Han Sen memeluk bunga kecil, merasakan tenaganya menghilang. Tubuhnya terjatuh keras ke tanah, tulang-tulangnya hampir bubar tak berbentuk.
Setelah penglihatannya pulih, Han Sen langsung melihat area sekitarnya dipenuhi istana-istana yang rusak parah. Beberapa terbuat dari tumpukan batu giok, ada yang terbuat dari logam, membentang seperti istana surgawi di antara awan.
Tapi kini semuanya sudah porak-poranda, retakan-retakan seperti ngarai berkelok di antara istana-istana itu, entah karena apa bisa berakhir seperti ini.
Di tempat Han Sen berdiri, tanah dipenuhi batu bata emas bertuliskan pola mantra mistis, sayangnya Han Sen tak paham satu katapun.
Tak jauh di hadapan Han Sen, berdiri seorang pria berjubah hijau bermahkota giok. Matanya menyipit menatap bunga kecil dalam pelukan Han Sen, pandangannya seperti sedang mengamati barang antik bernilai sangat tinggi.
Bunga kecil ketakutan meringkuk dalam pelukan Han Sen. Ia memeluk erat anaknya sambil berdiri, lalu berkata pada pria itu: "Terima kasih Yang Mulia telah membunuh monster varietas langka dan menyelamatkan kita dari situasi genting. Tapi mengapa Tuan membawa kami ke sini?"
Pria itu malah tak memandang Han Sen. Matanya tetap tertuju pada bunga kecil: "Aku sedang membutuhkan seorang murid. Bakatnya bagus. Mulai sekarang, dia akan mengikuti jalan-Ku."
"Yang Mulia ingin menerima anak saya sebagai murid, setidaknya izinkan saya tahu dari mana asal Yang Mulia, termasuk ras apa?" Han Sen meski tidak ingin Xiao Hua bersujud pada guru mana pun, tapi orang ini terlalu mengerikan, bukan tandingannya, terpaksa berdiplomasi dengan baik.
Kalau tidak, jika orang ini ingin memaksa membawa Xiao Hua pergi, Han Sen sekalipun mempertaruhkan nyawa takkan sanggup menghentikannya.
Baru saat ini sorot mata pria itu beralih dari Xiao Hua, melirik Han Sen dan berkata: "Aku adalah Pemimpin Istana Surgawi, kau bisa melahirkan anak seperti ini memang nasibmu. Nanti dia mengikuti aku, tak perlu khawatir, pencapaiannya akan terlalu terang untuk dibayangkan."
Han Sen belum pernah mendengar nama Istana Surgawi, tapi melihat taktik yang digunakan pria ini, tahu mungkin ini adalah kekuatan ras kuat.
"Yang Mulia sebagai petarung kuat, mau menerima anak saya sebagai murid, tentu membuat saya senang. Tapi bunga kecil ini masih terlalu muda, tak bisa jauh dari orang tua. Saya harap Yang Mulia mengizinkan saya menemani dia ke Istana Surgawi." kata Han Sen.
Pria itu langsung menggelengkan kepala. "Bakatmu terlalu buruk, belum layak masuk Istana Surgawi kami."
"Saya tak berharap menjadi murid, cukup sebagai tukang bersih-bersih atau pekerja kasar saja." jawab Han Sen menahan amarah.
"Bakat kurang, tak memenuhi syarat masuk. Jangan banyak bicara!" Pria itu sudah mulai tak sabar, langsung mengulurkan tangan untuk menangkap bunga kecil.
Han Sen merasakan gaya dahsyat menerpa tangannya. Bunga kecil terseret terbang ke arah pria itu. Meski Han Sen masih mendekapnya, raganya sendiri ikut tertarik.
Pria itu sepertinya sama sekali tak peduli prinsip kemanusiaan. Dengan satu tarikan, dia berusaha merebut bunga kecil dari pelukan Han Sen dengan paksa.
"Ayah!" teriak Bunga Kecil yang ketakutan, cahaya suci di tubuhnya meletus namun tetap tak bisa melepaskan diri dari tarikan kuat itu, terus tertarik ke telapak tangan pria itu.
Han Sen mengaum marah, tubuhnya tak mundur malah maju, melayangkan tinjunya ke arah telapak tangan pria itu.
Boom!
Tinju Han Sen menghantam telapak tangan pria itu, tak hanya gagal melukainya, lengan sendiri malah remuk berkeping-keping oleh getaran.
"Melihat kau adalah ayah kandungnya, Aku akan memaafkan dosa ketidakpatutanmu. Kalau tidak, raga-mu sudah lama menjadi abu beterbangan." Pria itu mendengus dingin, hendak menyambar Bunga Kecil lagi.
Kaki Han Sen mengeluarkan tenaga dahsyat, sambil memeluk Bunga Kecil ia berusaha mundur. Tapi baru setengah langkah, tubuhnya sudah tertarik kembali ke arah pria itu.
Boom!
Kilau merah di punggung Han Sen tiba-tiba berkobar menjadi pusaran berwarna darah. Sebelum pria itu menyentuh Bunga Kecil, pusaran itu telah menelan Han Sen dan Bunga Kecil hingga lenyap tanpa jejak.
