"Pergilah, tinggalkan namamu di Prasasti Haichuan. Di mana pun engkau berada nanti, ingatlah bahwa kau adalah murid Istana Surgawi."
Dua minggu setelah kembali ke Istana Surgawi, Han Sen menyelesaikan seluruh urusannya lalu menghadap Panglima Istana Surgawi. Saat perpisahan, sang Panglima berkata padanya.
Laut menampung ratusan sungai, keluasan hati menciptakan keagungan.
Di Istana Surgawi terdapat banyak murid titipan dari berbagai ras. Saat masa latihan mereka berakhir dan hendak pergi, mereka dapat mengukir nama di Prasasti Haichuan, sebagai bukti bahwa mereka pernah menjadi murid Istana Surgawi yang hidup dan berlatih di tempat ajaib ini.
Ishara pernah meninggalkan jejaknya di Prasasti Haichuan, tentu Han Sen juga tak terkecuali. Ini merupakan ritual terakhir bagi murid titipan sebelum meninggalkan Istana Surgawi.
Ketika Han Sen tiba di depan Prasasti Haichuan, sudah banyak murid Istana Surgawi yang menunggu di sana, ingin menyaksikan Han Sen meninggalkan nama di prasasti tersebut.
Bagi Han Sen yang berstatus murid titipan ini, banyak murid sejati Istana Surgawi memiliki kondisi hati yang rumit.
Keunggulan Han Sen tak perlu diragukan. Meski bakat-bakat di Istana Surgawi tak terhitung jumlahnya, yang pernah sejajar dengan Gu Zhu hanyalah dia semata. Penghargaan seperti ini bukan milik semua orang.
Namun semakin unggul Han Sen, semakin dalam penyesalan orang-orang atas kesulitan kenaikan pangkat Marquis-nya. Semua orang paham betul akan hal ini.
Dengan tingkat kesulitan kenaikan level yang seperti ini, apalagi mencapai level mitos, bahkan untuk naik ke level Raja saja masih sulit dipastikan. Bakat secemerlang ini, jika tak bisa mencapai level Raja, akhirnya akan menghancurkan harapan banyak orang.
Tentu saja, ada juga yang diam-diam lega. Lega atas jalan promosi Han Sen yang berliku, lega karena hampir tidak ada kemungkinan baginya untuk mencapai puncak karier tertinggi.
Prasasti Haichuan, merupakan sebuah pulau melayang di dalam Istana Surgawi, bisa juga disebut sebagai gunung melayang.
Bukit batu hitam setinggi tiga puluh ribu meter mengapung di hamparan kehampaan, bagaikan pedang tajam menembus langit dengan wibawa yang membuat orang gemetar ketakutan.
Pada dinding tebing selicin cermin di bukit batu raksasa itu, terdapat banyak jejak: nama-nama, bekas pedang, ukiran berbentuk bunga, serta beberapa lukisan tokoh.
Istana Surgawi tidak memberlakukan aturan khusus bagi murid titipan untuk meninggalkan nama di Prasasti Haichuan. Saat meninggalkan tempat ini, mereka boleh secara bebas membuat pahatan apapun sebagai bukti pernah berlatih dan tinggal di sini - sebuah tanda milik waktu dan nostalgia.
Namun meninggalkan jejak di Prasasti Haichuan sama sekali bukan hal yang mudah.
Alasan gunung ini disebut Prasasti Haichuan adalah karena seluruh material gunung ini terbuat dari batu Haichuan. Delapan karakter "luasnya seperti laut yang menampung semua sungai" tidak hanya bermakna spiritual, batu Haichuan sendiri memiliki karakteristik ajaib yang dapat menyerap berbagai jenis tenaga dengan atribut berbeda.
Tenaga yang bekerja pada batu Haichuan hanya memberikan efek kurang dari 0.01%. Semakin lama jenis tenaga yang sama bekerja, resistensi batu Haichuan terhadapnya semakin kuat. Bahkan Marquis level biasa sulit meninggalkan nama lengkap di atasnya.
Banyak bekas pisau dan pedang di permukaannya merupakan bukti bahwa murid titipan yang pergi tidak memiliki kekuatan cukup untuk menulis nama lengkap, sehingga hanya meninggalkan satu goresan sebagai pengganti nama mereka.
Hanya elite di kalangan Marquis yang mampu menulis nama lengkap di batu Haichuan. Mereka yang bisa melukis atau menulis puisi di sana adalah yang terbaik dari yang terbaik.
Tentu saja, ada beberapa pengecualian. Misalnya, puncak Gunung Haichuan yang awalnya menonjol seperti ujung pedang, namun dengan gemilang dipotong lebih dari empat meter oleh Ishara sebelum pergi. Jejak ini sekaligus menjadi bukti latihannya di Istana Surgawi.
