Han Sen sangat tertarik dengan relief-relief tersebut. Setelah mengamati satu per satu, jelas terlihat orang-orang Rebeite hanya berperan sebagai budak.
Hanya saja di dalam relief itu, Han Sen tidak melihat makhluk apa yang memperbuduk mereka.
Baik kendaraan yang mereka tarik maupun sosok yang mereka sembah, semuanya seolah terbungkus kilatan cahaya yang kuat, sama sekali tidak terlihat seperti apa wujud makhluk di balik cahaya itu.
"Kau, bukakan pintu istana itu." Wood menunjuk seorang Baron.
"Yang Mulia, ampunilah..." Baron itu langsung berlutut ketakutan, terus-menerus membenturkan kepalanya ke tanah hingga dahinya berdarah.
Kres!
Wood malah membabat kepala Baron itu dengan sekali tebas, lalu dengan ekspresi datar menunjuk Baron lain: "Kau yang bukakan pintu istana."
Kaki Baron itu gemetaran, tapi ia bahkan tidak berani memohon ampun, berjalan tertatih-tatih menuju gerbang istana tembaga ungu.
Kaki yang gemetar itu akhirnya sampai di depan gerbang. Baron itu mengulurkan tangan gemetarnya dan menekannya di pintu besar. Dengan dorongan yang tampak sangat lemah, gerbang itu tetap tegak tanpa bergerak sedikitpun.
"Lebih keras!" bentak Wood dengan suara dingin.
Seluruh tubuh Baron itu bergetar. Tanpa sadar ia mendorong lebih kuat pintu istana tembaga ungu itu, tapi tetap tidak ada reaksi sama sekali.
"Viscount Biru Tua, dulu bagaimana cara Pangeran Qilong membuka pintu ini?" tanya Wood sambil menatap Viscount Biru Tua.
Wajah Viscount Biru Tua yang kembali ke tempat ini kembali memucat. Bibirnya gemetar saat menjawab: "Saat itu dia sepertinya hanya mendorong pintu itu... Lalu retakan langsung muncul. Tidak terlihat ada gerakan khusus apapun yang dilakukannya."
"Benarkah tidak ada tindakan lain? Coba ingat-ingat lagi lebih detail!" desak Wood dengan suara berat lagi.
Tubuh Viscount Biru Tua bergetar, gemetar semakin hebat. Dari ekspresinya jelas, pasti ada sesuatu yang tidak diungkapkannya. Hanya saja fakta itu terlalu mengerikan, bahkan sekadar mengingat kembali kejadian saat itu saja hampir membuatnya tak tahan lunglai terjatuh ke tanah.
"Kurasa aku sudah menebak situasinya." Gu Qingcheng menghela napas, menggunakan teknik rahasia yang hanya bisa didengar Han Sen dan Xie Qing Di.
Han Sen mengangguk pelan. Ia juga telah memikirkannya, hanya saja hal itu mungkin terlalu kejam.
"Apa yang terjadi?" Xie Qing Di yang malas berpikir rumit langsung bertanya melalui teknik rahasia.
Gu Qingcheng menjawab: "Jika tebakanku benar, makhluk biasa yang dibawa Pangeran Qilong dulu pasti bukan hanya Biru Tua. Mungkin ada enam atau lebih."
Meski Xie Qing Di malas memikirkannya, tapi dia toh seorang yang cerdas. Mendengar penjelasan itu langsung paham: "Maksudmu, Pangeran Qi Long tidak mungkin membawa begitu banyak makhluk biasa ke tempat berbahaya ini tanpa alasan. Jika mereka dibawa, maka satu-satunya kemungkinan adalah mereka dibutuhkan. Di tempat seperti ini, satu-satunya kegunaan mereka hanyalah untuk membuka gerbang istana ini. Benarkah Viscount Biru Tua dan yang lainnya sebenarnya adalah kunci—atau persembahan ritual—untuk membuka gerbang itu?"
"Seharusnya tidak ada yang salah," kata Gu Qingcheng dengan datar.
Gu Qingcheng dan yang lain sudah menyadarinya. Ternyata Wood juga tidak bodoh, sudah menebak sesuatu. Dengan ekspresi acuh tak acuh, dia menatap tajam Viscount Biru Tua: "Sekarang katakan yang sebenarnya. Aku bisa menyisakan nyawamu. Jika ada satu kebohongan, kaulah yang pertama jadi persembahan."
Viscount Biru Tua gemetar lebih hebat. Dengan suara bergetar dia menjawab: "Empat... Dibutuhkan darah empat anggota Ras Rui Bei untuk mengaktifkan gerbang ini."
Mendengar ucapan Viscount Biru Tua, para Baron dari suku Rebeite gemetar seketika, berbalik lalu berlarian pontang-panting menyebar ke segala arah.
Di sini selain mereka, hanya tersisa Wood, Hei Gang dan kawanannya yang berasal dari ras Rebeite. Tidak sulit menebak nasib tragis apa yang akan menimpa mereka.
