Para elder di setiap kursi melotot dan menjulurkan janggut, hampir saja mengangkat lengan bajunya langsung berkelahi.
Jika keberhasilan Bao'er mendapatkan Napas Dewa Seribu Labu masih membuat mereka bisa menjaga sedikit harga diri, maka pada saat Bao'er memohonkan Napas Dewa Seribu Labu untuk Han Sen, mereka telah membuang semua muka ke tanah.
Harga diri itu berharga berapa? Monster-monster tua yang telah hidup tak terhitung zaman ini tak peduli soal itu, yang penting keuntungannya cukup besar.
"Para Elder, Yang Mulia Panglima Istana, kalian semua punya murid, pengikut, anak laki-laki, putri. Aku tak punya apa-apa. Masakan kalian tegas merebut muridku?" Suara itu datang dari luar pintu istana. Tampak Yu Shanxin menggandeng anjing kampungnya Lao Huang masuk sambil tersenyum manis.
Para Elder semua tertekan sejenak. Meski Yu Shanxin hanya setengah langkah menuju mitos, dan meski tampaknya sudah lama tidak membuka jurus pembunuhan, mengingat perbuatannya di masa lalu tetap membuat hati orang merasa berat.
Beberapa Elder di sini bisa naik ke posisi lebih tinggi justru karena Yu Shanxin yang membunuh Elder sebelumnya.
"Yu Shanxin, teknik gen yang kamu latih terlalu aneh, tidak cocok untuk mengajar Bao'er. Oh ya, aku ingat ada murid ras langit dengan tubuh Mingyu Xuan Ti yang baru lahir, sangat cocok mewarisi jubahmu..."
"Benar! Bayi Mingyu Xuan Ti itu paling cocok untukmu."
"Shanxin, gadis ini atributnya terlalu campur aduk. Mengajarnya akan menyia-nyiakan talentamu, itu namanya memakai kapak untuk memotong rumput. Mingyu Xuan Ti lebih bagus... yang terbaik untukmu..."
Para Elder segera menyambung, mereka tak ingin berselisih dengan Yu Shanxin, tapi lebih tidak ingin melepaskan Bao'er.
Yu Shanxin tersenyum tipis, hendak membantah, namun tiba-tiba ekspresinya berubah drastis.
Bukan hanya Yu Shanxin, seluruh Elder, bahkan Tuan Istana Surgawi pun berekspresi berubah. Seluruh Istana Surgawi tiba-tiba diliputi warna-warna ajaib bagai mimpi. Seekor makhluk aneh raksasa berwarna putih salju bagai unicorn memasuki ruangan - tak lain adalah makhluk mimpi itu.
"Dia milikku, kalian tidak keberatan kan?" Makhluk mimpi itu mendekati Bao'er sambil mengedipkan mata, lalu menoleh ke para Elder sambil memicingkan matanya.
"Ahem... Mimpi... Perbedaan ciri biologis kalian terlalu besar... Sepertinya dia tidak cocok mempelajari tenagamu..."
"Aku hanya memberitahu, bukan meminta pendapat. Siapa yang tidak mengakui kekalahan, boleh mencoba Mimpi Sepanjang Era-ku." Setelah berkata demikian, makhluk itu mengabaikan mereka dan berkata pada Han Sen: "Ikuti Aku."
Han Sen telah bergaul dengan makhluk mimpi selama beberapa bulan. Dia tahu watak anggota ini. Hatinya diliputi keraguan. Jika Bao'er mengikuti makhluk itu, mungkin akan mengalami siksaan. Bayangkan Bao'er harus menyelinap ke danau setiap hari untuk menggali permata dan memberikannya sebagai makanan pada makhluk mimpi. Han Sen merasa sangat tidak senang.
Sebelum Han Sen membuat pilihan, Bao'er terkekeh-kekeh melonjak ke punggung makhluk mimpi.
Semua orang langsung terkejut. Itu adalah makhluk mimpi, bukan kuda! Bisakah benda itu ditunggangi? Jangankan menunggangi, terakhir kali ada Sang Penguasa yang memanggilnya "kuda tua" secara pribadi, tak sengaja terdengar olehnya. Langsung dihajar dengan tragedi seumur hidup, hingga detik ini masih belum bangun.
Menurut junior yang merawat Sang Penguasa tersebut, setiap hari dia terbaring di ranjang dengan air mata mengalir deras. Entah mimpi apa yang dialaminya sampai seperti itu.
Bao'er menunggangi punggung makhluk mimpi, tapi makhluk itu sama sekali tidak bereaksi. Langsung membopong Bao'er meninggalkan Istana Surgawi, menuju pulau mimpinya sendiri.
Han Sen terpaksa mengikuti. Meski dirinya sangat enggan pergi ke Pulau Mimpi, tapi sekarang Bao'er sudah dibawa pergi. Ia pun harus gigih bertanya sampai jelas, ingin tahu rencana makhluk mimpi terhadap Bao'er.
