"Mengkonsumsi gen varietas langka, gen Baron +1."
Han Sen mengambil setandan pisang berwarna giok kuning dan memanggangnya di api. Tak lama buah mutan itu mencair. Satu per satu pisang dilahapnya, setiap pisang menambah 1 poin gen Baron. Sebelum habis semuanya, gen Baron-nya sudah mencapai 100 poin nilai maksimal.
“Gen Baron telah mencapai nilai maksimal, tidak bisa menambah gen lagi. Tubuh Perang Genetik perlu melakukan terobosan.”
Han Sen memakan satu pisang lagi, namun di otaknya muncul petunjuk seperti ini.
Sebelumnya di tempat perlindungan, ketika gen sudah penuh, cukup masuk ke kolam evolusi untuk membuat raga berevolusi. Tapi di alam semesta genetik tidak ada fasilitas seperti kolam evolusi, Han Sen pun tidak tahu bagaimana cara melakukan terobosan.
“Mungkinkah harus mencapai tingkat penguasaan baru sendiri?” Setelah berpikir keras, Han Sen menyimpulkan ini satu-satunya kemungkinan.
Karena makan buah gen lagi tidak berguna, Han Sen terpaksa membawa semua persediaan kembali ke perlindungan.
“Lao Han! Aku sudah bisa mengkristalkan rompi anti peluru genetik! Bawa aku ke alam semesta genetik! Akan kugunakan dada hangatku yang gagah dan komik-komik untuk menaklukkan ras-ras kosmik itu!” Xie Qing Di berlari mendekat dengan mata berbinar, menepuk dadanya penuh semangat.
“Aku juga ikut.” Malaikat kecil berkata dengan tenang.
"Aku juga ikut." Suara Zero masih lembut seperti biasa.
"Aku juga mau... aku juga mau..." Banyak orang berebutan ingin ikut. Jika saja Luo Lan dan Ji Yanran sudah mencapai level alam semesta Alliance, pasti mereka juga akan meminta ikut mencari bunga kecil.
"Berhenti, berhenti, berhenti... Kalian pikir alam semesta genetik ini tempat apa? Bukan main-main, bisa mati kapan saja... Baiklah... Tunggu sampai aku cari wilayah aman dulu baru bawa kalian kesana, oke? Lho... Si Perak Kecil... Kamu juga naik ke level alam semesta Alliance..."
Han Sen kembali ke Planet Kate, terpaksa mempertimbangkan masalah sangat krusial.
Karena banyak gen varietas langka yang dibawa Han Sen, semakin banyak anggota Alliance yang bisa mengkristalkan rompi anti peluru genetik. Banyak di antaranya adalah tuan tanah yang tidak bisa diam. Mustahil melarang mereka masuk alam semesta genetik.
Terutama Xie Qing Di dan Gu Qingcheng yang subuat ulah. Jika tidak dibawa kesini, pasti mereka akan membuat masalah di rumah.
“Harus segera mencari wilayah yang aman untuk berkembang. Memang benar harus mengeluarkan mereka semua, tapi sekarang di mana bisa menemukan tempat yang stabil untuk berkembang?” Han Sen membawa Xiao Touming menuju kota di sekitarnya. Setelah berjalan lebih dari dua hari, akhirnya melihat sebuah kota.
Xiao Touming adalah nama baru untuk bunglon kecil. Hanya ini yang bisa Dia terima dengan setengah hati.
Untungnya daerah ini belum tersentuh perang, masih dalam kendali ras Kait. Han Sen membeli alat komunikasi dan berhasil terhubung kembali dengan Qiao serta Lan Se.
Qiao memberi tahu Han Sen bahwa Kota Sigran telah jatuh. Mereka telah bergabung dengan Seven Profound Realms dan sedang dalam perjalanan ke pesawat ruang angkasa organisasi itu. Qiao meminta Han Sen mencari mereka di Seven Profound Realms jika ada kesempatan, bisa bersama-sama membuka lahan baru yang lebih baik daripada ke medan pertempuran.
Han Sen berpikir ide membuka lahan baru memang bagus. Tanpa kehadiran Klan Atas, hanya membasmi varietas langka, tampaknya sangat cocok untuk tahap awal perkembangan anggota-anggota Xie Qing Di.
Sayangnya di kota ini tidak ada pesawat ruang angkasa Seven Profound Realms yang sedang merekrut personel, Han Sen ingin pergi sementara juga tidak bisa.
……
Di jalan-jalan besar Kota Mixili, berbagai ras makhluk hidup berjalan tergesa-gesa, tak ada yang sempat memperhatikan orang lain.
Meski sementara belum diinvasi oleh ras Terathus, semua warga Kota Mixili tahu itu hanyalah soal waktu.
Kini Planet Kate sudah seperti gelombang sejarah yang tak terbendung, semua orang sibuk mempersiapkan jalan mundur. Setiap hari pesawat-pesawat ruang angkasa penuh muatan berbagai ras makhluk hidup meluncur ke angkasa dari Mixili.