Wood sama sekali tidak mempedulikan Baron-Baron Suku Rebeite yang kabur itu. Keempat Marquis sudah mulai bergerak. Postur tubuh mereka berkelebat, dalam sekejap mata telah menangkap semua Baron Suku Rebeite yang melarikan diri, melemparkan mereka tepat di depan gerbang aula tembaga ungu - persis empat orang.
"Bagaimana caranya?" Wood bertanya sambil menatap Viscount Biru Tua yang gemetar seperti ayakan.
Dengan suara bergetar, Viscount Biru Tua menjawab: "Suruh mereka berlutut di depan pintu istana, penggal kepala mereka. Darah mereka akan otomatis terserap oleh gerbang istana ini."
"Yang Mulia, ampunilah nyawa hamba!"
"Sialan, bapak akan bertarung habis-habisan melawan kalian!"
Empat Baron dari Suku Rebeite ada yang memohon ampun, ada yang marah ingin mati-matian, bahkan ada yang ingin bunuh diri. Namun apapun yang ingin mereka lakukan, tubuh mereka sama sekali tak bisa bergerak.
Tekanan kuat yang dipancarkan dari tubuh Wood membuat raga mereka bahkan tak bisa menggerakkan jari, hanya bisa berjongkok tak bergerak di depan pintu istana.
"Jangan bunuh aku! Aku bawahan Raja Sungai Malam..." teriak panik seorang Baron Rebeite.
Teriakan itu membuat tiga Baron tersisa ikut berteriak. Mereka semua adalah anggota dengan identitas dan asal-usul mencolok, latar belakang yang sungguh luar biasa.
Wood mengabaikan mereka. Tangannya meraih, langsung menekan Viscount Biru Tua yang ketakutan untuk berjongkok berdampingan dengan keempat Baron di depan pintu istana.
"Tuan Wood, apa yang Anda lakukan? Semua yang ingin Anda tahu sudah kukatakan!" Viscount Biru Tua bergetar ketakutan mencapai puncaknya.
"Di sini ada empat Baron Raboot, kamu bilang butuh empat, apa ini terlalu kebetulan?" Wood berkata dengan datar.
"Yang Mulia, hamba benar-benar tidak menipu, benar-benar empat!" Viscount Biru Tua langsung berteriak.
Wood melirik relief di dinding tembaga istana, dengan acuh tak acuh melontarkan satu kata: "Bunuh!"
Keempat Marquis bertindak sekaligus. Bersama Viscount Biru Tua, keempat manusia Raboot dan kepala Viscount terpenggal.
Han Sen dan Gu Qingcheng sama-sama mengerutkan kening halus. Secara esensial tempat ini tidak berbeda dari Sanctuary - hukum rimba tetap berlaku. Tanpa kekuatan, kita hanya bisa jadi mangsa.
Setelah eksekusi, Wood sudah menarik kembali aura wibawanya. Tapi lima mayat tanpa kepala itu tetap berlutut tak bergerak. Dari leher yang terpotong, darah menyembur seperti mata air, langsung mengaliri gerbang istana.
"Darah mengalir mengikuti pola unik di gerbang, merembes masuk dengan cara yang mengerikan. Ditambah lima mayat yang terus-menerus menyemburkan darah, pemandangan ini membuat kulit kepala bergidik."
Meski para Baron itu telah membunuh, melihat suasana seperti ini tetap membuat kaki mereka lemas karena ketakutan.
Kreek!
Seiring lima jasad yang mengering, pintu tembaga yang warnanya telah berubah menjadi merah darah setelah menyerap darah dalam jumlah besar akhirnya mengeluarkan satu bunyi rapuh.
Tapi hanya bunyi rapuh itu saja yang terdengar, gerbang tetap tidak terbuka.
Lima jasad itu kini telah roboh seperti Kayu Kering, dari fisik mereka tidak ada lagi air yang terlihat.
"Kamu, pergilah mendorong gerbang itu!" perintah Wu De sambil menunjuk seorang Baron.
Sang Baron yang sudah sangat ketakutan hingga mengompol itu gemetar mendekati gerbang. Dengan tangan menekan pintu tembaga yang hampir berubah warna menjadi merah darah, ia mendorongnya terbuka sekuat tenaga.
Pintu tembaga perlahan terbuka mengikuti dorongan tangan, ribuan cahaya bulan menyembur keluar dari celah pintu yang terbuka tipis. Han Sen dan yang lain menyaksikan pemandangan di dalam istana, hati mereka berdesir halus.
Di dalamnya ternyata seperti Celah Bulan versi mini, dengan bulan-bulan berlapis-lapis yang mengitari orbit masing-masing tanpa henti. Di pusat kumpulan bulan itu, terdapat bentuk bola bercahaya seperti matahari yang bersinar terang, sekaligus menjadi pusat aula tembaga ungu.
