Di kolam seputih giok itu, seorang wanita hanya mengenakan kain putih tipis berbaring santai. Kain basah itu nyaris transparan, memperlihatkan tubuh indah yang terlihat samar-samar di bawahnya.
Han Sen pernah melihat banyak wanita cantik, tapi yang benar-benar bisa membuatnya tergoda bisa dihitung jari. Namun wanita yang memesona hingga ke tulang-tulang seperti ini baru pertama kali ia saksikan.
Seolah semua spesies jantan yang melihat wanita ini akan langsung memasuki masa birahi tanpa terkendali.
Makhluk kecil itu berenang ke pelukan sang wanita. Dengan satu tangan memeluknya dan tangan lain membelai tulang punggung, ekspresi puas di wajahnya membuat orang ingin menendangnya lalu merebut posisi di antara belahan montok itu.
"Datanglah..." Mata hitam-putih kontrasnya seakan mengeluarkan undangan memabukkan. Meski tak bersuara, sorot matanya seperti mantra yang merasuk jiwa.
Han Sen hanya sesaat goyah, tapi justru mengeras di udara. Kecemasan merayap di hatinya bagai debaran kencang.
"Aku tidak sengaja memasuki tempat ini," kata Han Sen sambil menarik tubuh Xiao Xing. "Mohon maaf, kami akan segera pergi."
“Sudah datang sampai sini, kenapa buru-buru mau pergi?” Wanita itu akhirnya berbicara, suaranya menggoda dan merdu. Hanya mendengar satu kalimat ini, raga Han Sen tak bisa menahan diri hingga menggigil.
Han Sen semakin tak berani berlama-lama di sini. Duduk di punggung Xiao Xing, ia segera ingin menerobos keluar. Tapi saat Xiao Xing menggunakan kekuatan Melintasi Laut Bintang untuk menubruk dinding batu, terdengar suara "Dor!" yang keras. Bahkan makhluk dan manusia itu bersama-sama menabrak tembok, hingga darah hidung Han Sen benar-benar menyembur keluar.
Nasib Xiao Xing tak kalah parah. Dengan cakarnya menutup hidung yang berdarah, mata besarnya memancarkan air mata yang terus mengalir.
Wanita itu tertawa gemulai "Gek gek": "Kau kira ini tempat apa? Bisa seenaknya datang dan pergi semaumu?"
"Aku seharusnya tidak pernah berselisih dengan Anda, kan? Mengapa mempersulitku?" Han Sen mengerutkan kening sambil menatap wanita itu.
Dengan senyum datar wanita itu menjawab: "Kapan aku mempersulitmu? Mau pergi silakan, aku sama sekali tidak akan menghalangi."
"Kalau tak mau menghalangi, bukalah segel di dinding batu ini." Han Sen mengerutkan kening sambil berkata.
Wanita itu tertawa hingga seluruh badannya bergetar liar, pasangan montok di air itu semakin membuat hati manusia berdebar tak karuan, sorot mata tidak tahan lagi teralihkan.
"Apa yang lucu?" Han Sen berkata dengan datar.
"Jika aku bisa memecahkan segel di sini, masak iya sampai terjebak di tempat ini?" Wanita itu berkata sambil keluar dari kolam air.
Han Sen tertegun sejenak, barulah ia melihat leher, pergelangan tangan, dan pergelangan kaki wanita itu—ternyata semuanya terkunci oleh gelang logam. Di belakang setiap gelang logam terikat rantai logam sehalus helai rambut. Rantai-rantai logam itu memanjang hingga ke dasar kolam, di mana terdapat lubang halus. Seluruh rantai logam menembus masuk ke dalamnya, entah menuju ke wilayah mana.
Wanita itu berjalan ke ranjang giok di sebelah kolam air dan menyampingkan badan sambil berbaring, satu tangan menopang leher gioknya. Sorot mata menggoda yang memikat jiwa mengarah ke Han Sen: "Baru saja kalian masuk, aku sudah menghabiskan tenaga membuat segel itu mengendur sedikit. Kalau tidak, kira-kira kalian bisa masuk?"
"Kalau begitu, mohon tunjukkan belas kasihan dan bantu kami sekali lagi untuk keluar." Suara Han Sen terdengar sedikit frustasi.
Kemungkinan besar makhluk kecil varietas langka itu sengaja dikeluarkan wanita itu sebagai umpan untuk menarik mereka masuk.
Tapi melihat sikapnya, sepertinya dia bukanlah rekan Edward. Asal-usulnya pun masih misterius.
