"Yang Mulia Mimpi, kebutuhan apa yang Anda miliki?" Han Sen merasa senyuman makhluk itu menyimpan niat jahat.
Makhluk mimpi tanpa basa-basi, sorot mata ajaibnya berkilau. Han Sen tiba-tiba merasakan tenaga ilahi menghampiri, raganya yang seberat gunung tiba-tiba melayang ke udara tanpa kendali.
Plung!
Han Sen melayang di permukaan danau, langsung jatuh ke dalam air danau.
Kalau hari biasa, jatuh ke danau mungkin tak masalah. Tapi kini badannya seberat gunung, apalagi terbang keluar, sekalipun cuma ingin menjaga kepala tetap di permukaan air pun sulit.
Makhluk mimpi melangkah di atas riak air, mendekati Han Sen yang sedang bergulat di permukaan. Dengan senyum bahagia ia berkata: "Jangan sok, aku tahu kamu punya kemampuan bertahan hidup di air. Di dasar danau ada batu permata dalam lumpur - itu makananku. Ambilkan untukku. Setiap hari aku makan 10 butir. Kurang satu, hadiahmu satu tragedi seumur hidup."
“Ngomong-ngomong, aku lupa memberitahumu, aku sangat menyukai kebersihan bahkan agak fobia kotor. Jadi jangan sampai mengotori air danau, kalau tidak aku akan memberimu 100 tragedi sebagai hadiah.” Makhluk mimpi menambahkan.
Han Sen langsung menyerah begitu mendengar ucapan itu, badannya segera tenggelam ke dalam air.
Napas Air tidak menyulitkannya. Sebenarnya Han Sen baru saja ingin pura-pura berjuang demi mendapat belas kasihan, sayangnya sama sekali tidak berpengaruh di hadapan makhluk mimpi.
Air Danau Mimpi sangat jernih, jenis yang bisa langsung melihat dasarnya. Han Sen memperkirakan kedalaman danau sekitar belasan meter.
Yang agak aneh, Han Sen tidak melihat satupun makhluk hidup di dalam danau, bahkan tumbuhan air sekalipun.
Seluruh danau bersih bagai sepotong batu permata, menakutkan karena sama sekali bebas debu dan transparan.
Raga tenggelam ke dasar danau, kaki yang melayang baru menyentuh pasir di dasar, pasir di sekitar kaki langsung beterbangan mengikuti aliran air, bagaikan kabut pekat yang menjulang.
"Hari ini hari pertama, anggap saja sebagai peringatan. Jika mulai besok pasir lagi-lagi dikacaukan dan mencemari air danau, bersiaplah masuk ke dalam mimpi." Suara makhluk mimpi bergema di telinga Han Sen.
"Kau melarangku menginjak pasir, bagaimana aku bisa mencari batu permata untukmu?" Han Sen buru-buru berteriak.
"Itu urusanmu sendiri. Tugasku hanya menetapkan aturan." Makhluk mimpi berkata dengan sikap wajar.
Han Sen tahu debat tak ada gunanya. Dengan lesu, kakinya meninggalkan dasar danau, tubuhnya melayang mendatar sambil berenang, berusaha menghindari pengadukan pasir.
Tapi pasir dasar danau ini teramat ringan. Sedikit saja tersentuh aliran air, langsung mengambang seperti asap membubung, membuat sebagian besar permukaan air berubah keruh tak karuan.
Han Sen hanya bisa berada dalam posisi kepala di bawah kaki di atas, sebisa mungkin menjaga bagian tubuh lainnya tidak mendekati permukaan pasir dasar danau. Hanya dengan cara ini ia bisa menahan pasir agar tidak terapung.
Jika dalam kondisi normal, mempertahankan sikap seperti ini bukan masalah. Tapi sekarang tubuh Han Sen dibelenggu oleh Gembok Tianxin. Di bawah tekanan berat seperti itu, tetap harus mempertahankan postur ini membuat seluruh otot tubuhnya terasa nyeri seolah akan ambruk dalam sekejap.
Ini pun masih dalam situasi dimana Han Sen terus-menerus menggunakan berbagai tenaga untuk menopang tubuhnya. Kalau tidak, pasti sudah lama ia terjatuh ke dasar danau.
Sekadar mempertahankan sikap seperti ini tetap percuma. Sorot mata Han Sen memindai area dasar danau di sekitarnya. Pasir putih di dasar danau terhampar datar sempurna, bahkan sulit menemukan goresan sekecil apapun di atasnya, apalagi batu kerikil.
Setelah mengamati cukup lama, Han Sen tetap belum menemukan batu permata apapun.
Mengingat ucapan makhluk mimpi yang pernah diucapkan, Han Sen tahu bahwa batu permata pasti terkubur dalam pasir sungai. Dia harus menggali dan menemukan batu permata tersebut dari dalam pasir.