"Tuan Istana, bagaimana bisa dia bertindak seperti ini? Kenapa Anda tidak mengintervensi!" Para elder yang baru menyadari situasi mengeluh marah kepada Panglima Istana Surgawi. Tapi tak satu pun berani menghalangi makhluk mimpi membawa Bao'er.
Yu Shanxin berjalan menjauh sambil menggandeng anjing kampungnya Lao Huang. Dari kejauhan terlihat seekor burung layang-layang berbulu hitam dengan perut putih terbang mengitari tubuhnya.
Tuan Istana Surgawi mengangkat bahu dengan pasrah: "Siapa di antara kalian yang berhasil merebut Bao'er darinya, maka Bao'er akan menjadi muridnya. Kalau tidak, percuma kalian terus mengeluh. Pokoknya aku tidak mau ikut campur."
Para Elder saling pandang penuh kebingungan. Siapa berani menghadap makhluk mimpi untuk menuntut orang?
Han Sen sama sekali tak mungkin mengejar kecepatan makhluk mimpi. Makhluk itu membopong Bao'er menembus awan langit, dalam sekejap sudah menghilang tanpa jejak.
Untungnya Han Sen tahu letak Pulau Mimpi. Ia segera terbang menuju ke sana.
Ia khawatir Bao'er akan menderita di Pulau Mimpi. Andai Bao'er dipaksa menggali permata seperti yang pernah ia alami, bagaimanapun caranya harus menyelamatkannya.
Ia sendiri tak tega membiarkan Bao'er menderita seperti itu, apalagi jika orang luar yang memperlakukan Bao'er dengan semena-mena.
Di sini kan Istana Surgawi, sekuat dan semengerikan apa pun makhluk mimpi, kalau dia benar-benar tidak mau membiarkan Bao'er tinggal di Pulau Mimpi, mustahil makhluk itu bisa merebut Bao'er secara paksa.
Ketika Han Sen tiba di Pulau Mimpi, dia melihat makhluk mimpi dan Bao'er memang ada di sana. Tapi pemandangan yang terlihat agak berbeda dari yang dibayangkannya.
Han Sen membayangkan Bao'er dipaksa makhluk mimpi untuk menggali permata di danau, atau setidaknya dimarahi habis-habisan untuk berlatih.
Tapi yang dilihat Han Sen sekarang justru makhluk mimpi itu berbaring di bawah pohon besar tepi danau, sementara Bao'er bersandar di sebelahnya. Di depan Bao'er terhampar banyak buah segar yang belum pernah dilihat Han Sen sebelumnya.
Di antara yang pernah dilihat Han Sen adalah seikat buah berlubang di tengah yang mirip anggur. Benda itu pernah dimakan Han Sen satu buah dari Ishara dulu, memiliki efek membuat armor standar biasa berevolusi kedua dan mencapai tubuh bangsawan.
Sekarang ternyata ada seikat penuh di sana, dilihat sekilas pasti ada belasan buah.
Bao'er mengangkat seikat buah berlubang itu, lalu memakannya satu per satu seperti makan anggur.
"Pasti hanya bentuknya yang mirip, tidak mungkin benar-benar buah berlubang kan?" Han Sen berpikir dalam hati.
"Ayah, ayo makan buah. Buah yang dibawa Meng Meng ini enak." Begitu melihat Han Sen mendekat, Bao'er langsung melompat-lompat masuk ke pelukan Han Sen, memetik satu buah dari seikatannya lalu menyelipkannya ke mulut Han Sen.
Han Sen pun tidak akan segan-segan, membuka mulut dan memakan satu buah. Begitu buah itu masuk ke mulut, Han Sen langsung merasakan air mata ingin mengalir deras.
Benda ini ternyata benar-benar buah peningkat persepsi, makhluk mimpi malah memberikannya sebagai camilan untuk Bao'er.
"Jawaban apaan itu, waktu aku datang cuma dijadikan kuli, giliran Bao'er datang dikasih buah peningkat persepti. Benar-benar mengganggu orang," kata Han Sen sambil menahan air mata yang mengalir ke perutnya.
Makhluk mimpi tidak memaksa Bao'er tinggal di Pulau Mimpi, hanya mengatakan Bao'er boleh datang kapan saja. Ia juga berpesan pada Han Sen, siapa pun yang berani mengincar Bao'er bisa menyebut namanya.
"Kenapa perbedaan antara manusia bisa sebesar ini?" Han Sen sampai ingin kembali ke rahim dan menjalani regenerasi ulang.
Setelah sehari bersenang-senang di Pulau Mimpi, Han Sen membawa Bao'er kembali ke Pulau Giok Kecil. Esok paginya, dengan semangat membara mereka langsung menuju Puncak Awan Berwarna.
