"Dengar tidak? Serahkan buah zakarmu!" Gadis itu mengayunkan pedang panjang ungu di tangannya dengan gaya galak dan menyeramkan setelah melihat Han Sen tidak bereaksi.
“Kalau kamu mau merampok barang lain, asalkan itu harta duniawi, aku bisa memberikannya padamu. Tapi barang itu adalah harga diri sebagai pria, mati pun takkan kuserahkan.” Han Sen berkata sambil tersenyum.
“Jangan mengarang cerita! Aku hanya mau buah zakarmu, apa hubungannya dengan harga diri?” Gadis itu menunjukkan ekspresi percaya diri seolah berkata "Aku tak mudah ditipu".
“Bolehkah kutanyakan, apakah kamu tahu apa itu buah zakar?” Han Sen menatapnya dengan raut wajah penuh keanehan.
“Tentu saja aku tahu!” Gadis itu terdengar kurang yakin, tapi tetap memaksa berkata keras: “Bukankah itu dua bola keemasan? Cepat serahkan, atau habis kesabaranku. Pisau di tanganku ini tak kenal ampun!”
Han Sen membentangkan kedua tangannya: “Bola keemasan, sungguh tak kumiliki. Kurasa kamu salah orang.”
“Benarkah tidak ada?” Gadis itu memandangnya curiga.
“Benar tidak ada.” Han Sen mengangguk tegas.
“Kalau tidak punya harusnya bilang dari awal, membuang-buang waktu saya begitu banyak.” Gadis itu memasukkan pisau kembali ke sarung sambil berbalik hendak pergi.
Han Sen mengawasi gadis itu dengan penuh minat, tak menyangka dia benar-benar langsung pergi. Entah anak siapa, sama sekali tidak paham, bisa-bisanya dibiarkan datang ke ruang varietas langka yang segalak ini.
Tapi ini tidak ada hubungannya dengan Han Sen. Kalau dia berani datang, pasti punya jalan-Mu untuk bertahan hidup sendiri.
Lagipula Han Sen tidak bisa memastikan apakah gadis ini benar-benar naif atau pura-pura polos, sehingga lebih baik Jangan ikut campur.
Baru saja melangkah beberapa kali ke arah seberang, terdengar suara gadis itu dari sisi lain: "Merampok, serahkan buah zakarmu!"
“Roar!” Selanjutnya Han Sen mendengar suara geraman marah. Saat menoleh, terlihat seekor sapi aneh berdiri dengan sendi terbalik berjalan menuju gadis itu. Sepasang kuku sapi bagaikan cap besi menghujam ke kepala gadis.
Han Sen tertegun. Meski di bawah panggul sapi aneh itu, ia benar-benar melihat dua buah zakar keemasan bergoyang mengikuti gerakan tubuh monster.
Dang! Dang! Dang!
Gadis itu mengayunkan pedang panjang ungu, bertarung dengan kuku besi sapi. Dentuman logam nyaring memenuhi udara.
Ekspresi Han Sen dipenuhi keanehan. Jurus pedang gadis itu luar biasa. Jika mengabaikan tenaga, tekniknya adalah yang terhebat yang pernah ia saksikan sejak datang ke alam semesta genetik.
Petarung level Viscount seperti Xi Na pun tekniknya jauh kalah jika dibandingkan dengan gadis ini.
Tenaga penuh Lao Niu itu memang luar biasa. Meski tidak sefleksibel sang gadis, tetap tidak boleh diremehkan.
Gaya sang gadis sedikit inferior dibanding monster sapi. Pertarungan antara pejuang dan monster ini berlangsung seimbang, sulit menentukan pemenang untuk sementara.
"Moo-Moo!" Teriakan histeris terus melengking dari mulut Lao Niu sambil bertarung, menunjukkan amarah yang meluap-luap.
"Sudah tahu kehebatan gadis ini? Serahkan buah zakarmu sekarang juga, mungkin aku mau mengampuni nyawamu!" teriak sang gadis dengan nada menggoda.
"Moo!" Genderang logam di kaki Lao Niu tiba-tiba berpendar keemasan, menghujam bagai badai ke arah gadis itu.
Postur gadis itu berubah-ubah lincah. Pedang panjang ungu di tangannya menari-nari layaknya bulan memantul di sungai, dengan kharisma yang menunjukkan kelas jagoan sejati. Serangan ganas Lao Niu pun diatasi dengan elegan.
"Rupanya masih banyak jagoan di alam semesta genetik ini. Cukup melihat jurus pedangnya, sudah jelas seniornya pastilah makhluk ilahi," gumam Han Sen dalam hati.
