Tiga orang mempercepat langkah. Setelah mengejar puluhan kilometer, tiba-tiba mereka melihat mayat tergeletak di tanah depan. Jenazah itu terlihat seperti sudah lama mati, tapi dari kostumnya jelas merupakan salah satu Baron.
Tak hanya satu, setelah jarak tertentu mereka kembali menemukan jenazah Baron lainnya. Cara kematian mereka sama persis dengan Viscount Angin Topan - lubang menganga di atap kepala akibat ledakan.
"Aneh, bukannya mereka membawa akar teratai? Kenapa masih tak bisa meredam Tanda? Setidaknya harusnya bisa bertahan beberapa waktu." Gu Qingcheng mengerutkan kening.
“Sepertinya akar teratai itu seharusnya tidak berguna.” Han Sen menunjuk ke tanah di depan, terlihat banyak akar teratai berserakan di tanah.
Bahkan di sebelah akar teratai tersebut terdapat mayat Baron lainnya. Mayat itu masih memegang setengah akar teratai di tangannya, sedang dipaksakan masuk ke mulutnya - sudah setengah dimakan, tapi kepalanya tetap meledak.
"Apakah akar-akar teratai itu benar-benar tidak berguna?" Ekspresi wajah Xie Qing Di berubah sedikit.
"Mungkin tidak demikian. Mereka semua mati, sedangkan kalian yang memiliki tanda di kepala tetap baik-baik saja. Ini jelas tidak sesederhana itu. Kita harus segera menemui mereka. Kuharap dugaanku salah, kalau tidak... benar-benar jadi masalah besar." Han Sen mempercepat langkahnya. Di depan, setelah setiap jarak tertentu, terlihat akar teratai dan mayat-mayat Baron berserakan.
Semakin berjalan, Si Perak Kecil tiba-tiba berhenti. Tanda berbentuk telur di dahinya tanpa disadari telah berubah menjadi bayangan burung kecil hitam. Si Perak Kecil sepertinya terlihat sedih, menggaruk dahinya dengan cakar.
"Kepalaku juga terasa agak aneh!" Xie Qing Di menekan dahinya sambil berkata.
Han Sen melihat ke arah Xie Qing Di dan Gu Qingcheng. Tanda berbentuk telur di dahi mereka telah berubah menjadi bentuk burung kecil.
"Kalian makanlah akar teratai ini, lalu mundur lebih jauh. Jangan mendekat lagi." Han Sen mengambil sepotong akar teratai dan memberikannya ke Si Perak Kecil.
Setelah memakan akar teratai, raga Si Perak Kecil tiba-tiba mengeluarkan hawa dingin. Bayangan burung di dahinya pun memudar sedikit.
"Ternyata benar! Bawalah lebih banyak akar teratai dan menjauhlah dari sini. Aku akan pergi ke depan untuk melihat." Setelah berkata demikian, Han Sen memanggil Sepatu Kelinci Bergigi Patah dan melesat ke depan secepat angin.
Jarak puluhan kilometer berhasil ditempuh dalam sekejap. Di sepanjang jalan, sesekali terlihat mayat Baron, bahkan ada satu mayat Marquis yang merupakan anggota pasukan pengawal pribadi Wood.
Han Sen melanjutkan perjalanan ke depan. Setelah melewati sebuah istana, pemandangan mengerikan membuat kulit kepalanya bergidik.
Di lapangan kosong depan istana, telur raksasa hitam itu melayang di udara dengan kobaran api keemasan membara di seluruh permukaannya.
Di bawah telur itu, tiga Marquis dan Wood terbakar api keemasan. Tubuh mereka hampir hangus menjadi arang.
Kondisi Wood masih relatif lebih baik. Cahaya biru berkedip di tubuhnya, masih bisa bertahan sebentar. Sedangkan tiga Marquis itu sudah menjadi manusia obor.
Hei Gang terjatuh di tangga batu. Pedang Tulang Naga menggantung di atas kepalanya. Bayangan naga melilit dari bilah pedang, membentuk perlindungan yang melawan kobaran api keemasan.
Bzzzt!
Pisau Gigi Hantu langsung melompat keluar dari punggung Han Sen secara otomatis, ujung pisaunya menyorongkan ke arah telur hitam, memancarkan amarah mengerikan berwarna ungu kehitaman, seolah menghadapi musuh terbesar.
Kobaran api keemasan di atas telur raksasa itu bergoyang-goyang, seberkas api keemasan melesat seperti meteor ke arahnya. Pisau Gigi Hantu otomatis menghujam, dengan gemilang membelah berkas api keemasan itu menjadi dua.
Tapi api keemasan yang terbelah dua itu malah terbagi menjadi dua berkas dan menyerbu ke arah Han Sen.
Han Sen melesat menghindar, berhasil menggenggam Pisau Gigi Hantu, sekaligus menghindari dua berkas api keemasan.
