Han Sen berjongkok setengah di puncak gunung sambil mencengkeram gagang pedang tanpa bergerak. Bukan dia tidak ingin bergerak, tapi tidak bisa—dia sedang fokus mengendalikan benang pedang yang merayap ke kedalaman lubang.
Tanpa kendalinya, benang pedang pasti sudah menabrak bebatuan sejak lama. Mustahil menerobos hingga kedalaman lebih dari sepuluh ribu meter.
Han Sen terus tidak bergerak, membuat semua orang sedikit bingung. Tuan Istana Surgawi sepertinya menyadari sesuatu, ekspresinya berubah halus: "Apa yang dilakukan anak muda ini?"
Banyak murid Istana Surgawi penasaran dengan aktivitas Han Sen, mereka berdiskusi diam-diam.
"Apa ini sudah selesai? Hanya meninggalkan bekas pisau?"
"Awalnya cukup berharap, ternyata cuma bekas pisau. Bekas seperti ini mungkin bahkan tidak meninggalkan nuansa. Lebih baik menulis puisi atau melukis!"
"Benar, harapan sia-sia selama ini."
Para murid tampak kecewa. Bagaimanapun, meninggalkan nama di Gunung Haichuan adalah kesempatan murid titipan untuk menampilkan diri. Mereka mengira akan melihat sesuatu yang menarik, tapi ternyata hanya satu tebasan.
Kres!
Saat murid-murid Istana Surgawi berdiskusi, tiba-tiba terdengar suara ringan dari arah Gunung Haichuan, seperti lempengan batu retak.
Semua orang berhenti berdebat dan kembali memandang ke arah Gunung Haichuan. Mereka melihat Han Sen masih berlutut dengan satu lutut di sana, kedua tangannya mencengkeram gagang pisau, badannya tidak bergerak sama sekali, tetap mempertahankan sikap seperti sebelumnya.
Gunung Haichuan juga tampak tidak mengalami perubahan apapun. Hal ini membuat para murid sedikit kecewa. Mendengar suara batu tadi, mereka sempat mengira pisau Han Sen akan bergerak lagi.
Kreek!
Kembali terdengar suara retakan lempengan batu. Kali ini semua orang mendengar dengan jelas - suara itu berasal dari tempat Han Sen menancapkan pisaunya. Sorot mata mereka spontan tertuju ke sana.
Sayangnya ketajaman mata kebanyakan orang tidak cukup baik. Jarak yang cukup jauh membuat mereka tidak bisa melihat perubahan apapun.
Namun para petarung kuat seperti Panglima Istana Surgawi, Wanita Berkerudung Hitam, dan Yun Changkong justru melihat dua retakan halus di titik pertemuan antara gagang pisau dan bebatuan gunung.
Retakan itu memanjang mengikuti arah bilah dan punggung pisau, hanya setipis sehelai rambut. Panjang retakannya sekitar belasan sentimeter, tidak terlalu mencolok. Namun hal ini membuat raut wajah mereka berubah drastis.
Di dalam kota Jade, Yu Shanxin yang sedang memberi makan anjing tanah Lao Huang tiba-tiba bangkit. Dengan sekali gerakan gesit, dia sudah berada di atas gerbang kota Jade. Dengan ekspresi penuh keanehan, matanya menatap tajam puncak gunung Haichuan.
Di Pulau Mimpi, makhluk mimpi yang sedang tidur tiba-tuka membuka matanya. Bangkit dari semak-semak, sepasang mata ajaibnya tertuju pada puncak gunung Haichuan.
"Apa yang terjadi? Kenapa ada suara retakan batu?"
"Mungkin tebasan Han Sen itu merobek batu di sebelahnya. Wajar saja, namanya juga Han Sen. Dia menggunakan Kekuatan Gigi Mutlak, wajar kalau bisa meretakkan bebatuan Haichuan di sekitarnya."
Kres... kres...
Saat orang-orang berbicara, suara retakan itu terus bergema semakin keras, frekuensinya semakin sering. Semua orang langsung menahan napas, memandang ke puncak Gunung Haichuan, berusaha mengetahui apa yang sebenarnya terjadi.
Kres... kres...
Suara pecahan itu makin mengguncang. Murid-murid Istana Surgawi yang matanya tajam telah melihat retakan yang menjalar dari bilah pedang, terus merambat keluar.
"Pantas disebut Guru Jalan Suci Han! Kekuatan Gigi Mutlaknya sungguh luar biasa, ternyata bisa merobek Batu Haichuan sampai seperti ini!"
"Benar-benar hebat. Aku sudah bilang, mana mungkin Han Sen hanya menancapkan satu tusukan lalu selesai. Rupanya begini maksudnya - dia ingin meninggalkan jejak robekan di puncak gunung!"
