Total 187 Topeng Hantu level Pangeran dan dua Topeng Hantu level Marquis, semuanya ditembak mati oleh Han Sen dengan satu peluru, tidak ada satu pun yang tersisa, bahkan tidak ada satu Topeng Hantu pun yang kena tembakan kedua.
Selain kekuatan Han Sen sendiri yang memang mencengangkan, pelatihan intensif dalam mimpi juga menjadi alasan utama, kalau tidak, Han Sen tidak akan tahu titik lemah Topeng Hantu, dan mustahil bisa menembak mati Topeng Hantu level Marquis dengan satu tembakan.
Sayangnya, setelah membunuh begitu banyak Topeng Hantu, hanya mendapat satu roh binatang level Pangeran, membuat Han Sen agak kecewa.
Setelah memastikan tidak ada lagi Laba-laba Topeng Hantu yang merangkak keluar dari dalam patung dewa, Han Sen dan Haier menyembul dari retakan lalu mulai membedah mayat laba-laba tersebut dengan pisau tajam.
Makhluk langka di Ruang Dewa Kuno memang berbeda dengan yang di luar, gen varietas langka dalam tubuh Laba-laba Topeng Hantu ternyata berbentuk butiran mutiara kecil.
Setelah semua butiran mutiara kecil berhasil dikeluarkan, Haier mulai ragu-ragu. Karena tidak berkontribusi sama sekali, sistem pembagian 50-50 seperti sebelumnya terasa agak tidak pantas.
Han Seen dengan santai membagi butiran mutiara menjadi dua bagian sama besar. Satu bagian dimasukkan ke kantongnya sendiri, lalu ia mulai merangkak mendekati patung dewa.
Melihat tindakan Han Sen, Haier pun tak lagi ragu dan mengumpulkan sisa butiran mutiara.
Tanpa panduan Haier, Han Sen mustahil menemukan lokasi rahasia ini. Retakan di badan gunung yang begitu banyak, meski telah dilewati berkali-kali, mustahil baginya merangkak sejauh ini sendirian.
Jadi Han Sen merasa adil membagikan setengahnya untuk Haier. Di era apa pun, laporan intelijen selalu sangat berharga.
Tapi keuntungan di sini belum berakhir. Di dalam sarang varietas langka Dewa Kuno, masih ada barang bagus yang menunggu mereka.
Haier menyimpan bola-bola itu, lalu segera mengikuti Han Sen merangkak naik ke bahu patung batu.
"Dari mana seharusnya kita masuk?" kata Han Sen sambil mengamati kepala patung dewa itu.
Berdasarkan pengetahuannya tentang laba-laba bertopeng hantu, makhluk-makhluk itu seharusnya muncul dari sebuah barang aneh. Selama barang itu tidak dihancurkan, laba-laba akan terus bermunculan.
"Biasanya saluran di mulut seharusnya paling dekat dengan Sumber Dewa Kuno. Tapi bagian dalamnya saling terhubung, masuk melalui tempat lain juga bisa mencapai Sumber Dewa Kuno," jelas Haier.
"Apa itu Sumber Dewa Kuno?" tanya Han Sen.
“Kamu tidak tahu Sumber Dewa Kuno?” Haier sedikit terkejut, tapi dia juga tahu Han Sen tidak perlu menipunya, lalu menjelaskan: “Sumber Dewa Kuno adalah tempat yang melahirkan varietas langka Dewa Kuno. Dan itulah barang paling berharga di ruang Dewa Kuno. Asal bisa merebut Sumber Dewa Kuno, kita bisa terus menerus menghasilkan varietas langka Dewa Kuno di masa depan. Seberapa pentingnya barang ini bagi sebuah kekuatan besar, tentu tidak perlu kujelaskan lagi?”
Han Sen mengangguk pelan, badannya sudah merangkak masuk ke dalam mulut patung batu Dewa Kuno.
Haier pun mengikutinya masuk. Ruang di dalamnya memang sangat luas, terowongan batu selebar beberapa meter, hanya agak rendah sehingga mereka terpaksa berjalan membungkuk ke dalam.
“Kalau sama sekali tidak tahu, buat apa datang ke ruang Dewa Kuno?” tanya Haier penasaran sambil berjalan.
Han Sen tidak menjawab. Dia hanya tidak tahu nama Sumber Dewa Kuno tersebut, padahal objek itu sudah pernah dilihatnya dalam mimpi.
"Segala yang seharusnya diberitahukan padanya, makhluk mimpi telah memperlihatkannya dalam mimpi."
Lebih mudah dari perkiraan Han Sen dan rombongannya, mungkin semua Topeng Hantu memang sudah terbantai, mereka tak lagi menemukan laba-laba berwajah hantu lain di dalam patung dewa.