Han Sen sedang menonton dengan lahap, tiba-tiba mendengar suara "Moo-Moo!" aneh bergema dari hutan batu. Tak lama kemudian, terlihat beberapa monster sapi bertelur emas menerobos keluar dari formasi batu, menerjang gadis itu.
Meski jurus pedang gadis itu mumpuni, tenaganya masih terlalu rapuh di tingkat Baron. Bertarung satu lawan satu masih bisa ditangani, namun setelah dikerumuni, situasinya langsung berada di ujung bahaya. Jelas dia bukan tandingan para monster itu.
"Kamu masih berdiri di sana untuk apa? Masih belum mau membantu?" teriak gadis itu sambil mundur ke arah Han Sen.
Han Sen berpikir dalam hati: "Baru saja kau ingin merampok telurku, sekarang malah minta bantuan. Berani sekali kau."
"Bantu boleh, tapi aku tidak menyediakan layanan gratis. Begini saja, serahkan pedangmu sebagai imbalan, akan kuhabisi mereka untukmu." ujar Han Sen.
Pedang panjang ungu di tangan gadis itu jelas terbuat dari Material Varietas Langka, terlihat sangat bagus, sepertinya kualitasnya lebih baik daripada pisau belati tanduk badak.
Han Sen biasanya enggan mengeluarkan panah tulang Santo Malaikat sembarangan, dan saat ini memang membutuhkan senjata yang cocok.
Gadis itu justru bertindak sangat langsung, melemparkan pedangnya kepada Han Sen sambil berlari ke sisinya sambil berteriak: "Sudah, pedangnya untukmu, cepat bantu!"
Han Sen menangkap pedang panjang itu di tangannya, menyaksikan empat ekor sapi aneh yang mengeluarkan suara "Moo-Moo" menyerbu ke arahnya. Kaki diayunkan layaknya ular berbisa menjulurkan lidah, tubuhnya melesat di antara keempat sapi itu.
Dang! Dang! Dang! Dang!
Seketika terdengar empat suara logam jatuh ke tanah. Empat pasang buah zakar keemasan berjatuhan, luka besar di tubuh sapi-sapi itu memancarkan darah deras, dalam sekejap mata seluruhnya tumbang tak bergerak.
"Pemburuan Varietas Langka Sapi Yang Emas tingkat Baron, ditemukan Gen Varietas Langka."
"Ding!" "Ding!" "Ding!" "Ding!" Empat kali notifikasi identik berturut-turut. Han Sen mengayunkan pedangnya dengan gesit, seketika mengail empat pasang buah zakar keemasan di tanah ke dalam kantong yang sudah dia persiapkan.
"Hey, buah zakar itu milikku!" Gadis itu buru-buru mendekat sambil melototi Han Sen.
"Yang kubunuh tentu jadi milikku. Tempat ini sangat berbahaya, lebih baik kau segera pergi dari sini sebelum bertemu masalah lagi. Lain kali mungkin tidak akan seberuntung ini." Han Sen berbalik badan menuju formasi batu karst.
Gadis itu sama sekali tak berniat pergi. Dengan langkah cepat dia menyusul: "Kamu ini tidak punya kredit ya? Pedang Bulan Ungu saja sudah kuserahkan, semestinya kau berikan buah zakar itu... Bagaimana kalau kita bagi dua... Beri sepasang saja..."
Han Sen yang kesal akhirnya mengeluarkan sepasang telur emas dari sakunya dan melemparkannya ke gadis itu.
Begitu menangkapnya, gadis itu langsung berseri-seri tak bisa menyembunyikan kegembiraannya. Han Sen mengira ini akhir interaksi, namun tak disangka beberapa saat kemudian gadis itu malah kembali mengejarnya.
“Bukankah barang-barang sudah Kuberikan? Mengapa masih mengikuti aku?” Han Sen mengerutkan kening bertanya.
“Itu hanya salah satu tugasku. Aku juga harus mendapatkan satu tanduk kambing perak. Kulihat kemampuan fisikmu asal-asalan tapi masih bisa dianggap cukup. Begini saja, mari kita bersama-sama membunuh monster kambing perak!” Gadis itu berkedip-kedip sambil berkata.
“Untuk apa kau menginginkan benda-benda ini?” Han Sen bertanya dengan kebingungan.
Asal-usul gadis itu tidak biasa, sementara ini hanyalah material varietas langka tingkat Baron yang bahkan belum seberharga pisaunya. Entah untuk apa dia menginginkannya.
“Aku harus mendapatkan dua hal ini baru bisa disebut menyelesaikan upacara kedewasaan. Jika gagal, terpaksa menunggu satu tahun lagi. Selama setahun itu aku tidak boleh keluar rumah. Sungguh memilukan. Tolonglah aku!” Gadis itu memandangi Han Sen dengan ekspresi menyedihkan.
