Siluet Han Sen berkilauan penuh pertanyaan di udara, menghantam dengan ganas telur raksasa berulang kali, membuat Wu De tertegun seperti patung.
"Kecepatan seperti itu... Niat pisau seperti itu... Bagaimana mungkin... Niat Gigi Pedang-nya bahkan tidak kalah dari Sang Ratu Pisau Tajam... Ada apa ini... Bukankah dia seorang Baron?"
Pisau Gigi Hantu terus-menerus menghantam telur raksasa, membuatnya bergoyang ke kiri dan kanan di langit bagaikan boneka yang tak pernah jatuh.
Secara bersamaan, Han Sen juga bisa merasakan getaran berdebar-debar dari dalam tubuhnya. Koordinasi antara Pisau Gigi Hantu dengan niat pisau Han Sen telah menyebabkan kerusakan internal yang cukup serius pada telur raksasa.
Setelah telur raksasa itu terluka, api emas di permukaannya berubah menjadi burung-burung api yang mengejar Han Sen. Sayangnya, dengan dukungan sepatu kelinci Bergigi Patah, teknik gerak Han Sen bahkan lebih lincah dari burung, membuat para pengejar itu tak pernah bisa melukainya.
Tiba-tiba, seberkas api keemasan mekar di udara bagaikan bunga. Api keemasan itu terkelupas lapis demi lapis, dari dalamnya muncul seorang pria tampan bermahkota emas dan berjubah keemasan. Setiap gerak-gerik pria itu memancarkan kewibawaan ilahi yang dahsyat, membuat hati berdebar-debar seolah menyaksikan Tuhan yang turun ke dunia.
"Han Sen, memutus garis darah Suku Wu tidak akan memberimu keuntungan. Asal kau mau melepaskannya, Sang Dewa ini bersedia mengabulkan tiga syaratmu," ujar pria berjubah emas yang melayang di kehampaan itu dengan suara lembut.
"Itukah wujud asli Sang Dewa?" terkejut bukan main. Tadinya ia mengira tubuh sejati Dewa tak bisa meninggalkan Balai Tembaga Ungu, tak disangka justru di sini ia menyaksikan penampakan sesungguhnya Sang Dewa.
Han Sen sama sekali tidak menghiraukan pria berjubah emas itu. Pisaunya terus menebas telur raksasa tanpa henti, membuat getaran di dalam telur raksasa itu semakin kuat.
“Tuhan ini bisa menghapus tanda klan Wu dari semua makhluk hidup, selain itu juga bisa membantumu melakukan tiga hal.” Pria jubah emas berdiri di kehampaan, melanjutkan bicaranya.
Han Sen kembali menghantam telur raksasa itu dengan keras. Dentuman keras terdengar, telur itu tak lagi bisa mengapung di udara dan langsung terjatuh ke tanah.
Han Sen melompat turun. Pisau Gigi Hantu membawa aura monster purba, tebasan demi tebasan menghujam telur raksasa itu. Dari dalam telur terdengar suara aneh, mirip rintihan kesakitan dan jeritan keputusasaan.
"Cukup!" Wajah pria jubah emas akhirnya berubah. Ia membentak dingin.
Terlihat kobaran api surgawi bagai air pasang menyelimuti langit dan bumi, menyelubungi seluruh alam semesta dalam lautan api keemasan. Pria berjubah emas berdiri di udara bagai dewa api yang memandangi Han Sen dari atas, berkata dengan nada merendahkan: "Sang Dewa ini enggan melanggar aturan, karena itulah belum membunuhmu. Apa kau benar-benar mengira Sang Dewa ini hanya tukang ilusi yang tak berguna?"
Seiring suara pria berjubah emas, kobaran api keemasan langsung melelehkan istana-istana sekitar menjadi sungai lava. Api emas berubah menjadi gerombolan monster mengerikan yang menggeram, disusul naga-naga api yang meliuk di angkasa. Seluruh alam semesta seolah tunduk pada sekali pikiran sang pria berjubah emas.
Di bawah tekanan aura mengerikan itu, Duke Wood tak kuasa menahan diri untuk tidak bersujud menyembah. Namun Han Sen tetap mengabaikan, terus menghantam telur raksasa dengan tebasan bertubi-tubi. Rintihan dari dalam telur semakin memilukan, bahkan retakan mulai muncul di cangkangnya.
Pria Berjubah Emas menggelegar marah, naga api dahsyat dan binatang api purba merasakan kemarahannya, kompak mengaum ke arah Han Sen. Api melilit langit dan bumi.
Han Sen bagai semut yang tersesat di era purba, di hadapan banyak binatang buas, kecil hingga hampir mati hanya dengan sekali tiupan.
Kini kawanan binatang api mengelilingi Han Sen, mengaum marah ke arahnya. Di sekelilingnya, lidah api emas mengerikan menjilat-jilat, hampir membakar tubuhnya. Gelombang panas melelehkan tanah berbatu, sungai lava mengalir di mana-mana.
