“Yang perlu kita tentukan sekarang adalah cara keluar dari Tanah Suci Kebahagiaan. Kalau tidak, sekalipun kita bisa kabur sementara, pada akhirnya Tujuh Buddha tetap akan menemukan kita,” kata Han Sen.
“Bahkan kamu saja tidak tahu cara keluar, apalagi aku.” Haier berpikir sejenak lalu melanjutkan, “Bukankah kamu punya kemampuan tak terlihat? Seharusnya alter ego Buddha-nya tidak bisa menemukan kita, kan?”
Han Sen menggelengkan kepala, “Kemampuan tak terlihat punya banyak batasan. Tidak bisa bertahan lama.”
Xiao Touming sendiri bisa terus-menerus berubah warna dan menyamarkan diri dengan mudah. Tapi membawa benda asing bersamanya akan menguras tenaganya. Xiao Touming yang masih dalam masa kanak-kanak ini, setelah menyamarkan diri selama itu tadi, hampir kehabisan tenaga.
“Apa rencanamu?” Haier berdiri di atas bukit pasir sambil mengamati sekeliling, khawatir Buddha Putra Tujuh Roh akan kembali.
"Jangan berdiri di atas." Han Sen melambaikan tangan pada Haier, menyuruhnya turun ke bawah bukit pasir, lalu berkata: "Bukankah kau murid Da Dao Tian? Meski hanya seorang Viscount, seharusnya kau punya taktik pengganti nyawa kan?"
"Taktik tentu ada. Jika menghadapi bangsawan biasa, bahkan Adipati sekalipun, aku yakin bisa bertahan. Tapi lawannya Buddha Putra Tujuh Roh, sulit dipastikan." Haier tersenyum pahit.
"Jika hanya menghadapi perpanjangan diri pikiran Buddha, apa kau yakin bisa bertahan hidup dan kabur?" Han Sen berpikir sejenak lalu bertanya.
"Kalau hanya perpanjangan diri, justru ada beberapa persen kemungkinan untuk kabur. Tapi taktikku hanya bisa melindungi diriku sendiri..." Haier tampak dilema.
“Itu sudah cukup. Aku akan menuju ke arah tubuh sejati Tujuh Buddha Putra. Jika lancar, secara alami aku bisa menarik perpanjangan dirinya ikut menjauh. Kamu bisa memanfaatkan kesempatan ini untuk keluar dari gerbang Tanah Suci Kebahagiaan melalui rute semula. Jika Tujuh Buddha Putra enggan menarik kembali Buddha-niannya, maka itu tergantung padamu sendiri.” Han Sen berkata.
Mata indah Haier menyapu seluruh tubuh Han Sen dengan tatapan curiga: “Kenapa kamu mau membantuku seperti ini?”
Haier yang berasal dari Da Dao Tian sulit mempercayai bahwa seorang orang asing rela mengorbankan diri untuk membantunya kabur.
Han Sen tersenyum: “Apapun alasan Tujuh Buddha Putra memburuku, dia menunggu hingga hanya tersisa kita berdua baru bertindak. Ini membuktikan dia masih memiliki pertimbangan khusus, tidak ingin orang lain tahu persoalan ini. Jika kamu bisa kabur, mungkin dia akan lebih berhati-hati, bahkan mungkin membatalkan niat membunuhku. Sekalipun tidak, setidaknya dengan adanya narasumber rahasia sepertimu yang bisa memberi kabar pada Shifuku Sang Ratu Pisau Tajam. Jika tidak, kematianku akan sia-sia tanpa ada yang membalas dendam.”
Setelah terhenti sejenak, Han Sen melanjutkan: "Selain itu, target Buddha Putra Tujuh Roh adalah aku. Sekalipun aku ingin kabur, tidak akan ada kesempatan. Hanya bisa bertaruh, tidak ada pilihan lain."
Haier menatap Han Sen cukup lama sebelum berkata: "Jika aku bisa keluar hidup-hidup, pasti akan kusampaikan kabar ini pada Ratu Pisau Tajam."
"Bagus, mari kita sepakat. Kau ke timur, aku ke barat." Han Sen melirik jamnya, "Sepertinya Buddha Putra Tujuh Roh sudah berbalik arah saat ini. Mari kita pergi. Semoga sukses."
Han Ser segera berdiri dan melesat ke arah barat. Meski masih ada keraguan di hati, Haier tahu risiko kematian akan lebih tinggi jika ikut Han Sen. Dengan mengatupkan giginya, dia bergegas ke timur.
Namun Haier tidak berani berjalan cepat. Khawatir Han Sen akan menjadikannya umpan, dia sengaja berjalan sangat lambat.
Mengingat Han Sen menuju barat, begitu Buddha Putra Tujuh Roh berbalik, pasti akan bertemu Han Sen terlebih dahulu. Saat itulah kesempatannya tiba.
Han Sen tentu saja tidak benar-benar mengorbankan diri seperti orang suci. Sambil berjalan ke barat, dia terus melakukan pengamatan di sekitarnya.
