Segala makhluk hidup menderita, hidup bagai debu.
Han Sen kini menyadari telah melakukan hal merugikan orang lain tanpa menguntungkan diri sendiri—memicu simpanan emosi negatif Gu Zhu yang terakumulasi selama ribuan generasi, membuat hantu batinnya mengakar dalam.
Itu saja belum cukup, yang membuat Han Sen semakin sedih sekarang adalah para murid di luar dilindungi oleh petarung kuat Istana Surgawi, sementara seluruh emosi negatif Gu Zhu terhalangi di dalam Dojo Bintang.
Di dalam Dojo Bintang, selain Gu Zhu, tentu saja hanya tersisa Han Sen. Emosi negatif yang menyebar dari tubuh Gu Zhu mengalir tanpa keraguan ke arah Han Sen.
Han Sen hanya merasakan hidup yang suram, keputusasaan, kesakitan, kesedihan, penyesalan dan berbagai emosi negatif lainnya datang serempak. Sekalipun kekuatan nuansa spiritualnya besar, tetap tidak bisa sepenuhnya memutus nuansa mengerikan itu.
Usungan pengantin merah besar mendarat. Seorang pengantin wanita jelita disambut masuk ke aula pernikahan, bersujud bersama pria tampan dalam ritual pernikahan. Tapi tepat saat pasangan saling membungkuk, sekelompok pencuri berkuda menerobos masuk.
Cahaya pisau berkilauan, darah beterbangan. Tertawa terbahak-bahak terdengar. Pengantin cantik itu diperkosa hingga mati hidup-hidup di hadapan suami barunya dan yang lain.
Di kehidupan ini, Gu Zhu tidak bisa menutup mata dengan tenang.
Di tengah hutan, seekor harimau betina sedang bermain-main dengan dua anak harimau yang baru lahir. Tiba-tiba terdengar suara tembakan. Harimau itu terkena senapan bius hingga tak bisa bergerak. Ia hanya bisa menyaksikan kedua anaknya dikuliti, tulangnya disedot, lalu dipanggang di atas api dan dimakan oleh sang pemburu. Air mata darah mengalir deras dari mata harimau itu.
Di kehidupan ini, penderitaan Gu Zhu bahkan lebih menyiksa daripada kematian.
Di langit, seorang pendekar pedang bertarung melawan banyak petarung kuat. Meski telah membunuh puluhan musuh, tubuhnya sendiri penuh luka dan nyaris tak bernyawa.
Seorang pria paruh baya memeluk wanita genit sambil menatap sinis pada pendekar itu. Ia tertawa terbahak-bahak: "Gu Zhu, pergilah dengan tenang! Aku akan menikmati istrimu, menduduki manor-mu, dan membantai anakmu..."
"Roar!" Kemarahan memuncak, tapi tak sanggup melawan ribuan pisau yang menguliti. Pendekar pedang bertarung sambil mengeluarkan darah dari kerongkongan, namun akhirnya tewas di bawah kaki pria itu. Bahkan ujung gaunnya pun tak tersentuh sedikitpun.
Siklus tak berujung kehidupan demi kehidupan. Setiap reinkarnasi yang dialami Gu Zhu, baik dalam kemiskinan maupun kekayaan, baik sebagai yang kuat maupun lemah, selalu berakhir dengan kesedihan dan penderitaan terparah.
Han Sen sekarang hampir gila. Hantu batin Gu Zhu benar-benar meledak. Emosi negatif itu turun bagai hujan, mempengaruhi kehendak Han Sen. Dia menyaksikan pemandangan pilu penderitaan yang pernah dialami Gu Zhu.
Meski tidak benar-benar mengalami ribuan kehidupan seperti Gu Zhu, potongan-potongan terpedih dari semua siklus reinkarnasinya diputar di otak Han Sen bagai klip video spektakuler. Dia merasakan semuanya seolah-olah terjebak dalam ilusi itu sendiri.
Han Sen berusaha keras menggunakan nuansa-nya untuk memutuskan semua emosi negatif ini, namun simpanan emosi negatif selama ribuan generasi itu terlalu mengerikan, sama sekali tak mampu ditahan. Dengan keteguhan kehendak Han Sen sekalipun, setelah mengalami tragedi memilukan satu demi satu, hatinya pun mulai suram, muncul dorongan untuk mati saja.
Han Sen cepat-cepat menarik kembali pikiran, mengerahkan segala upaya melawan emosi negatif Gu Zhu.
Di dalam Dojo Bintang, Gu Zhu dan Han Sen masih berdiri berhadapan. Tapi yang satu bermuka mengerikan bagai setan, satunya lagi dengan mata tertutup rapat dan wajah memucat.
Ketenangan saat ini lebih menakutkan daripada pertarungan sengit ribuan pedang. Aura mengerikan di tubuh Gu Zhu semakin memuncak, bagai banjir bandang yang jebol tanggul, sama sekali tak tertahankan.
Pupil mata Gu Zhu dipenuhi keputusasaan dan niat membinasakan yang semakin menjadi. Telapak tangannya perlahan meraih pedang giok di pinggangnya.
"Tidak baik, Gu Zhu hampir tidak bisa bertahan lagi." Yun Changkong mengerutkan kening.
Para elder yang masih berada di Istana Surgawi semuanya telah hadir langsung di dojo, dengan ekspresi serius memperhatikan Gu Zhu di dalam medan gaya.
Tragedi sepanjang masa, kesepian ribuan generasi - sekelas Penguasa pun hampir tak sanggup menanggungnya. Bahkan jika Tuan Istana Surgawi turun tangan, konflik ini tetap sulit diatasi. Mereka hanya bisa menyaksikan, meski memiliki kekuatan tak tertandingi namun tak punya kesempatan untuk bertindak.
