Akhirnya siluet-siluet yang pernah menggemparkan seluruh alam semesta itu satu per satu berubah menjadi debu di atas kanvas, musnah total dalam lukisan, tak menyisakan apapun.
Gulungan kuno hanya menyisakan barisan peringkat kosong: Raja Pertama... Adipati Pertama... Marquis Pertama... Semua nama dari seratus tahun lalu menghilang, tinggal peringkat yang menggantung.
Boom!
Semua peringkat runtuh berantakan, membentuk gulungan lukisan yang menembus seluruh langit berbintang di dalam gulungan perkamen. Di dalam lukisan itu terdapat gunung dan air, bintang, matahari, bulan, lautan luas, awan yang berlalu, gurun sepuluh ribu mil hingga padang rumput seribu mil.
Seluruh langit berbintang seolah membeku dalam gulungan itu. Asal memperhatikan satu titik saja, bisa menyaksikan pemandangan ajaib. Seinci gulungan adalah sepetak langit berbintang, sudah di luar pemahaman tenaga manusia.
Jutaan cahaya bintang berhamburan dari gulungan lukisan. Han Sen yang sedang terkejut tiba-tiba melihat seberkas cahaya bintang jatuh di hadapannya. Cahaya itu ternyata berubah menjadi selembar kertas putih mengambang di depannya.
Han Sen melirik ke sekitar jalan-jalan. Di depan setiap makhluk hidup mengambang kertas putih serupa. Beberapa makhluk sudah mulai menulis nama dan ras mereka di kertas itu.
Sementara makhluk-makhluk biadab langsung menekankan cakar mereka ke atas kertas.
Baik ras yang menuliskan nama maupun makhluk yang hanya meninggalkan cap cakar di atasnya, setelah sekejap, kertas putih berubah menjadi seberkas cahaya bintang yang melesat ke langit berbintang, kembali ke dalam gulungan perunggu kuno yang menyerupai kubah langit.
Di jutaan bidang bintang, berkas-berkas cahaya bintang menerjang langit bagai hujan meteor yang luar biasa, semuanya berkerumun menuju gulungan perunggu kuno.
Han Sen melihat kertas putih di hadapannya. Awalnya tak ingin menghiraukan, namun tiba-tiba dengan konsentrasi penuh, jarinya menuliskan kata "koin emas" dan "ras manusia".
Begitu jari Han Sen meninggalkan kertas itu, kertas tersebut segera berubah menjadi cahaya bintang yang membelah cakrawala, dalam sekejap menyatu ke dalam lukisan langit.
"Kalau Tuhan itu benar-benar ingin mencari masalah dengan manusia, biarkan saja. Baru dengan bergerak, 'itu' akan menunjukkan celah." Dalam hati, Han Sen teringat perkataan Tianzhu padanya dulu.
Han Sen masih merenung, tiba-tiba melihat kertas putih miliknya jatuh di suatu posisi pada gulungan kuno, memancarkan sinar gaib.
Han Sen hanya merasakan sekeliling raganya berdistorsi, seolah menggunakan perangkat teleportasi, dalam sekejap mata telah muncul di padang rumput yang sangat luas.
"Sepertinya di sini seharusnya sudah berada dalam Geni Zhongsheng Pu." Han Sen melihat sekelilingnya, langsung memastikan ini adalah posisi yang diisi kertas putihnya.
Han Sen masih mengamati sekitar, tiba-tiba melihat seekor monster besar menyerbu ke arahnya - varietas langka level Marquis.
Postur monster itu menyamai dinosaurus, menyeruduk dengan biadab. Han Sen tetap tak bergerak. Saat monster raksasa itu hampir menabraknya, barulah ia mengulurkan satu tangan menekan tanduk runcing di ujung hidung monster itu.
Boom!
Monster itu seolah menabrak Tembok Besi, tubuhnya tiba-tiba berhenti total.
"Han Sen mengayunkan tinju satunya, langsung melontarkan monster itu terbang lebih dari seratus meter. Tubuhnya menggaruk tanah membentuk parit dalam, sementara monster itu menyemburkan darah segar, meronta beberapa kali sebelum akhirnya tumbang tak bergerak."
"Berhasil Membunuh Varietas Langka Level Marquis 'Besi Hitam', Gen Varietas Langka Ditemukan."
"Mudah sekali matinya?" Han Sen tertegun sejenak.
Setelah Tulang Giok dan Kulit Es-nya naik level ke Marquis, peningkatan kekuatan raga dan tenaganya sangat signifikan. Jauh lebih efektif untuk pertempuran dibandingkan Sutra Hidup Darah.