Walau begitu, masih banyak makhluk multiras yang tidak kebagian tiket, menunggu dengan cemas kedatangan pesawat berikutnya - harapan terakhir mereka.
Di tengah jalanan yang dipenuhi kesedihan ini, seekor ras aneh berjalan santai. Berbeda dengan makhluk-makhluk yang berwajah muram dan tergesa-gesa, anggota ras ini berjalan lamban tanpa rompi perang, hanya mengenakan pakaian bahan biasa sambil memegang panji kain di satu tangannya.
"Di atas kain rentang itu tertulis beberapa karakter aneh, sayangnya bukan literasi universal dari alam semesta genetik. Sama sekali tidak ada yang mengenali apa yang tertulis di sana."
Pria itu berjalan sambil mengayun-ayunkan langkah, tiba-tiba seorang wanita bertubuh jenjang dengan sepasang telinga kelinci putih di kepala dan topeng di wajahnya mendekatinya dengan marah. Sebilah pisau dingin terhunus langsung menempel di leher pria itu.
Sepanjang jalan raya yang ramai oleh berbagai ras berlalu-lalang, namun keduanya seolah diselimuti kekuatan misterius. Seluruh makhluk di jalan raya itu memperlakukan mereka seperti ilusi, sama sekali tidak melihat keberadaan mereka.
"Oh Yang Mulia, maksudmu apa ini?" Pria itu dengan pisau di lehernya tak terlihat panik, hanya menunjukkan wajah terkejut sambil bertanya pada wanita itu.
Wanita itu tak lain adalah Sang Ratu Pisau Tajam dari Suku Rebeite, Ishara yang hampir dikalahkan oleh Han Sen.
Ishara melirik pria itu dengan wajah dingin: "Ingin mati atau bertahan?"
"Aku belum puas hidup, tentu ingin bertahan." Pria itu tersenyum.
"Kalau ingin bertahan, bantu aku ramal lagi." Ishara berkata dengan wajah masam.
Pria itu memicingkan mata menyapu seluruh tubuh Ishara, tersenyum bahagia: "Yang Mulia, apakah ramalan sebelumnya akurat?"
"Hmph!" Ishara mendengus keras, tidak menjawab pertanyaannya. "Ramalkan lokasi anggota bernama Koin Emas yang mengaku sebagai manusia."
Ishara menunggu di luar Makam Sihir hingga badai kedua muncul, tapi tak terlihat Koin Emas keluar.
Tapi dia sama sekali tak percaya orang seperti Koin Emas bisa terjebak di Makam Sihir. Meski telah mencoba segala taktik, jejaknya tak ditemukan. Karena itu dia mendatangi pria ini untuk melacak keberadaan Koin Emas.
“Takdir yang sudah ditetapkan akhirnya akan datang, yang takdir tidak berikan jangan dipaksakan. Yang Mulia, lebih baik dilepaskan saja.” Pria itu tersenyum menasihati.
“Aku tak percaya takdir! Jika kau tak ingin mati, segera temukan dia untukku!” suara dingin Ishara menggema.
Pria itu menggelengkan kepala sambil tersenyum pahit: "Yang Mulia, ini sudah tidak masuk akal. Jika Anda tidak percaya takdir, untuk apa mencari orang sepertiku yang menghitung takdir langit?"
Ishara mengerutkan kening halus. Sebelumnya dia memang sama sekali tak percaya pada anggota ini, namun ramalan yang diberikan pria itu sebelum ke Makam Sihir hampir seluruhnya terbukti, menimbulkan kebingungan di hatinya.
Meski tak yakin pria ini benar-benar bisa mengetahui takdir langit, kemampuan praktis yang dimilikinya tetap diakui Ishara.
"Aku hanya bertanya: hitung atau tidak?" Mata Ishara mengawasi ketat sementara pisau tajam di leher pria itu semakin erat digenggam.
“Hitung, tentu bisa dihitung, tapi takdir langit sulit dilawan. Sekalipun aku memaksakan diri menghitung lokasinya, kamu pasti takkan bisa bertemu dengannya. Nanti kalau bilang ramalanku tidak akurat, bukankah aku jadi difitnah?” Pria itu berkata dengan sedih.
“Maksudmu tidak mau menghitung?” Pisau di tangan Ishara berpura-pura hendak menghantam.
“Takdir langit tak bisa dilawan. Memaksaku juga percuma. Seperti banyak makhluk hidup di jalan besar ini, masing-masing punya nasibnya sendiri. Nasib semut kecil seperti mereka, bahkan Tuhan pun tak bisa mengubahnya menjadi makhluk agung seperti Yang Mulia. Apalagi hanya seorang peramal sepertiku?” Kata pria itu.
“Siapa bilang takdir mereka tak bisa diubah? Asalkan Sang Ratu mau, sekalipun dia seekor semut, aku bisa membuatnya menjadi monster mengerikan yang mendominasi alam semesta.” Ishara berkata dingin.
Pria itu tersenyum tipis: “Kalau Yang Mulia begitu percaya diri, bagaimana kalau kita bertaruh?”
