Di sebuah planet di Celah Bulan, seorang ibu dari Suku Rebeite sedang berdoa dengan penuh keimanan.
"Ya Tuhan Rebeite, biarkan anakku mengalami evolusi kedua, bahkan jika harus mengalami transformasi varietas langka sekalipun. Aku rela membayar harga apapun." Wajah sang ibu dipenuhi ekspresi sengsara.
Dia adalah salah satu istri Adipati Giok yang telah melahirkan seorang putra. Secara prinsip, dengan gen unggul dari Adipati Giok dan dirinya, seharusnya anak mereka memiliki persentase tinggi untuk menjadi bangsawan.
Namun kenyataannya, saat anaknya mengkristalkan rompi anti peluru genetik beberapa hari lalu, tidak terjadi evolusi kedua. Akhirnya sang anak hanya menjadi orang Rebeite biasa.
Sekalipun seorang adipati, tidak mudah untuk mendapatkan harta yang bisa membuat makhluk biasa mengalami evolusi kedua. Setidaknya Adipati Giok tidak memiliki harta semacam itu. Sang ibu hanya bisa berdoa pada Tuhan, berharap bisa menemukan harta tersebut agar anaknya dapat berevolusi kedua, sehingga anak kandungnya tidak menjadi bahan tertawaan di kediaman adipati.
"Ketulusan doamu telah menyentuh Tuhan ini. Aku bisa memenuhi keinginanmu." Seorang dewa tampan berjubah dan bermahkota emas muncul di hadapan Duchess, dengan senyum aneh menghiasi wajahnya.
Dengan cepat, kabar tentang Mata Air Chixia di Bintang Gerhana bergema hingga ke seluruh Celah Bulan, dan semakin hari semakin diyakini kebenarannya.
Tanpa izin Sang Ratu Pisau Tajam, tak ada yang berani mendatangi Bintang Gerhana untuk mencari Mata Air Chixia. Namun berbagai kekuatan besar di Celah Bulan saling dorong lapis demi lapis, hingga akhirnya Raja Bulan Sabit dan para penguasa lainnya terpaksa mengadakan Pertemuan Bulan Purnama, memanggil Sang Ratu Pisau Tajam untuk hadir.
“Sang Pisau Tajam, benarkah ada Mata Air Chixia di Bintang Gerhana?” Raja Sungai Malam tak sabar bertanya. Di garis keturunan klan Malam, masih ada beberapa junior yang belum mengalami evolusi kedua.
“Bagus.” Sang Ratu Pisau Tajam berkata dengan datar.
“Mengapa tidak memberi tahu sebelumnya? Harta seperti itu bagaimana bisa diberikan kepada mata-mata seperti Han Sen...” Raja Sungai Malam langsung bersemangat protes.
Faktanya bukan hanya Raja Sungai Malam, para Penguasa lainnya juga berpikir sama. Garis darah di keluarga mereka, atau keturunan bangsawan tinggi yang mengikuti mereka, sangat membutuhkan Mata Air Chixia. Mereka mewakili lebih dari sekadar kepentingan pribadi.
Ishara melirik dengan dingin ke arah Raja Sungai Malam: “Saat ini Han Sen masih muridku. Dan jangan lupa, Bintang Gerhana adalah planet yang kau alokasikan untuknya menurut hukum Celah Bulan. Apakah hukum bisa diabaikan semaunya?”
"Ahem," Raja Sungai Malam membersihkan tenggorokannya, namun belum menyerah: "Hukum Celah Bulan tentu tidak boleh dilanggar. Tapi kecurigaan terhadap Han Sen belum terhapus. Jika harta berharga seperti Mata Air Chixia diberikan padanya, bagaimana jika nanti terbukti dia mata-mata? Kerugian kita akan terlalu besar. Bukankah begitu, para hadirin?"
"Benar, harta semacam itu tidak sepatutnya dikuasai oleh ras lain yang masih tersangka," kata Raja Liu Hua.
Kecuali Raja Bulan Hitam, para raja lainnya secara implisit maupun eksplisit menyetujui maksud tersebut.
"Tajam Bagai Pisau, saat ini kita belum tahu berapa cadangan Mata Air Chixia. Jika jumlahnya sedikit mungkin tidak masalah, tapi bagaimana jika ternyata sangat besar? Membiarkannya dikuasai ras lain yang masih tersangka memang kurang tepat. Bagaimana kalau kita kirim utusan dulu untuk menyelidiki cadangannya, bawa pulang air mata airnya baru dibagikan. Berapapun jumlahnya, bagian Han Sen akan disisakan untuknya. Bagaimana pendapatmu?" Raja Bulan Sabit ikut berbicara.