Beberapa Marquis yang menyaksikan kejadian ini langsung berubah pucat. Tanpa basa-basi, mereka memanggil kertas putih dan menyobeknya. Badan mereka berdistorsi sesaat sebelum menghilang dari Geni Zhongsheng Pu.
Han Sen dengan konsentrasi penuh menggerakkan tangan, kertas putih bertanda tangannya langsung mendarap di telapak tangan. Dia sudah paham bahwa merobek kertas ini berarti menyerah secara sukarela dan akan langsung terkirim keluar dari Geni Zhongsheng Pu.
Han Sen tentu tak mau menyerah. Dengan konsentrasi baru, kertas itu melayang sendiri bagai elf yang bisa terbang, mengikuti di sisinya.
Siapa pun bisa langsung melihat tulisan "koin emas" dan "empat karakter ras manusia" di permukaannya. Sorot mata Han Sen juga menangkap para Marquis di sekitarnya yang memiliki kertas serupa mengambang di sekitar mereka.
Sekencang apa pun pertempuran sengit dan fluktuasi energi yang terjadi, tak sedikitpun mampu mengusik kertas-kertas itu. Mereka seperti ilusi yang tiada, hanya sang tuanlah yang bisa mencabik-cabiknya dengan tangan kosong.
Han Sen berjalan di atas padang rumput. Sebelumnya dia pernah mendengar bahwa masuk pertama kali ke Geni Zhongsheng Pu ibarat audisi massal - banyak makhluk setingkat berkumpul di area yang sama, saling menyerang hingga hanya tersisa sepuluh ribu makhluk yang masuk peringkat sepuluh ribu besar, baru kemudian diadakan Pertempuran Peringkat Sepuluh Ribu Besar.
Dalam pertarungan pertama ala audisi massal ini, apapun metodenya, selama bisa bertahan hidup hingga hanya tersisa sepuluh ribu bangsawan setingkat, itulah saatnya naik level.
Karena perbedaan kemampuan ras, ras-ras yang ahli dalam menyembunyikan diri juga bisa memamerkan keunggulan mereka di sini.
Han Sen sama sekali tidak berniat menyembunyikan diri. Tujuan aslinya memang ingin memperkenalkan pada seluruh makhluk dan Tuhan itu bahwa ada manusia bernama Koin Emas yang datang ke alam semesta genetik.
"Ras manusia? Aku belum pernah dengar." Seekor naga perkasa bersayap besar dengan tanduk di kepala mendekati Han Sen. Setelah melirik kertas putih di sampingnya, ia mencibirkan bibir berkata.
"Komunitas Naga?" Han Sen menatap naga itu sambil bertanya.
“Naga Tiga Puluh Sembilan, bertemu dengan gua adalah kemalanganmu.” Naga Tiga Puluh Sembilan mengangkat kepala dengan sombong, tubuh perkasanya menyebarkan hormon jantan yang kuat.
Bukan semua anggota komunitas naga ikut dalam pertempuran Geni Zhongsheng Pu ini. Banyak yang tidak berpartisipasi, termasuk Naga Sembilan Belas dan Long Jiu.
Beberapa tetua naga lainnya juga sedang menyaksikan pertempuran ini.
Naga Sembilan Belas dan Long Jiu sama-sama memusatkan perhatian pada Naga Tiga Puluh Sembilan, karena dialah yang terlemah di antara generasi mereka yang ikut Geni Zhongsheng Pu.
Meski menjadi Marquis naga terlemah yang bertempur, bagi ras lain, ras naga murni tetap personifikasi kekuatan. Kelemahannya hanya relatif dibanding naga murni lainnya.
“Manusia apa itu? Belum pernah dengar. Cepat pukul sekali dan mengalahkannya, jangan membuang-buang waktu.” Long Jiu mencibirkan bibir berkata.
Long Sembilan Belas sepertinya secara intuitif mendengar perkataannya, menggeram keras lalu langsung menghantamkan tinjunya ke arah Han Sen. Nafas naga yang mengerikan berubah menjadi naga raksasa yang mengaum, dalam sekejap menghantam ke hadapan Han Sen.
Han Sen juga tidak menghindar, dengan tinjunya yang sama menghadang nafas naga yang sebesar naga itu. Hanya saja pukulan ini jauh lebih murni, bahkan tanpa menggunakan cahaya ilahi, murni mengandalkan tenaga fisik.
"Hmph... Berani membandingkan kekuatan dengan komunitas naga kami? Manusia aneh ini benar-benar polos sampai... menggemaskan..." Ucapan Long Jiu terhenti mendadak, ekspresinya berubah drastis.
