama sekali tidak berguna, kekuatan sarung tangan jauh melebihi tenaganya.