Namun lokasi pasti batu permata di bawah pasir sama sekali tidak diketahui Han Sen. Meski sudah menggunakan aura Dongxuan untuk mengamati pasir sungai di sekitarnya, tetap tidak ditemukan adanya batu permata di bawahnya.
"Lagi pula hari ini tidak dihitung sebagai pelanggaran aturan." Dengan nekat, Han Sen langsung menggali pasir lebih keras. Setelah membalikkan hamparan pasir yang luas, akhirnya dia menemukan sebutir batu permata sebesar kelereng yang murni berkilauan seperti berlian.
"Yang Mulia Mimpi, apakah ini yang Anda cari?" tanya Han Ser sambil mengangkat batu permata di tangannya.
"Bagus. Setiap hari Aku harus memakan 40 butir. Kurang satu pun, akan Kuberikan tragedi seumur hidup padamu. Selain itu, karena kau sengaja merusak pasir sungai dan mencemari air danau tadi, hukumannya ditambah satu bulan lagi." Suara makhluk mimpi bergema entah dari mana.
Han Sen langsung frustasi, tapi di bawah atap orang lain terpaksa menunduk, sekarang hanya bisa bernasib sial.
Di antara pasir danau memang ada batu permata, tapi kepadatan sebarannya sangat rendah, ingin menemukannya tanpa membuat pasir sialan itu terapung, ini bukan hal yang mudah.
Tapi ini masih belum bisa menghentikan Han Sen. Dari Raja Bulan Sabit dan Pisau Celah Bulan, dia telah mempelajari teknik paling murni dan lembut. Dia bisa memasukkan gumpalan tenaga ke dalam air tanpa menimbulkan riak di permukaan, membuat pasir tetap statis juga bukan hal sulit.
Han Sen mengkristalkan teknik Ruh Bulan yang murni dan lembut, dengan hati-hati membalik pasir di dasar sungai untuk mencari batu permata di bawahnya.
Raga dikenakan Gembok Hati Surgawi, harus mempertahankan sikap kepala di bawah kaki di atas, juga menggunakan tenaga murni-lembut untuk menggali pasir demi batu permata, Han Sen bertarung di danau selama belasan jam baru akhirnya mengumpulkan sepuluh buah permata.
Saat Han Sen akhirnya merangkak keluar dari danau, dia berbaring di tanah bahkan enggan bergerak sedikit pun.
"Kau lebih cakap dari yang kuduga. Sepertinya mulai sekarang, bahkan jika aku ingin meminta lebih, tidak akan ada masalah." Makhluk mimpi yang bersantai di bawah pohon besar di tepi danau itu tersenyum manis sambil mengawasi Han Sen.
Han Sen bahkan tak punya tenaga untuk mengolok atau memohon ampun. Dia hanya terbaring di rerumputan tepi danau terengah-engah, seluruh badannya nyeri tak karuan, lemas seolah tak punya tulang.
Takdir memilukan Han Sen sebagai pekerja sungai pun dimulai hari ini. Setiap hari berikutnya, sebagian besar waktunya dihabiskan meraba-raba batu permata di dasar danau. Sedikit waktu sisa hanya bisa dipakai beristirahat, bahkan tak ada kesempatan untuk mempelajari teknik baru.
Han Sen tak tahu apa sebenarnya niat Tuan Istana Surgawi mengirimnya ke sini. Tapi mengingat hubungan emosional antara Tuan Istana Surgawi dan Ishara, seharusnya tidak mungkin mereka berniat membahayakannya.
Apalagi Tuan Istana Surgawi bahkan mengorbankan tenaganya sendiri, memberikannya dua kali Gembok Hati Surgawi, tidak perlu repot-repot seperti itu jika ingin membahayakannya.
Han Sen bekerja tekun sebagai pekerja sungai setiap hari, tapi makhluk mimpi tetap tidak menyukai caranya. Jika tidur terlalu lama atau bangun terlambat, langsung ditendang kuku ke danau oleh makhluk mimpi.
Belum lagi makhluk mimpi cabang ini bilang batu permata segar lebih enak. Sekalipun Han Sen ingin menambang beberapa butir hari ini untuk persediaan besok, tetap tidak diizinkan.
"Beri aku waktu. Setelah naik level ke Mitos dan bisa mengalahkanmu, aku akan memaksamu menyelam cari permata juga. Empat kakumu akan diikat, kau harus pakai lidah untuk meraba!" gumam Han Sen penuh kebencian.
"Ide bagus. Mulai besok, kau akan menggali permata pakai lidah. Tapi jika lidahmu berani menyentuh permata sekali saja, akan kupotong!" suara dingin makhluk mimpi bergema di sisi Han Sen.
Han Sen langsung menggigil kedinginan, dalam hati dipenuhi keputusasaan: "Gila, dia juga bisa membaca pikiran?"
