Han Sen kembali ke Celah Bulan. Setelah sibuk beberapa hari, akhirnya ia bisa beristirahat di planet Gerhana miliknya.
Segala sesuatu di markas berjalan normal. Dengan kehadiran Zero, Han Ling Er, dan malaikat kecil, ditambah perhatian khusus dari Ishara, Planet Gerhana terasa sangat aman.
Selama ketiduran Han Sen, Zero, malaikat kecil, dan Han Ling Er ternyata sudah naik ke level Marquis. Ini berkat melimpahnya sumber daya varietas langka di Planet Gerhana.
Sayangnya meski banyak varietas langka di sini, yang tertinggi cuma level Adipati. Itupun jumlahnya sangat sedikit di seluruh planet. Mereka kesulitan mencari jalan untuk naik ke level Adipati lagi.
"Planet Gerhana mungkin cukup untuk fase awal pengembangan. Tapi untuk melangkah lebih jauh, satu planet jelas tidak memadai." Sebenarnya Han Sen juga terus frustasi memikirkan masalah sumber daya ini.
Bukan hanya Han Sen sendiri, semua orang juga membutuhkan sumber daya. Tanpa sumber yang stabil, mustahil untuk membawa lebih banyak makhluk hidup perlindungan ke alam semesta genetik.
Namun sebagian besar bidang bintang di alam semesta genetik sudah ada pemiliknya. Wilayah kekuasaan yang jaringan rumit, merampas wilayah siapa pun bisa terlibat banyak kekuatan keluar.
Ingin membuka lahan baru di sektor tandus juga bukan hal mudah. Tanpa petarung level Raja yang bertugas, bertemu sekali makhluk mengerikan mungkin seluruh pasukan akan dihabisi total.
Selain itu, sekalipun berhasil membuka lahan baru, tanpa perlindungan kekuatan besar, sangat mudah dirampas oleh kekuatan lain.
Han Sen sekarang berada di tahap yang sangat canggung. Tidak bisa menemukan lebih banyak sumber daya, sementara sumber daya Bintang Gerhana tidak memenuhi kebutuhan kenaikan levelnya.
Belakangan Han Sen sudah lama mempelajari, namun terus-menerus belum menemukan jalan keluar yang bagus.
Meletakkan data, Han Sen mengusap kepalanya. Melihat Bao'er sedang menggangu Cacing Batu Haichuan, barulah ia teringat masih ada itu. Ia pun membawa Bao'er dan Cacing Batu Haichuan ke gunung berapi di sekitarnya.
Kemampuan bertarung Cacing Batu Haichuan hampir Zero. Tak berguna dibawa, setelah Han Sen masuk ke gunung berapi, ia menaruhnya di sebelah kolam lava.
Cacing Batu Haichuan melihat lava. Mata kecilnya langsung berbinar, menggelinding cepat ke dalam lava.
Plung!
Cacing Batu Haichuan terkuras ke dalam lava. Tak lama terlihat makhluk itu merangkak keluar dengan lava menempel di tubuhnya. Sebentar kemudian lava itu terkristal menjadi lapisan cangkang batu.
Setelah cangkang batu lengkap membeku dan berubah hitam, Cacing Batu Haichuan kembali menggelinding masuk ke lava. Setelah diulang beberapa kali, dengan cepat berubah menjadi batu elips seukuran tinju.
Han Sen tidak punya mood untuk menonton lebih lama lagi. Dengan kecepatan seperti ini, entah kapan si Cacing Batu Haichuan bisa kembali berubah menjadi Gunung Haichuan yang megah.
"Tunggu sampai gulungannya lebih besar, baru ambil batu Haichuan-nya." Han Sen meninggalkan Cacing Batu Haichuan di situ, lalu membawa Bao'er kembali ke markas.
Begitu tiba di markas, Han Sen langsung terkejut. Ishara ternyata datang ke Bintang Gerhana, sedang duduk di alun-alun markas. Seluruh makhluk hidup di markas berjejer di kedua sisi, seolah benar-benar menyambut kedatangan ratu.
"Yang Mulia Ratu." Han Sen mendekat dan memberi salam hormat, sambil bergumam dalam hati: Entah kenapa Ishara sampai rela datang langsung ke Bintang Gerhana.
Ishara melirik Bao'er yang sedang menggenggam tangan besar Han Sen di sisinya, lalu berdiri dan berkata: "Ajak aku berkeliling, ingin kulihat hasil jerih payahmu membangun jaringan di sini selama beberapa tahun ini."
Han Sen berpikir dalam hati: "Aku sama sekali tidak ada di sini selama dua tahun ini. Mungkin pemahamanmu tentang Bintang Gerhana lebih banyak dariku, masih perlu dilihat lagi?"