Karena sudah lama berada di Tanah Suci Kebahagiaan, pengaruh Lagu Kebahagiaan terhadap makhluk hidup semakin kuat. Untungnya, keteguhan hati Han Sen luar biasa sehingga efek suara itu padanya sangat terbatas.
Setelah menempuh jarak tertentu, Han Sen tak berani melanjutkan. Matanya menyapu sekeliling area sebelum tubuhnya menyelam ke dalam sebuah bukit pasir, membiarkan pasir mengubur raganya.
Terkubur dalam pasir, Han Sen mengoperasikan 《Petrifikasi》 untuk mengubah tubuhnya menjadi batu. Sekalipun Sang Penguasa mitos datang, sulit mendeteksi keberadaannya di sini.
Kini yang harus dilakukan Han Sen adalah menunggu. Begitu Buddha Putra Tujuh yang berbalik arah melewati sampingnya, barulah dia akan keluar dan kabur.
Sekalipun Buddha Putra Tujuh Roh berbalik agak lambat, pihak Haier seharusnya akan bertabrakan dengan perpanjangan diri Buddha. Saat itu juga bisa memancing Buddha Putra Tujuh Roh menuju ke sana.
Tentu saja, Han Sen tidak mengandalkan Haier benar-benar bisa memancing pergi Buddha Putra Tujuh Roh. Dengan kemampuan Buddha Putra Tujuh Roh, pasti akan menemukan Haier hanya sendirian, dan akhirnya tetap akan mengejarnya.
Han Sen sedang bergolak berbagai pemikiran tentang segala kemungkinan dan metode khusus penyusunan strategi jika berbagai situasi terjadi, tiba-tiba merasakan ada makhluk hidup yang lewat di luar. Tapi karena terkubur di bawah pasir dan tidak bisa mengoperasikan aura Dongxuan, dia hanya bisa merasakan adanya makhluk hidup di sekitarnya tanpa tahu apakah itu Buddha Putra Tujuh Roh.
Perlahan-lahan, makhluk itu bergerak ke arah timur. Dengan cepat melewati dekat persembunyian Han Sen, lalu melanjutkan perjalanan ke timur.
Han Sen berhipotesis kemungkinan besar makhluk itu adalah Buddha Putra Tujuh Roh. Kalau tidak, di saat seperti ini siapa yang mau berjalan mundur?
Han Sen hanya menunggu Tujuh Buddha Putra pergi jauh, lalu keluar dari dalam tanah pasir, melanjutkan perjalanan ke kedalaman Tanah Suci Kebahagiaan.
Tapi siapa sangka setelah berjalan ratusan meter ke timur, Tujuh Buddha Putra tiba-tiba menoleh kembali, berputar-putar di area sekitarnya seolah mencari sesuatu.
"Han Sen, kamu memilih menunggu kematian di bawah sana atau keluar untuk bertarung denganku?" Suara Danmo Tujuh Buddha Putra bergema.
Han Sen mengerutkan kening halus: "Aneh, bagaimana dia bisa tahu posisiku?"
Meski bingung, posturnya tetap tak bergerak. Jika Tujuh Buddha Putra benar-benar tahu persembunyiannya, mana mungkin masih basa-basi - pasti sudah menghujamkan kapaknya.
Setelah menunggu tanpa respon, Tujuh Buddha Putra berputar beberapa kali lagi di sekitaran. Jelas dia tidak mengetahui posisi konkret Han Sen.
Tapi entah apa alasannya, dia tampaknya sangat yakin Han Sen berada di sekitar sini, terus enggan pergi, mondar-mandir seolah ingin menemukan lokasi persembunyian Han Sen.
"Pasti ada metode khusus yang memungkinkannya mengetahui perkiraan posisiku, tapi tak bisa mendeteksi diriku yang sudah mempertahankan menjadi batu. Ini agak sulit." Bergolak berbagai pemikiran di hati Han Sen.
Di luar, Tujuh Buddha Putra berhenti. Bibirnya komat-kamit mengucapkan mantra. Tiba-tiba angin berdebu bergemuruh dahsyat. Angin Puyuh bagai naga jahat meliuk-liuk membawa pasir ke langit. Di mana pun melintas, bahkan bukit pasir terkoyak berhamburan. Seolah ingin membalikkan seluruh area seluas seribu meter.
"Memang Marquis bisa semena-mena. Pencarian skala signifikan seperti ini, pasti memakan tenaga yang tak terkira." Demikian Han Sen bergumam dalam hati, namun juga merasa tak berdaya.
Sekalipun berubah menjadi batu, jika terlempar keluar, tetap akan ditemukan oleh Tujuh Buddha Putra.
Namun Han Sen tidak terburu-buru, hanya menunggu angin puyuh itu mendekat. Sebelum mencapai posisinya, ia tetap tak bergerak sama sekali, membiarkan Tujuh Rohani terus menguras tenaganya.
