Tapi saat Han Sen meluncur diam-diam ke belakang Ishara, bersiap menghujamkan sarung pisaunya ke bagian belakang kepala sang Ratu, tiba-tiba rasa frustasi menyergapnya.
Ishara berdiri di tepi kolam sambil mengamati isinya. Han Sen yang meluncur tanpa suara melirik ke dalam kolam, langsung terkejut menemukan bayangan dirinya dan Ishara terpantul di permukaan air. Dalam pantulan itu, Ishara sedang menatapnya dengan sorot mata penuh keheranan.
Han Sen mengatupkan gigi tetap menghantamkan sarung pisau, namun Ishara sudah menghindar dengan gesit sambil mengerutkan kening: "Bagaimana kamu bisa masuk? Bahkan jika kamu bisa menetralkan Veich, dengan cara apa menyeberangi jembatan angkat hingga sampai ke sini?"
Han Sen tak henti mengayunkan sarung pisaunya, menggunakan sarung sebagai pedang, serangan demi serangan terus melancarkan serangan beruntun ke Ishara, memanfaatkan stamina fisiknya yang sudah hampir terkuras untuk mengeliminasinya.
"Aku hanya berjalan begitu saja masuk, ada apa yang sulit?" sambil terus menyerang Ishara, Han Sen juga melancarkan serangan verbal dan psikologis.
Sayangnya Ishara bukan orang sembarangan, tekanan kecil seperti ini sama sekali tidak mempengaruhinya, teknik geraknya tetap mumpuni tanpa melakukan kesalahan sedikitpun.
Hanya saja sebelumnya dia sudah bertarung sengit dengan Eagle Wing, stamina fisiknya hampir habis, kini berhadapan lagi dengan Han Sen langsung tertinggal di posisi inferior.
Kebencian besar menggelora di hati Ishara, entah kenapa nasib malang selalu menghampirinya hingga bertemu Han Sen si musuh bebuyutan ini, setiap kali hampir berhasil pasti dihadang olehnya yang tiba-tiba muncul mengacaukan segalanya.
Luka yang dideritanya waktu itu belum sembuh sepenuhnya, stamina fisik sekarang juga mengalami kekurangan parah. Tidak bisa lagi memaksakan diri untuk menembus batasan Makam Sihir seperti dulu. Memandangi serangan pedang Han Sen yang semakin menguat, sudah menguasai keunggulan yang hampir mutlak, Ishara sama sekali tak ada cara.
Entah kenapa, Ishara selalu merasakan teknik pedang Han Sen tiba-tiba mengalami kemajuan pesat. Dibandingkan saat pertempuran terakhir dengannya, sekarang jauh lebih dikuasai. Ini membuatnya sangat tersiksa saat bertarung.
Sebenarnya bukan teknik pedang Han Sen yang berkembang, melainkan dia telah melihat gerakan "Gigi Tak Rata" tingkat tertinggi yang terpancar dari sarung pisau. Secara tidak langsung mempelajari sebagian, meski masih di tahap pemula. Ditambah lagi dengan menguasai esensi jurus Gigi Tak Rata.
Maka dari itu, tingkat pemahaman Han Sen terhadap jurus Gigi Tak Rata sekarang sama sekali tidak kalah dari Ishara.
Mengenal diri sendiri dan lawan, alam mulai lancar. Han Sen meredam Ishara bisa dikatakan sangat sederhana. Jika Ishara tidak menggunakan pisau tajam, bahkan dengan jurus pedang yang sedikit lebih buruk dari pisau tajam, tidak akan ditekan seburuk ini oleh Han Sen.
Saat hampir saja menghantam Ishara di bawah sarung pisau, tiba-tiba terdengar suara aliran air menyembur dari dalam kolam itu.
Di dalam kolam lingkaran, cairan putih menyembur seperti letusan gunung berapi, berubah menjadi gumpalan-gumpalan putih yang jatuh ke segala arah.
Han Sen dan Ishara terkejut di hati, cepat-cepat mundur ke ambang sambil menghindari gumpalan-gumpalan putih itu.
Gumpalan-gumpalan putih jatuh ke tanah. Barulah Han Sen dan Ishara menemukan bahwa kolam itu sudah kering, bahkan setetes cairan putih pun tidak tersisa, semuanya telah disemburkan keluar.
Sedangkan pipa-pipa yang sebelumnya mengalirkan cairan putih ke dalam kolam, kini telah mengering sama sekali, tak terlihat lagi aliran cairan putih mengalir ke sana.
Di dalam kolam itu sendiri, tidak ada apa-apa sama sekali, ternyata kosong melompong.
"Bagaimana mungkin tidak ada apa-apa? Di mana Sumber Varietas Langka yang diteliti ras kristal?" Ekspresi Ishara berubah drastis, sepertinya tidak bisa menerima hasil ini.
Han Sen juga bingung, tadi bola lunak itu jelas-jelas menggelinding masuk, kok bisa menghilang?
