"Jangan-jangan dia ingin meniru Sang Ratu Pisau Tajam, memotong puncak gunung untuk dibawa pulang?" Wanita Berkerudung Hitam di sisi Tuan Istana Surgawi membeku sejenak, dengan raut wajah penuh keanehan.
"Hmph! Hubungan guru-murid mereka sama saja sifat buruknya." Tuan Istana Surgawi mendengus keras, yakin Han Sen pasti berniat seperti itu.
Wanita Berkerudung Hitam tersenyum bahagia dan berkata: "Meski Han Sen sangat kuat, tapi mengingat dia baru naik level sebagai Marquis, dibandingkan Sang Ratu Pisau Tajam yang dulu naik ke tingkat Adipati, tenaganya masih jauh tertinggal. Sang Ratu Pisau Tajam kala itu hanya membabat ujung gunung. Bagian paling tipis di puncak Gunung Haichuan di bawah ini tebalnya 7-8 meter, semakin ke bawah semakin berlipat-lipat tebalnya. Han Sen sekalipun mengerahkan segala upaya, paling-paling hanya bisa menghantam sepotong kecil bebatuan. Tak perlu terlalu khawatir."
"Istana Surgawi kami memiliki basis yang luar biasa besar. Biarkan dia mengambil sesuka hati, berapa banyak yang bisa dia bawa? Bagai semut menggerakkan pohon, biarkan saja." Tuan Istana Surgawi berkata dengan kemegahan.
Sebenarnya meski Tuan Istana Surgawi tak ingin membiarkan Han Sen mengambil, tak ada yang bisa dilakukan. Tradisi meninggalkan nama di Gunung Haichuan dan membawa sedikit batu Haichuan sebagai cenderamata telah menjadi aturan tak tertulis di Istana Surgawi sejak zaman dulu. Tidak pantas hanya membatasi Han Sen sendiri.
Lagipula Istana Surgawi memang tidak kekurangan batu Haichuan. Kalau tidak, mereka takkan menggunakan seluruh gunung batu Haichuan sebagai tembok kenangan.
Selain itu, umumnya murid titipan hanya mengambil serpihan batu yang terlepas saat mengukir jejak sebagai cenderamata. Seperti Ishara yang berhasil memotong puncak gunung, itu satu-satunya kasus dalam sejarah panjang Istana Surgawi, tak ada duanya.
Semua mata tertuju pada Han Sen yang masih berdiri di depan puncak gunung, bertengger di atas awan merah tanpa maju selangkah pun.
Aura Dongxuan telah diaktifkan. Di matanya, batu Haichuan kini terurai menjadi rantai keteraturan berstruktur partikel, membuatnya mudah menemukan posisi lubang kecil itu.
"Ternyata di sini!" Hati Han Sen berdebar halus sebelum akhirnya mendarat di puncak dan menghunus Pisau Gigi Hantu.
Dalam hati Han Sen bergumam, "Membawa sedikit batu Haichuan tak ada gunanya. Lebih baik kucoba apakah cacing batu itu masih hidup."
Han Sen sangat tertarik dengan cacing batu di dalam Hai Chuan Shi, jadi dia mengurungkan niat untuk memotong sepotong batu tersebut. Dia hanya menghunus Pisau Gigi Hantu dan memusatkan tenaganya di ujung pedang.
Bao'er duduk di bahu Han Sen, penasaran mengamati pedang di tangan ayahnya, lalu melirik ke batu Hai Chuan Shi di bawah. Sepertinya dia mulai menangkap maksud tertentu.
Para hadirin lain masih bingung, tak mengerti tujuan Han Sen berdiri di puncak sambil menghunus pedang.
"Apakah Guru Han ingin mengukir namanya di puncak? Tapi kalau diukir di situ, bukankah orang biasa takkan bisa melihatnya?"
"Pasti bukan sekadar ukiran nama. Selama ini prasasti selalu ditulis di tebing vertikal, bukan di lantai batu. Kalau namanya diukir di sana, setiap pendaki berikutnya akan menginjak-injaknya. Seorang secerdas Han Sen tak mungkin melakukan hal bodoh seperti itu."
"Tapi kalau bukan untuk mengukir, lalu untuk apa dia berdiri lama-lama di puncak?"
Semua orang penuh kebingungan, untuk sementara tak ada yang bisa menebak pikiran Han Sen. Bahkan wanita berkerudung hitam di sisi Tuan Istana Surgawi pun mengerutkan kening halus: "Apa yang ingin dia lakukan di posisi seperti itu? Jika ingin menghantam Batu Haichuan, itu bukan pilihan bagus. Arah pengerahan tenaganya tidak tepat."
Tuan Istana Surgawi mengerutkan kening melihat Han Sen yang diam. Dalam hatinya terasa ada yang tidak beres, tapi mengingat Han Sen baru saja naik pangkat menjadi Marquis, mustahil dia bisa membuat perubahan besar.