Penyakit hati harus disembuhkan dengan obat hati. Jika Gu Zhu sendiri tak bisa melewati ujian ini, sekalipun dewa sejati datang, nyawanya tetap tak tertolong.
Han Sen tak kalah menderita. Dengan bersusah payah melawan gelombang emosi negatif itu, Kehendaknya terus terkikis oleh emosi negatif.
Sehebat apapun manusia, pada hakikatnya tetaplah makhluk perasa. Tragedi sedahsyat ini terus mengguncang jiwa - bahkan para dewa pun akan menitikkan air mata, apalagi manusia biasa.
Pandangan matanya juga perlahan berubah seperti abu, aura kematian di sekujur tubuhnya semakin pekat.
"Sial, Han Sen juga terkikis oleh hantu batin Gu Zhu." Qian Yu menyadari keanehan Han Sen, berkata pada Yun Changkong: "Shifu, apa sebaiknya kita keluarkan Han Sen dulu?"
"Saat ini Han Sen tak boleh diganggu. Dialah titik pemicu emosi negatif Gu Zhu. Keberadaannya di sana masih menyisakan seutas ikatan batin dalam hati Gu Zhu, keinginan untuk menang masih tersisa. Jika Han Sen dibawa pergi sekarang, Gu Zhu akan kehilangan target terakhirnya. Aku khawatir dia akan langsung mengalami keruntuhan total tanpa secercah harapan tersisa." Yun Changkong menggelengkan kepala.
"Niat membunuh di mata Gu Zhu semakin menjadi-jadi, wajahnya sudah berdistorsi menyerupai iblis jahat, mengeluarkan napas berat dengan urat-urat menonjol di telapak tangan yang akhirnya menggenggam pedang giok bersarung itu. Perlahan-lahan ia mencabut bilah giok dari sarungnya, sehelai demi sehelai, seolah-olah pedang itu seberat gunung."
"Tuan Istana, Gu Zhu sudah sulit mengendalikan hantu batinnya. Benarkah Paduka tidak akan bertindak?" Di dalam Istana Surgawi, seorang wanita mengerutkan kening.
Tuan Istana Surgawi menggelengkan kepala halus: "Jika bertindak sekarang, yang terselamatkan hanyalah mayat hidup. Hanya dirinya sendiri yang bisa menyelamatkan dirinya."
"Bila hati sudah kerasukan mistis, bagaimana mungkin bisa menyelamatkan diri sendiri?" kata wanita itu.
"Meski hati sudah kerasukan, obsesinya masih tersisa. Masih ada secuil vitalitas yang berjuang bertahan di tengah kematian." Tuan Istana Surgawi berbisik.
"Di mana letak obsesi itu?" wanita itu bertanya lagi.
Tuan Istana Surgawi tak menjawab, sorot matanya yang dalam tertuju pada Gu Zhu dan Han Sen di dalam Dojo Bintang.
Gu Zhu akhirnya mencabut pedang gioknya. Pedang giok itu begitu murni tanpa noda, bersih tak ternoda. Namun di bawah nuansa mengerikan itu, bahkan pedang giok yang bersih itu seolah telah dipenuhi api dosa neraka yang berasal dari dunia bawah.
Faktanya, seluruh emosi negatif Gu Zhu hampir mengkristal menjadi api hitam nyata yang berkobar-kobar dengan ganas.
Memegang pedang giok, Gu Zhu melangkah demi langkah mendekati Han Sen. Langkahnya sangat lambat, bibirnya seolah bergumam sesuatu. Namun karena suaranya terlalu pelan, atau mungkin sama sekali tak bersuara, orang-orang di luar formasi tak bisa mendengar apa yang diucapkannya.
"Apakah Senior Gu Zhu sudah dikendalikan hantu batinnya?" seru Qian Yu dengan jantung berdebar kencang.
Para bangsawan kerajaan dan Elder juga mengira Gu Zhu telah sepenuhnya dikuasai hantu batin, ingin membunuh Han Sen untuk meluapkan kebencian dalam hati. Ekspresi mereka semua menjadi sangat masam.
Para murid Istana Surgawi menyaksikan Gu Zhu melangkah demi langkah mendekati Han Sen, bagaikan iblis jahat yang siap menerkam, hati mereka dipenuhi keputusasaan.
Han Sen tetap berdiri di tempat dengan mata terpejam, seolah tak menyadari kedatangan Gu Zhu. Wajahnya semakin pucat bagai mayat, aura sekujur tubuhnya kian senyap.
Tragedi sepanjang era terus berulang dalam ingatannya, membuatnya tak kuasa menahan diri terhanyut dalam pusaran duka. Meski tak mengalami langsung seperti Gu Zhu, jiwa-raganya telah tenggelam dalam pusaran itu.
Gu Zhu akhirnya berdiri tepat di hadapan Han Sen. Matanya merah menyala, hembusan hidungnya seperti banteng. Tangannya yang mencengkeram pedang perlahan terangkat, lalu diayunkan dengan dahsyat ke arah Han Sen.
"Aduh!" Yun Suyi tak tahan menjerit. Para Elder seperti Yun Changkong pun bimbang, apakah harus segera bertindak menyelamatkan Han Sen.
Tapi di detik berikutnya, pedang giok di tangan Gu Zhu ternyata tidak menghantam Han Sen, hanya menunjuk ujung hidungnya. Dengan suara mirip binatang buas, Gu Zhu mengaum menggeram: "Bertarung denganku!"
"Dia ternyata belum sepenuhnya tersesat!" Semua orang berseri-seri tak bisa menyembunyikan kegembiraannya.
Mata Han Sen terbelalak terbuka. Tangan kanannya menggenggam erat Pisau Gigi Hantu, lalu dengan gerakan hampir gila ia menghunus pedang itu.