Setelah berputar-putar selama dua tiga jam di saluran yang menjalar ke segala penjuru dalam patung dewa, akhirnya mereka menemukan Sumber Dewa Kuno.
Sebuah lempengan batu sebesar telapak tangan dengan warna abu-abu keputihan yang tidak beraturan, di permukaannya berkilauan pola merah darah berbentuk laba-laba Topeng Hantu.
Haier mengeluarkan lempengan itu dari slot batu, seketika pola laba-laba di permukaannya memudar, tak lagi menyebarkan kilau merah darah yang mengerikan.
"Barang ini cuma ada satu. Jika Kamu mau, bisa Kuberikan dulu." Haier menyodorkan Sumber Dewa Kuno berbentuk Topeng Hantu kepada Han Sen.
"Selanjutnya jadi milikku." Han Sen menolak menerimanya. Dalam mimpinya dulu, Topeng Hantu termasuk jenis yang lemah.
Banyak varietas langka lain yang memiliki sumber Dewa Kuno, jauh lebih kuat daripada Laba-laba Hantu.
Setelah berkata demikian, Han Sen berbalik dan langsung menuju pintu keluar patung batu.
Sekarang raga mereka terikat, berjalan tak begitu cepat, terbang semakin sulit, terpaksa merangkak turun menyusuri patung batu, lalu melanjutkan perjalanan ke dalam melalui saluran gua batu di samping patung.
"Dengan memberikanku sumber Dewa Kuno ini, tak takutkah kamu tidak ada patung Dewa Kuno kedua di dalam?" Haier menyimpan sumber Dewa Kuno sambil tersenyum manis mengikuti Han Sen dari belakang.
"Tak masalah, anggap saja ini imbalan untuk membeli informasi sepanjang perjalanan," jawab Han Sen dengan bicara santai.
"Aku semakin menyukaimu, jika nanti Suku Rebeite tak menginginkanmu, kau bisa bergabung denganku di Da Dao Tian. Ikuti gadis ini, dijamin hidup enak tanpa kerugian," kata Haier.
"Nanti kita lihat," jawab Han Sen santai, tak menunjukkan minat berarti.
Reputasi Da Dao Tian sudah dia dengar, mereka adalah sekelompok perampok besar. Hanya saja mereka lebih berkelas sedikit dibanding pencuri biasa. Makhluk biasa tidak menarik minat mereka untuk dirampok, kalau merampok ya yang besar-besaran.
Banyak Klan atas yang pernah mereka rampok, sehingga banyak musuh yang dibuat di dalam alam semesta genetik.
Hanya karena kekuatan Da Dao Tian memang sangat tangguh, ditambah beberapa alasan lain, hingga sekarang tidak ada yang bisa berbuat apa-apa terhadap mereka.
Han Sen tidak berminat menjadi perampok. Jadi sekalipun Haier benar-benar tulus mengajak, dia tidak akan pergi ke Da Dao Tian. Apalagi wanita Haier ini licik, tidak ada yang tahu rencana apa yang sedang dipikirkannya.
Di belakang patung batu hanya ada satu saluran. Han Sen dan Haier telah berjalan tujuh delapan kilometer, tapi tidak menemukan persimpangan jalan.
Tapi di depan mulai terdengar gemuruh suara air yang samar, sepertinya ada air terjun besar di sana.
Keduanya saling memandang sebentar, semakin memperlambat langkah. Setelah berjalan lagi dua tiga li, mereka melihat area depan mulai meluas. Dari kejauhan terlihat air terjun galaksi bintang mengalir dari cakrawala, menghujam ke bagian terdalam ruang gua dengan suara air yang memekak telinga.
Di balik air terjun itu berdiri megah patung dewa berkilauan cahaya perak. Jelas terlihat air terjun itu mengalir keluar dari area pusar patung tersebut.
Patung itu memiliki tubuh bawah menyerupai kuda tangguh, sementara tubuh atasnya berbentuk manusia namun berkepala burung. Di punggung tubuh manusia itu tumbuh sepasang sayap, membuatnya terlihat aneh dan menyeramkan.
"Apakah leluhurmu pernah mengatakan makhluk aneh apa yang terkandung dalam patung dewa ini?" Han Sen menatap Haier sambil bertanya.
Haier menggelengkan kepala: "Aku tidak tahu. Saat dia datang ke sini dulu, kondisinya sudah luka parah. Bahkan patung batu dewa kuno di depan sana pun tidak disentuhnya, apalagi sampai ke tempat ini. Sepertimu, aku juga tidak tahu apa-apa tentang sini."
Saat keduanya sedang menunduk berdiskusi, tiba-tiba seekor monster perak melompat keluar dari kolam yang terbentuk oleh guncangan air terjun, merangkak melawan arus ke atas, dan dengan cepat masuk ke dalam pusar patung dewa perak.