Yun Suyi dan yang lain juga penasaran mengawasi Han Sen, tak tahu apa yang ingin dilakukannya.
Han Sen memegang erat Pisau Gigi Hantu. Titik energi pedang di ujung pisau semakin mengkristal.
Metode pemampatan dan pemadatan yang dipelajari dari komunitas naga memungkinkan Han Sen mengkristalkan benang pedang ultra-tipis. Dengan satu tusukan, benang pedang akan langsung menembus lubang kecil itu. Jika cacing batu di dalam masih hidup, pasti akan bereaksi saat bersentuhan dengan benang pedang.
Tentu saja, Han Sen juga tidak bermaksud membunuhnya, hanya ingin memeriksa apakah makhluk itu masih hidup. Jika benang pedang menyentuh cacing batu, secara alami akan menyembunyikan kekuatannya agar tidak mengambil nyawanya. Han Sen yakin sepenuhnya akan kemampuan kontrol ini.
Namun Gunung Haichuan setinggi lebih dari 30.000 meter. Bahkan jika cacing batu berada di pusat setengah gunung, jaraknya masih lebih dari 10.000 meter. Mengirimkan kekuatan benang pedang sejauh itu bukanlah hal yang bisa dilakukan Marquis biasa.
Kecuali karena keahlian Han Sen dalam teknik Ruh Bulan dan Meriam Magnetis Yin-Yang yang menggunakan sentuhan fleksibilitas, mustahil mengirimkan benang pedang ke jarak sejauh itu.
Namun Han Sen sendiri tidak memiliki keyakinan penuh, sehingga terpaksa mengerahkan segala upaya untuk mencobanya. Sekalian ia menancapkan Pisau Gigi Hantu ke batu Haichuan, meninggalkan satu bekas pisau sebagai kenang-kenangan.
Semua orang melihat Han Sen berdiri di puncak Gunung Haichuan, kedua tangannya mencengkeram gagang Pisau Gigi Hantu. Ujung pisau menghadap ke bawah, cahaya ungu-kehitaman aneh semakin mengkristal di atas bilahnya, seolah ada iblis jahat yang meronta-ronta dan menggeram di permukaan senjata.
Han Sen memusatkan seluruh tenaganya hingga titik puncak. Tanpa basa-basi, dia mengerahkan kekuatan penuh kedua tangannya, menyodorkan ujung pisau ke arah lubang kecil yang ultra-tipis itu.
Krak!
Kekuatan dahsyat langsung membelah batu Haichuan. Ujung pisau menembus masuk, bilah Pisau Gigi Hantu menyusup cepat ke dalam tubuh gunung. Dalam sekejap mata, seluruh bilah hingga gagangnya sudah tertancap sempurna.
Lalu Han Sen berlutut dengan satu lutut di sana, kedua tangan tetap mencengkeram gagang pisau. Posisi heroik ini dipertahankannya terus-menerus, tanpa berusaha mencabut senjata maupun melakukan gerakan lanjutan.
Semua orang yang melihatnya hatinya berdesir, kekuatan satu tebasan itu hingga gagang pisau menghilang, menunjukkan bahwa tenaga Han Sen memang luar biasa. Marquis biasa mustahil bisa menusukkan pisau, apalagi hingga gagangnya masuk, bahkan beberapa inci saja sudah sulit.
Meski tebasan ini kuat, dibandingkan dengan ketenaran Han Sen, masih kurang greget.
Murid Istana Surgawi awalnya mengira pedang di tangan Han Sen akan melakukan aksi lain, memanfaatkan gaya untuk menulis karakter atau melukis di atasnya. Namun setelah menunggu sebentar, mereka menyadari Han Sen sama sekali tidak berniat bergerak.
Secara alami orang-orang tidak bisa melihat bahwa saat Han Sen menusukkan pedangnya, benang pedang yang terkristal di ujung pisau telah menerobos masuk ke lubang kecil itu, melesat cepat menuju kedalamannya.
Ini benar-benar pekerjaan teknis murni! Mampu mengkristalkan benang pedang lebih tipis dari lubang kecil, itu bukan kemampuan orang biasa.
Dan selama proses menusukkan benang pedang ke bawah, benang pedang sama sekali tidak boleh menyimpang dari lubang kecil dan menyentuh bebatuan. Jika tidak, tenaga benang pedang akan terhalang oleh bebatuan.
Mempertahankan tingkat kristalisasi benang pedang seperti ini sambil menerjang ke bawah lebih dari sepuluh ribu meter—di seluruh alam semesta genetik, mungkin hanya segelintir Marquis yang mampu melakukannya.
Apalagi lubang kecil ini bukan hasil pengeboran laser, tidak selalu lurus. Sedikit kelengkungan di bagian tengah akan membuat benang pedang yang menabraknya hancur lebur. Tanpa kemampuan persepsi Han Sen dan kontrol mutlak terhadap benang pedang, mustahil mengirimkannya hingga ke posisi cacing batu.