Tapi Han Sen tetap mengabaikan segalanya, hanya terus menebaskan pisau ke telur raksasa itu. Suara menyakitkan dari dalam telur semakin menjadi-jadi, retakan halus di cangkangnya pun bertambah banyak.
"Wood dan Hei Gang hanya bisa gemetar ketakutan dari kejauhan, sulit dibayangkan Han Sen yang sendirian menerima tekanan seperti itu, ternyata masih bisa menyerang telur raksasa itu dengan pisau."
Bahkan adipati seperti Wood hanya tersisa gemetar di tanah.
"Apa yang harus kulakukan agar kau mau berhenti?" Pria berbaju emas yang tampan seperti dewa itu matanya nyaris menyemburkan api, wajahnya mulai berdistorsi.
Namun yang menjawabnya masih hanya suara pedang Pisau Gigi Hantu. Han Sen seolah buta mata, tuli telinga, dan mati hati. Tangan yang menggenggam Pisau Gigi Hantu terus menebas dengan tegas sekali demi sekali.
Kres!
Cangkang hitam telur raksasa akhirnya tak tahan, terbelah membentuk celah. Cairan keemasan seperti lava mengalir keluar membawa kepanasan menyengat.
“Han Sen, kau berani menghantam sekali lagi, aku pasti akan membuat seluruh klanmu hidup tak tenang mati tak mau.” Pria berjubah emas itu menggeram penuh amarah.
Kres!
Yang menjawabnya masih hanya suara tebasan pisau dan pecahan cangkang telur.
Cangkang itu kembali terbelah, kobaran api ungu kehitaman berhamburan di atas fragmen-fragmen, sementara darah lava emas merembes keluar.
“Aku Kaisar Jun bersumpah pada langit-bumi, akan menyedot gen klanmu, membuang kalian ke tanah purba, membuat seluruh keturunanmu hanya menjadi makanan daging makhluk bodoh, selamanya takkan mewarisi kecerdasan.” Pria berjubah emas itu mengucapkan setiap kata seolah terpaksa dikeluarkan dari gigi gerahamnya.
Seluruh ruang gunung tiba-tiba bergemuruh guntur, awan hitam pekat membanjiri langit dari kehampaan, hujan darah deras menguyur bagai merespons sumpah pria berjubah itu.
Satu demi satu guntur menggelegar bagai hukuman ilahi yang menghujam. Sungai darah bercurah deras berubah menjadi aliran, ditambah kobaran api emas tak berujung, seluruh ruang dalam gunung itu telah bagaikan kiamat yang turun ke dunia.
Petir-petir meledak di sekujur tubuh Han Sen, makhluk-makhluk api menggeram di telinganya, namun dia tetap tak bergeming. Tangan yang menggenggam pisau masih mantap bagai karang, tak goyah sedikit pun.
Tebasan bertubi-tubi, Pisau Gigi Hantu menghujam gila-gilaan ke cangkang telur. Retakan demi retakan muncul di permukaannya. Darah lava merembes semakin deras, nyaris menutupi seluruh permukaan telur raksasa, berbaur dengan asap ungu kehitaman yang semakin terlihat aneh dan mistis.
Xie Qing Di, Gu Qingcheng, dan Si Perak Kecil semuanya telah terkena Tanda Klan Wu. Para malaikat kecil yang tertinggal di markas pun mungkin telah terjangkit efeknya.
Dan dewa yang menyebut diri sebagai Kaisar Di Jun ini sama sekali tidak bisa dipercaya. Semua makhluk yang telah mengikrarkan permohonan padanya, tidak satu pun berakhir baik - hampir semuanya telah tewas.
Satu-satunya metode yang dikuasai Han Sen untuk menghabisi Tanda Suku Hitam itu adalah dengan membunuh telur hitam raksasa berdarah suku hitam ini secara tuntas. Tidak ada jalan lain.
Kini Han Sen yakin, Kaisar Di Jun ini terikat oleh aturan atau kekuatan tertentu sehingga tidak bisa bertindak langsung padanya.
Meski tidak tahu kenapa, ini justru menjadi kesempatan terbaik bagi Han Sen.
Badai petir bergulung-gulung bagai naga, meledak tiada henti di sekelilingnya.
Hujan darah menghantam seperti ombak, membasahi seluruh tubuh Han Sen.
Raungan api raksasa dan bentakan marah Di Jun bagaikan kutukan dari neraka.
Tapi semua itu tak mampu menghentikan jatuhnya Pisau Gigi Hantu di tangan Han Sen.
Kres!
Tidak tahu sudah menerima berapa banyak serangan tebasan, telur raksasa yang sudah penuh retakan akhirnya dihancurkan oleh Han Sen dengan satu tebasan, berubah menjadi serpihan cangkang yang beterbangan. Cairan seperti lava di dalamnya mengalir keluar, menyiprat ke mana-mana.