"Kekuatan merobek sehebat ini pasti akan meninggalkan nuansa Gigi Pedang di puncak. Nanti kita bisa mempelajari niat Gigi Pedang itu. Saudara-saudara yang berlatih pedang benar-benar beruntung."
KRAK!
Suara retakan tiba-tiba mengeras, bagaikan pegunungan yang terbelah petir, mengguncang gendang telinga murid Istana Surgawi hingga perih. Namun guncangan di jiwa mereka jauh lebih kuat daripada rasa sakit di telinga.
Semua mata membelalak memandang puncak Gunung Haichuan. Dari tempat Han Sen menancapkan Pisau Gigi Hantu, seluruh puncak gunung terbelah dua seperti terkoyak, memunculkan retakan sepanjang belasan meter di tengahnya.
Yang lebih mengerikan, retakan itu ternyata merambat ke tubuh gunung di bawahnya dengan kecepatan luar biasa. Sementara Han Sen yang masih memegang pisau terus meluncur ke bawah.
Kres!
Gunung raksasa itu dengan gemuruh dahsyat terbelah menjadi dua bagian, membelah diri ke kedua sisi dengan retakan yang membentang luas.
Semua orang membeku, hanya bisa menonton Han Sen tergantung di udara dengan kedua tangan menggenggam Pisau Gigi Hantu yang menusuk ke bawah. Gunung megah setinggi ribuan meter itu terbelah dua di bawah tebasannya, bergemuruh roboh ke kedua sisi.
Bahkan Panglima Istana Surgawi, Wanita Berkerudung Hitam, dan para Elder Istana pun terdiam seperti patung. Mereka semua seolah membeku dalam frame film, menyaksikan Gunung Haichuan terbelah dua.
"Aku... Aku... Sial... Apa mataku tidak bermasalah... Han Sen membelah Gunung Haichuan dengan satu tebasan..." Seorang murid hampir terpelanting matanya, bicaranya pun gagap.
"Aku pasti belum bangun tidur, masih bermimpi? Itu kan Gunung Haichuan!"
"Pasti mimpi... pasti mimpi... Lao Wu... Tampar aku cepat... Bangunkan aku..."
"Krek... Aduh... Kau benar-benar menampar, ya?!"
Siluet para Elder bergerak muncul dari udara, masing-masing meningkatkan ke arah kedua sisi Gunung Haichuan, menggunakan tenaga mengerikan untuk menahan dua puncak gunung yang sedang terjatuh.
Gunung Haichuan yang mengapung di kehampaan sebenarnya telah mencapai keseimbangan tenaga, namun sekarang terbelah dua dan kehilangan keseimbangan, langsung terjun bebas ke kedua arah.
Namun bebatuan Gunung Haichuan tidak biasa. Beberapa Elder level Raja yang masing-masing menahan separuh tubuh gunung tetap tidak bisa menghentikan tenggelamnya Dia.
Memandang Gunung Haichuan yang bergemuruh jatuh serta Han Sen yang berdiri netral sambil menggenggam pisau di langit, tiba-tiba hanya tersisa gemuruh bebatuan yang terbenam ke lautan awan. Sekalipun ada satu dua Sang Penguasa, mereka tetap tidak mampu menahan Gunung Haichuan - bahkan separuhnya pun tak tertahankan.
Han Sen juga tak menyangka satu tusukan pedangnya bisa memberikan efek seperti ini. Dia bersumpah, dia benar-benar hanya mengirim secuil energi pedang ke bawah, lalu saat menyentuh batu cacing itu dan menemukan batu cacing itu ternyata masih hidup, energi pedangnya langsung ditarik kembali. Sama sekali tidak tahu ini situasi seperti apa.
Boom!
Dua bagian Gunung Haichuan menghujam ke dalam lautan awan, memicu gelombang awan yang membahana. Lautan awan yang mengerikan bergulung-gulung bagai tsunami, gelombang awan berbentuk cincin menyebar ke segala arah. Hampir seluruh pulau melayang di Istana Surgawi terkena imbas gelombang awan mengerikan itu. Seketika kekacauan terjadi, pakaian dalam dan celana dalam beterbangan ke mana-mana, seluruh Istana Surgawi kacau balau.
Untungnya gelombang awan itu tidak memiliki daya penghancuran substantif. Hanya barang-barang ringan yang diterbangkan ke segala arah, tidak menyebabkan korban jiwa.
“Ini... Ini benar-benar luar biasa...” Banyak murid yang baru saja sadar, memandang Han Sen yang melayang di udara dengan raut wajah penuh keanehan.
Tuan Istana Surgawi bahkan sampai gigi gemeretak: "Anak muda tolol itu... Segera lempar dia keluar dari Istana Surgawi... Jangan pernah sampai aku melihatnya lagi..."