“Sialan, ternyata darah Kucing Darah Sembilan Nyawa?” Ekspresi wajah pria itu berubah drastis, gigitannya gigi terdengar saat berbicara.
Di alam semesta Alliance, Gu Qingcheng menghantam pedangnya ke arah kepala Zero. Bilah pedang sudah menyentuh kulitnya. Saat semua orang tercekam ketakutan, tiba-tiba mereka melihat kilau merah di belakang Zero kembali memancar bak bunga mekar.
Pedang di tangan Gu Qingcheng pun terhenti, hanya menempel di leher Zero tanpa benar-benar menebas.
Bersamaan dengan pancaran cahaya merah di belakang Zero, dua siluet terhempas keluar - Han Sen yang sedang menggendong bunga kecil.
Ji Yanran dan Luo Lan sama-sama menitikkan air mata bahagia, nyaris bersamaan menerjang ke depan.
Pertempuran dahsyat itu akhirnya berlalu tanpa hambatan berarti. Semua orang terluka cukup parah dan langsung menjalani penyembuhan luka sepulangnya.
Han Sen sebelumnya masih khawatir apakah pria dari Istana Zhen Tian itu akan mengejar masuk ke perlindungan. Untungnya hal semacam itu tidak terjadi. Setelah beberapa hari tidak ada gerakan, barulah Han Sen merasa benar-benar nyaman, mengetahui aturan perlindungan bahwa bahkan petarung kuat yang mengerikan sekalipun tidak bisa melakukan sabotase.
Bisa kembali ke Aliansi tentu sangat baik bagi Han Sen, tapi dia tetap sangat khawatir.
Tato Kucing Darah Sembilan Nyawa memang sangat aneh. Antara Han Sen dan Zero yang sama-sama memiliki tato, ternyata bisa saling memanggil dan melakukan teleportasi.
Ini bahkan bukan kekhawatiran terbesar Han Sen. Yang paling dia takutkan adalah: Bagaimana jika si Kucing Tua juga memiliki kemampuan seperti ini? Bukankah dia bisa dipanggil oleh si Kucing Tua? Mengingat sudah pernah sekali mengalami teleportasi ke sisi Kucing Tua, Han Sen menganggap ini hal yang sangat mungkin terjadi.
Jadi Han Sen terus-menerus mempelajari tato Kucing Darah Sembilan Nyawa sebenarnya ada apa ini, tapi baik dirinya maupun Zero, mereka sama sekali tidak bisa mengendalikan kekuatan tato Kucing Darah Sembilan Nyawa. Hanya ketika tato tersebut mendapat stimulasi barulah tenaganya otomatis mengaktifkan diri. Hal ini membuat Han Sen agak tertekan.
Untuk sementara tidak bisa menemukan hasil penelitian, tak lama kemudian keluarga Luo tiba-tiba menghubungi Luo Lan. Mereka menyampaikan bahwa Luo Haitang berharap Luo Lan bisa membawa Han Sen, Han Yan, serta Xiao Hua pulang sebentar ke keluarga Luo.
Meski Luo Haitang tidak menjelaskan secara detail, Luo Lan sudah bisa menebak alasannya. Setelah mengadakan pertemuan keluarga, akhirnya diputuskan seluruh keluarga akan pergi bersama ke keluarga Luo.
Han Sen sendiri tidak menentang keputusan ini. Jika menghitung waktu sesuai perkataan Luo Haitang sebelumnya, sisa hidupnya sudah tidak banyak. Mengingat ibu kandungnya dibesarkan oleh pria itu, meski Luo Lan tidak mengatakannya, pasti masih ingin menemuinya.
Keluarga berangkat menuju keluarga Luo, selain anggota internal keluarga Han sendiri, hanya membawa Bao'er.
"Apakah dia benar-benar..." Di perjalanan, Luo Lan akhirnya tidak tahan lagi bertanya pada Han Sen tentang kondisi Luo Haitang.
Han Sen menggelengkan kepala halus: "Dia mengatakan begitu padaku, tapi soal benar atau tidaknya, aku tidak tahu."
Ekspresi Luo Lan langsung berubah sedih: "Oriaang sesombong dia, tidak mungkin berbohong dalam hal seperti ini."
"Semoga dia baik-baik saja." Han Sen juga menghela napas.
Setibanya di planet markas keluarga Luo, Luo Li datang menyambut mereka, namun ekspresinya sangat masam, situasinya tampak tidak beres.
"Kakak, akhirnya kau kembali. Tuan sudah menunggumu lama." Kata Luo Li dengan sedih.
"Bagaimana keadaannya?" Luo Lan merasakan firasat buruk, buru-buru bertanya.
"Ikutilah aku, Tuan sedang menunggu kalian." Luo Li tidak menjawab, hanya memandu jalan di depan menuju sebuah taman.
Ketika Luo Lan melihat Luo Haitang, akhirnya tak bisa mengendalikan emosi, air mata mengalir di pipinya.