Tapi saat ini Han Sen tidak punya waktu untuk memikirkan itu, dia mengayunkan sarung pisaunya, bersiap menjatuhkan Ishara dulu.
Sebelum Han Sem sempat menyerang, wajah Ishara sudah berubah pucat. Gulungan-gulungan cairan putih yang jatuh ke tanah itu bergerak seperti makhluk hidup, mengerumuni mereka.
Pemandangan ini sangat familiar, di luar ada anggota guild seperti ini yang telah mengubah Adipati Yan Luo dan Vi menjadi varietas langka.
Hanya saja di luar hanya ada satu, tapi di sini ada di mana-mana. Jumlahnya minimal ribuan, satu per satu seperti monster bertubuh lunak yang mulai mengerumuni Han Sen dan Ishara.
"Koin Emas, aku akan mengingatmu! Jangan sampai kutemui di luar Dunia Iblis. Jika tidak kubunuh, namaku bukan Sang Ratu Pisau Tajam!" ujar Ishara penuh kebencian siap terbang kabur dari bola itu.
"Jangan buru-buru pergi. Karena kau begitu mencintaiku sampai rela mati, lebih baik tinggal sekarang dan temani aku," goda Han Sen sambil menyabetkan sarung pisaunya menghalangi jalan Ishara.
Serangan pedang Han Sen tiada henti. Stamina fisik Ishara sudah terkuras parah, jelas bukan tandingannya. Apalagi dia tak berminat bertarung. Gumpalan cairan putih itu semakin mendekat. Sekali tersentuh sedikit saja, konsekuensinya akan sangat memilukan.
Transformasi varietas langka tidak mengerikan, yang menakutkan adalah setelah transformasi kehilangan kesadaran diri, diperintah oleh hasrat pembunuhan.
Meski gumpalan cairan putih ini bisa membuat makhluk hidup mengalami transformasi varietas langka, namun setelah transformasi, 100% kesadaran akan bermasalah.
"Masih bertarung apa? Kalau tidak segera pergi, kita semua akan diubah oleh barang-barang itu menjadi varietas langka tanpa kesadaran diri. Apa kamu ingin bunuh diri bersama denganku?" Ishara menghindar sambil berkata.
"Bisa hidup mati bersamamu, bukankah ini cukup romantis?" Serangan pedang Han Sen semakin ganas.
Dengan tekad baja, dia ingin mengeliminasi Ishara di sini. Kalau tidak, setelah Ishara keluar, sebagai petarung hampir mencapai tahap mitos, dengan satu jari saja dia bisa membunuh Baron kecil-kecilan seperti Han Sen. Han Sen mutlak tidak ingin melihat hal itu terjadi. Cara terbaik adalah membuat Ishara selamanya tidak bisa keluar.
Adapun gumpalan cairan putih itu, Han Sen sudah pernah menyaksikan. Ini sepertinya tidak berminat padanya, jadi Han Sen sama sekali tidak khawatir.
Dari arah pergerakan mereka sekarang, terlihat seperti menuju ke arah mereka berdua. Tapi sebenarnya ada perbedaan signifikan. Han Sen jelas merasakan target mereka adalah Ishara. Dirinya hanya terlihat ikut menjadi sasaran karena berdiri di sebelah Ishara.
Ishara tidak tahu Han Sen kebal terhadap cairan putih. Terjebak dalam serangan Han Sen, dia gemetar antara takut dan marah menyaksikan gumpalan-gumpalan itu kembali mengerumuni.
"Koin Emas, aku bersumpah takkan disebut manusia jika tidak membunuhmu!" Ishara yang tak bisa kabur dari jangkauan pedang Han Sen, kebenciannya mencapai puncak. Sepasang telinga kelinci putihnya menegak, rambut panjangnya berkibar-kibar diterpa angin. Seluruh tubuhnya seketika terbungkus cahaya api ungu yang terus berkobar-kobar.
Kembali memaksakan diri untuk memecahkan batasan Makam Sihir, aura di tubuh Ishara tiba-tiba meledak berkali-kali lipat tak terkira. Serangan tangan menghujam ke arah Han Sen, berubah menjadi semburan api ungu yang terbang menghunjam.
Han Sen mengubah teknik geraknya beberapa kali sebelum akhirnya bisa menghindari semburan api mengerikan itu. Ishara yang terbungkus api ungu telah terbang menghilang, dalam sekejap menghilang dari pintu keluar bentuk bola.
Hati Han Sen agak frustasi, tanpa menyadari bahwa Ishara kini semakin mengamuk. Saat sebelumnya memaksakan diri dengan tenaga, kali ini dia menguras habis energinya. Raga akan mengalami kerusakan parah. Sekalipun berhasil keluar dari Makam Sihir, tubuhnya akan berada dalam status sangat buruk untuk waktu yang lama.
Han Sen hendak mengejar, namun tiba-tiba merasakan sesuatu seperti tepukan di bahunya. Seketika bulu keringat di seluruh tubuhnya berdiri tegak.