Potongan bebatuan yang terbabat itu dibawa Ishara kembali ke Celah Bulan. Di Bintang Tajam Pisaunya, batu tersebut diubah menjadi bukit buatan di taman yang dinamainya "Gunung Kecil Haichuan".
Han Sen memandang Prasasti Haichuan sambil berpikir diam-diam: "Ishara saja membawa cenderamata pulang. Kalau aku tidak membawa sedikit pun, bukankah itu akan merugikan?"
"Membabat puncak gunung untuk dibawa pulang?" Tangan Han Sen meraba dagu, sorot matanya menyapu puncak gunung.
Bagian tertajam dan terkecil puncak sudah dibabat Ishara. Area tersempit yang tersisa sekarang selebar 7-8 meter. Mengingat karakteristik Batu Haichuan, membabatnya pasti menjadi kerja keras.
Dan semakin ke bawah, bagian itu akan semakin tebal, membuatnya lebih sulit untuk dipotong.
Dulu ketika Ishara pergi, dia sudah berstatus Adipati. Sekarang Han Sen baru Marquis, secara tenaga dasar sudah kalah. Jika menggunakan Hongtian Liupou untuk meledakkan, mungkin masih bisa memecahkan sebagian kecil.
Tapi cara seperti itu terlalu tidak elegan. Ini kan perpisahan kenang-kenangan, bukan perampok yang menambang emas. Tindakan seperti itu kurang beradab.
Han Sen merasa dirinya adalah orang yang punya kriteria ketat. Jadi hal semacam itu hanya akan dilakukan dalam kondisi terpaksa.
Tapi pergi dengan tangan kosong begitu saja, Han Sen merasa agak tidak rela.
Sekalipun tidak bisa membawa puncak gunung kecil seperti Ishara, setidaknya bawa sepotong batu Hai Chuan pulang. Lagipula batu Hai Chuan sangat berharga, merupakan material premium untuk membangun ruang rahasia profesional.
Ruang rahasia yang dibangun dari batu Hai Chuan, bukan cuma pencuri biasa, bahkan Sang Penguasa yang mencoba menggali secara terbuka pun perlu mengeluarkan tenaga ekstra untuk membukanya.
Menggunakan Batu Haichuan untuk membuat ruang latihan dan tempat seperti batu pertarungan adalah pilihan terbaik.
Han Sen diam-diam menghitung, jika bisa membawa lebih banyak Batu Haichuan pulang, lalu dikombinasikan dengan material yang memiliki sifat memori plastis, membangun ruang latihan di markas akan jauh lebih praktis.
Kedepannya saat berlatih teknik gen atau sparing seni bela diri dengan saudara serikat kami, tak perlu lagi khawatir markas akan hancur.
"Sayangnya, aku masih seorang Marquis, tenaganya masih terlalu jauh berbeda. Andai aku petarung level Raja, akan kuhujamkan kapak membelah Gunung Haichuan jadi dua, kutarik separuhnya untuk membangun markas. Lagipula Istana Surgawi mereka yang kaya raya sudah menggunakan Gunung Haichuan sebagai tembok peringatan, pasti tak peduli jika kuambil separuh sebagai batu bata. Tapi tenagaku terlalu rapuh, paling-paling hanya bisa membabat sedikit, bahkan tak cukup untuk mengalas lantai kamar mandi." Bergolak berbagai pemikiran dalam hati Han Sen.
“Sudahlah, satu unit kecil ya satu unit kecil, anggap saja sebagai kenang-kenangan, masih lebih baik daripada tidak sama sekali.” Han Sen berpikir sejenak, tiba-tiba hatinya berdesir: “Sekalipun kecil, tetap ada perbedaan ukuran. Semakin banyak kubabat, semakin baik. Jika melewatkan kesempatan ini, di masa depan tidak akan ada lagi peluang.”
Sambil memicingkan mata kanan, pupil hitam Han Sen tiba-tiba berubah menjadi ungu lalu terbelah empat, berubah menjadi empat pupil kecil berbentuk kelopak bunga berwarna ungu.
Dengan mata terpejam, Han Sen mengamati permukaan Gunung Haichuan, mencari titik terbaik untuk mengayunkan pisau.
Tuan Istana Surgawi yang memperhatikan ekspresi Han Sen tiba-tiba merasa dadanya berdebar. Dulu saat Ishara pergi, sepertinya juga menggunakan pandangan seperti itu ketika mengamati Gunung Haichuan.
“Syukurlah… syukurlah… syukurlah dia pergi di level Marquis… Kalau sampai level Adipati seperti Ishara baru pergi… mungkin Gunung Haichuan akan terpotong lagi sebagian… Sekarang paling-paling cuma tercungkil sedikit… Tidak apa-apa… Tidak masalah…” Tuan Istana Surgawi diam-diam merasa lega.