"Tidak bisa. Sudah lama aku tidak melihat makhluk hidup lain, akhirnya ada yang masuk menemani, bagaimana mungkin kubiar kau pergi semudah ini?" Wanita itu tersenyum manis memandangi Han Sen: "Apalagi tadi sudah kuhabiskan sisa tenaga untuk membuka segel itu sedikit. Sekarang aku benar-benar tak punya tenaga lagi. Mau membantupun tak mampu. Lebih baik kau tinggal di sini menemaniku."
Han Sen melihat ada ekor putih berbulu yang perlahan bergoyang di punggung wanita itu, hatinya berdebar: "Kau dari Klan Rubah Penggoda Serbabisa?"
Wanita itu tersenyum tipis: "Panggil saja Hu Fei."
"Apa?" Han Sen tidak langsung paham maksud dua kata tersebut.
"Hu dari Rubah Penggoda, Fei dari Permaisuri." Hu Fei membelai makhluk kecil dalam pelukannya.
"Permaisuri kaisar mana?" Ekspresi Han Sen berubah. Di antara ras yang suka menggunakan gelar kekaisaran, Klan Huangji-lah yang paling termasyhur.
"Kaisar Tulang Hantu," jawab Hufei sambil tersenyum tipis.
"Jenderal Tulang Hantu, salah satu dari Sepuluh Dewa Tanah Suci?" Han Sen berpikir sebentar, langsung tahu siapa yang dimaksud Hufei.
Orang luar menyebut mereka sebagai Sepuluh Dewa, menjulukinya Jenderal Tulang Hantu. Tapi nama aslinya sebenarnya Kaisar Tulang Hantu, informasi yang pernah Han Sen baca dari data penelitian.
"Bagus. Apa kau mengenal suamiku?" Hufei bertanya sambil tersenyum bahagia, matanya mengamati Han Sen.
"Tidak. Hanya pernah mendengar namanya. Jika Anda adalah permaisuri Jenderal Tulang Hantu, kenapa bisa terkunci di sini? Apakah dia tidak datang menyelamatkan?" Sorot mata Han Sen menjelajahi setiap sudut istana.
Ia masih belum tahu apakah Jenderal Tulang Hantu masih hidup. Tapi mengingat permaisurinya masih bertahan, kemungkinan besar sang jenderal juga belum mati.
“Dia yang memenjarakanku di sini, lantas kenapa harus menyelamatkanku?” Wajah berseri sang Rubah Penggoda seraya berkata, seolah membicarakan hal yang sama sekali tak relevan dengannya.
“Bukankah kau adalah permaisurinya? Kenapa dia mengurungmu di sini?” Han Sen memandangnya dengan bingung.
“Karena dia takut padaku.” Sang Rubah Penggoda memicingkan mata.
“Takut padamu?” Tatapan Han Sen menyapu seluruh tubuh si rubah. Sangat sulit membayangkan wanita ini adalah petarung yang lebih menakutkan daripada Jenderal Tulang Hantu.
“Ya, dia takut. Makanya terpaksa mengunciku di sini, melarang makhluk mana pun bertemu denganku.” Senyum manisnya mengembang. “Kau yang tahu aku dari Klan Rubah Penggoda Serbabisa, pasti paham keahlian kami dalam berubah wujud ke berbagai ras. Terutama gemar menyamar sebagai wanita cantik multiras. Tak ada lelaki dari ras mana pun yang bisa menolak jatuh cinta padaku. Seandainya kau jadi suamiku, apa kau tidak khawatir?”
"Memang benar seharusnya takut." Han Sen tersenyum pahit.
"Gek gek, kamu cukup jujur juga." Sang rubah menyanjung menyapu seluruh tubuh Han Sen dengan tatapannya: "Kamu ras kristal atau Klan Huangji?"
"Tentu ras kristal. Menurutmu aku mirip Klan Huangji?" Han Sen bertanya dengan heran.
"Bangsa kami paling ahli dalam teknik transformasi gen. Secara garis besar, aku bisa melihat ada sedikit gen Klan Huangji dalam dirimu. Tapi mungkin juga salah lihat. Klan Huangji tak sudi kawin-mawin dengan ras kristal yang tingkat evolusi dirinya begitu rendah." Sang rubah merenung sejenak.
Ucapan sang rubah membuat hati Han Sen berdebar: "Kami manusia adalah campuran darah hasil persilangan gen kristal dengan spesies lain. Mungkinkah ada gen Klan Huangji di dalamnya? Sangat mungkin. Struktur fisiologis Klan Huangji memang hampir tak berbeda dengan manusia."
"Lagipula kamu takkan bisa keluar dari sini. Mau lihat barang menarik?" Tiba-tiba sang rubah berkedip-kedip ke arah Han Sen.