Pisau Gigi Hantu adalah senjata yang hanya fokus menyerang tanpa pertahanan, sama sekali tidak ahli dalam bertahan, tidak seperti Pisau Tulang Naga yang bisa melindungi Hei Gang.
"Apa yang terjadi di sini?" tanya Han Sen sambil terus menghindar dari api keemasan.
Di kakinya ada sepatu Kelinci Bergigi Patah, kecepatannya sungguh mencengangkan, ditambah langkah kakinya yang tak terduga, dua berkas api keemasan itu pun tak bisa membakarnya untuk sementara.
Adipati Wood melihat Han Sen ternyata tidak mati di dalam kuil, bahkan sepertinya tidak memiliki luka sedikit pun, diam-diam terkesima di hatinya.
Tapi sekarang dia tidak bisa memikirkan banyak hal, berteriak: "Cepat hancurkan garis keturunan Ras Wu! Jangan biarkan menetas! Kalau tidak kita semua mati sudah!"
Hei Gang juga berteriak ke Han Sen: "Telur itu telah menyerap api abadi Dewa, tenaga apinya sangat mengerikan! Cepat pergi!"
Adipati Wood tidak tahan lagi menjerit kesakitan. Dia pun hampir tak mampu menahan kobaran api emas itu, dagingnya mulai menunjukkan jejak hangus terbakar.
Han Sen tidak berniat menyelamatkan Adipati Wood. Tapi Si Perak Kecil dan yang lain juga terkena tanda Ras Wu. Jika tidak bisa mengeliminasi telur ini, akhirnya mungkin tidak akan lebih baik dari nasib Adipati Wood.
Sepatu Kelinci Bergigi Patah di bawah kaki Han Sen meledakkan kecepatan yang tak tertandingi. Saat posturnya bergoyang, dia menghindari dua kobaran api emas sambil menggenggam Pisau Gigi Hantu, lalu menebaskan satu tebasan dari udara ke arah telur raksasa yang menyala-nyala dengan api emas itu.
Tenaga Han Sen masih belum cukup untuk mengaktifkan kekuatan Pisau Gigi Hantu. Namun kini pisau itu merasa terancam, secara otomatis mengeluarkan daya hancurnya sendiri yang bahkan lebih dahsyat daripada kekuatan Adipati.
Telur raksasa itu seolah memiliki kehidupan sendiri. Mengetahui Han Sen menerjang mendekat, beberapa aliran api emas mengalir dari tubuhnya seperti hujan meteor yang menyerbu Han Sen.
Postur Han Sen bagaikan burung yang berputar-putar di udara. Dengan gemilang ia menembus serangan belasan kobaran api emas itu, lalu menghantamkan tebasan pisau ke permukaan telur raksasa.
Dang!
Kobaran api ungu kehitaman dan api emas beterbangan ke segala penjuru. Namun cangkang telur hitam itu ternyata sama sekali tidak meninggalkan luka sedikit pun.
Serangan Penuh Tenaga Pisau Gigi Hantu tetap tidak berpengaruh padanya, membuat Han Sen tak bisa tidak mengerutkan kening halus。
Lebih banyak api emas menyambar ke arah Han Sen. Dengan sepatu Kelinci Bergigi Patah, tubuhnya berputar-putar di udara menghindari semburan api sementara aura pedangnya meledak. Seluruh dirinya bagai monster yang merobek kehampaan, menghantamkan pisau ke cangkang telur raksasa。
Kreek!
Goresan tipis muncul di permukaan cangkang, tetap gagal membelahnya。
Sayangnya tenaga Han Sen terlalu lemah. Ledakan kekuatan maksimalnya hanya mencapai level Viscount. Andaikan dia memiliki kekuatan Sang Penguasa, dipadu Pisau Gigi Hantu, mungkin satu tebasan saja sudah membelah telur itu jadi dua。
Bayangan Han Sen terus bergerak zigzag menembus hujan api emas, kembali menebaskan pisau ke arah telur raksasa。
Hanya satu tebasan ini yang menebas di atas telur raksasa, namun tidak mengeluarkan suara apapun, seolah-olah bilah tajam hanya menempel di cangkang telur.
Tapi tiba-tiba telur raksasa itu bereaksi, terlempar mundur seketika.
Han Sen tersenyum tipis. Dengan teknik tenaga yin dari Meriam Magnetis Yin-Yang, dia memasukkan kekuatan Pisau Gigi Hantu ke dalam telur raksasa. Tampaknya ada efek.
Telur raksasa itu sepertinya ketakutan, sambil memuntahkan api emas sambil menghindari Pisau Gigi Hantu Han Sen, enggan lagi terkena tebasan pisau itu.
Sayangnya ia masih hanya sebutir telur, kecepatan geraknya tidak terlalu tinggi. Tubuh Han Sen melayang seperti Phoenix di langit, dalam sekejap menebas lagi cangkang telur raksasa.
Telur raksasa itu langsung melonjak lagi, mirip kucing yang diinjak ekornya.