"Pendapat para raja kali ini secara mengejutkan konsisten. Bukan karena mereka serakah akan Mata Air Chixia, tekanan sesungguhnya berasal dari anggota keluarga di belakang mereka dan jaringan hubungan yang rumit."
"Saya tetap pada pendirian: Han Sen adalah murid saya, Bintang Gerhana adalah planet legal milik Han Sen," ujar Ishara dengan ekspresi datar.
"Mengapa kau bersikeras begitu, Pisau Tajam? Pada akhirnya dia tetap ras asing dengan kecurigaan besar," wajah Raja Sungai Malam semakin suram. "Jika kau memaksa, kami akan menggunakan hak suara Pertemuan Bulan Purnama. Hasilnya seperti apa, kau pasti sudah tahu."
Sorot mata Ishara menyapu wajah para raja: "Baik! Kalian menginginkan Mata Air Chixia? Boleh! Setiap keluarga dapat sepuluh slot. Dilarang mengirim bangsawan berpangkat Viscount ke atas. Hasil tergantung kemampuan mereka. Ini batas saya."
"Setuju!" Raja Sungai Malam langsung menyetujui. Para raja lainnya juga tidak keberatan.
Setelah kembali ke planetnya, Raja Sungai Malam segera mengumpulkan sepuluh murid dan pengikut setia berlevel Viscount. Dia memerintahkan mereka untuk membawa pulang Mata Air Chixia.
"Jian Zhi, kamu tetap di sini. Ada urusan yang perlu kubicarakan." Raja Sungai Malam menahan seorang Viscount berkepala burung bertubuh manusia.
"Perintah apa yang Yang Mulia punya?" Sorot mata elang Jian Zhi berkilat tajam saat bertanya.
Raja Sungai Malam menyodorkan sebuah kotak kepada Jian Zhi sambil berkata: "Aku hanya selangkah lagi menuju Pangeran. Ini adalah Bola Spiritual koleksiku. Dengan ini, kau pasti bisa naik level ke Pangeran. Bawa ini ke Bintang Gerhana, lakukan promosi di sana, dan rebut sebanyak mungkin Mata Air Chixia!"
"Siap, Yang Mulia! Hamba pasti takkan mengecewakan." Jian Zhi menerima Bola Spiritual dengan wajah berbinar kegirangan, lalu cepat-cepat membungkuk hormat.
Dengan kekuatan yang dimilikinya, asal menggunakan Bola Spiritual, pasti bisa sukses naik level menjadi Pangeran. Kemungkinan gagal sudah tidak ada, sekaligus menghemat puluhan tahun latihan keras yang tak terhitung.
Semua kekuatan besar mengerahkan sepuluh Viscount ke Bintang Gerhana. Sebuah kapal perang membawa mereka terbang menuju Danau Cermin Roh.
"Celah Bulan belum menjadi Celah Bulan milik Ishara." Di dalam istana, Ishara memandang gambar di layar kaca dengan ekspresi suram, pupil matanya memancarkan cahaya dingin.
Han Sen tetap adalah muridnya. Tapi sekarang harus dipaksa membagi Mata Air Chixia, mana mungkin Ishara tidak marah?
Segala upaya sudah dilakukannya. Jika sama sekali enggan berkompromi, akhirnya memakai perjanjian voting meja bundar, hasilnya malah lebih buruk. Kali ini tidak ada yang berpihak padanya.
“Mitosis... Hanya dengan menjadi mitos... Aku baru bisa benar-benar menjadi ratu yang unik dari Suku Rebeite.” Ishara menutup mata, tenaga dalam tubuhnya mengalir tak henti bagai matahari, bulan, dan bintang-bintang, berubah menjadi binatang buas mengerikan yang menelan langit.
Sekuat Ishara pun, juga memiliki ketidakberdayaannya sendiri, sama-sama haus akan kekuatan yang lebih dahsyat.
Di dalam gua Lembah Kilau Merah, kilau merah tiba-tiba tersedot masuk seperti dihisap pusaran, seluruhnya menghilang tanpa jejak ke dalam tumbuhan yang memancarkan sinar jingga.
Tujuh Cerpelai Merah Senja kecil itu bagai tujuh buah harta mutan, tubuh mereka memancarkan kilauan yang begitu cantik hingga mata hampir tak bisa membuka.
Varietas langka berbentuk lipan dengan ribuan kaki bergerak cepat merangkak, dengan gesit meningkatkan ke arah tumbuhan itu. Di bagian paling depan kepalanya, terbuka celah seukuran mangkuk yang langsung menelan salah satu Cerpelai Merah Senja kecil ke bawah.
Cerpelai Merah Senja kecil itu memancarkan kilau permata, namun wajahnya dipenuhi ekspresi panik. Ia mati-matian mundur ke belakang, tapi ekornya masih terikat pada akar tumbuhan, tak bisa kabur sama sekali.