Meski berpikir demikian, tentu Han Sen tidak akan mengatakannya. Ia mengiyakan lalu memimpin jalan di depan menuju luar markas.
Sampailah mereka di tepi Danau Cermin. Saat Han Sen sedang menjelaskan situasi di sepanjang tepi sungai, tiba-tiba Ishara berbicara dengan datar: "Han Sen, pernahkah kau mendengar kisah leluhur klan Raboot kami?"
"Pernah dengar sedikit." Han Sen menggaruk-garuk kepala. Ia sebenarnya tidak terlalu tertarik dengan sejarah Suku Rebeite.
Tapi mengingat posisinya di Celah Bulan, wajar jika ia mendengar beberapa hal tentang leluhur klan Raboot. Bagaimanapun, itu adalah simbol semangat dan kebanggaan utama suku mereka.
Sambil berjalan, Ishara berkata: "Meski Suku Rebeite telah menjadi Klan Atas, dalam arus panjang sejarah, kami hanya bisa disebut ras baru. Meski berstatus Klan Atas, tetap tak bisa dibandingkan dengan keluarga elit dan terpandang sejati. Yang Mulia Leluhur mampu membawa kerabat kami mencapai level saat ini, sungguh di luar jangkauan orang biasa. Tahukah kamu asal usul Yang Mulia Leluhur?"
"Konon beliau mewarisi darah Dewa Kuno," jawab Han Sen.
Ishara tersenyum: "Itu hanya penjelasan untuk menjaga reputasi belaka. Setelah diulang-ulang, bahkan kita sendiri hampir mulai mempercayainya."
Terdiam sejenak, Ishara lalu melanjutkan, "Yang Mulia Leluhur sebenarnya berasal dari status budak. Dahulu ketika ras kami masih berada di masyarakat purba, bahkan belum bisa meninggalkan planet asal, sama sekali tidak mengerti apa itu pelatihan. Sebuah klan besar turun ke Planet Raboot, merampas seluruh anggota ras kami menjadi budak. Sejak itulah leluhur kami memulai perjalanan Ksatria di alam semesta, langkah demi langkah meraih kemenangan beruntun, akhirnya menyalakan lentera dan mendirikan klan, menjadi salah satu Klan Atas yang membuat iri ribuan ras di kosmos. Tahukah kamu apa andalan Yang Mulia Leluhur?"
"Pasti beliau memiliki bakat luar biasa, ditambah usaha keras pribadi sehingga bisa meraih pencapaian luar biasa seperti ini." Han Sen tentu berusaha mengambil kata-kata baik untuk menjawab.
Ishara tersenyum tipis: "Saat itu, Suku Rebeite hanyalah ras biasa, dan bakat Yang Mulia Leluhur juga sangat biasa. Setelah mulai mempelajari teknik, dia hanya berhasil mengkristalkan rompi anti peluru genetik. Belakangan mendapatkan sebuah buah mutan, barulah bisa menjadi Baron. Bakat seperti ini di alam semesta sangatlah umum, mungkin satu telapanku saja bisa membasmi jutaan darinya."
"Kalau begitu, pastilah Yang Mulia Leluhur memiliki ketahanan mental yang luar biasa, serta kecerdasan dan kegigihan di luar jangkauan orang biasa," kata Han Sen.
Ishara kembali menggelengkan kepala: "Yang Mulia Leluhur mungkin memiliki kecerdasan luar biasa, tapi Beliau bukan tipe yang suka tahan banting. Aktivitas favoritnya adalah berendam dan tidur. Bahkan penciptaan Kekuatan Gigi Mutlak di akhir hayatnya, terinspirasi dari kemalasannya - hal yang bisa diselesaikan dengan satu tebasan, mutlak tidak mau membuang-buang gaya untuk serangan kedua."
Han Sen sejenak kehilangan kata-kata. Dari semua penjelasan itu, Yang Mulia Leluhur Suku Rebeite terdengar seperti wanita biasa saja baginya.
Tapi justru seorang wanita yang tampaknya biasa ini, ternyata berhasil membawa Suku Rebeite yang berasal dari planet purba, dari status budak ke posisi klan elit, ini benar-benar membuat Han Sen merasa sulit dipahami.
"Apakah kamu sekarang sangat penasaran, mengapa Yang Mulia Leluhur dengan bakat dan sifat seperti itu, bisa menciptakan kejayaan suatu ras dan mengantarkan Suku Rebeite naik ke Kuil Gen?" Ishara tersenyum manis sambil menatap Han Sen.
"Memang ada sedikit rasa penasaran." Han Sen tidak menyembunyikan pikirannya.
Pupil Ishara memancarkan kilasan aneh, dengan raut wajah yang rumit ia berkata: "Yang Mulia Leluhur kami bisa mencapai titik ini, selain usaha dan kecerdasannya sendiri, yang diandalkan adalah dua kata -『Huangji』."
