"Rencana Jenderal Tulang Hantu benar-benar kejam. Dia merancang ragamu sebagai bagian dari segel istana. Jika segel istana dihancurkan, sama saja dengan menghancurkan ragamu. Segel hancur, kamu pun tak akan bisa bertahan." Han Sen menatap Hu Fei dengan serius.
"Lanjutkan." Hu Fei yang mendengar perkataan Han Sen ini, keyakinannya terhadap ucapan sang pria bertambah beberapa tingkat.
Memang benar seperti yang dikatakan Han Sen, raganya adalah bagian dari segel istana. Dalam proses penghancuran segel tersebut, tenaganya juga akan diserap oleh segel untuk menahan kekuatan perusakan. Jika segel hancur, dia pun akan binasa.
"Kakak cantik, bisakah kita turun dan berbicara perlahan?" ujar Han Sen.
Hu Fei mendengus keras. Dengan konsentrasi penuh, Rantai Keteraturan yang mengikat Han Sen langsung ditarik kembali, membuatnya segera pulih kebebasannya.
Xiao Xing di samping mereka memandang Han Sen dengan sepasang mata besar berlinang air mata.
"Ahem, Xiao Xing telah berbuat salah. Aku pasti akan mendisiplinkannya dengan baik. Tolong kakak cantik berikan dia kesempatan," kata Han Sen tergesa-gesa.
Hu Fei melirik Han Sen dengan sinis, tapi tetap menurunkan Xiao Xing.
Begitu bebas, Xiao Xing langsung kabur bersembunyi di belakang Han Sen, bahkan tak berani mengangkat kepala, khawatir terlihat oleh Hu Fei.
Han Sen merenung sejenak, lalu melanjutkan: "Ingin memecahkan segel tanpa melukai Kakak, ini pekerjaan teknis. Sekalipun petarung kuat tingkat mitos biasa datang, mungkin sulit menghancurkan segel istana tanpa merugikan Kakak."
"Bicarakan poin-poin pentingnya." Hu Fei mendengus keras.
Han Sen tersenyum: "Kebetulan saya ahli di bidang ini, yakin bisa menyelamatkan Kakak dalam keadaan utuh. Tapi karena level saya hanya adipati, tenaga masih terlalu lemah. Jadi prosesnya jadi agak rumit dan sulit, tak bisa diselesaikan dalam waktu dekat."
Melihat Hu Fei diam memandanginya, Han Sen berdehem pelan: "Tapi jika Kakak mau berkoordinasi denganku, percaya prosesnya bisa dipercepat."
"Koordinasi seperti apa yang kau mau?" Hu Fei menatap Han Sen dengan pandangan tidak percaya.
"Kamu sendiri adalah bagian dari segel, seharusnya bisa mengendalikan sebagian segel? Kita mulai dari bagian yang bisa kamu kendalikan, memecah segel ini, memisahkanmu dari inti segel. Begitu sukses, dengan kekuatanmu, sekalipun aku tidak bertindak, kamu bisa menghancurkan seluruh segel istana." kata Han Sen.
"Boleh." Hu Fei menyetujui.
"Tapi ada satu hal yang harus Kakak putuskan." Han Sen menambahkan.
Hu Fei tahu maksudnya, langsung berkata setelah mendengar itu: "Jika kamu bisa membebaskanku, aku pasti akan membantumu melawan orang-orang di luar."
"Kalau begitu, terima kasih sebelumnya, Kak." Wajah Han Sen menunjukkan kegembiraan, tapi sebenarnya tidak benar-benar mengandalkan Hu Fei.
Dengan alasan mempelajari segel, Han Sen meminta Hu Fei mendemonstrasikan bagian segel yang bisa dikuasainya. Ini membuat pemahaman Han Sen tentang segel istana semakin mendalam.
Sebenarnya ucapan Han Sen sebelumnya kepada Hu Fei hanya untuk menenangkannya sementara, mencoba memisahkannya dari segel. Ini sama sekali bukan hal mudah. Han Sen hanya asal bicara tanpa benar-benar yakin bisa melakukannya.
Dengan keamanan sementara terjamin, Han Sen mulai merencanakan strategi penyelamatan. Di dalam ada macan betina, di luar gerombolan serigala kelaparan. Seandainya dia petarung level Raja, mungkin bisa membuka jalan darah untuk menerobos keluar. Tapi sekarang dia harus menahan diri.
"Serpihan batu ini terkait peninggalan Tuan Tanah Suci. Mungkin berguna saat menyelamatkan Bunga Kecil nanti. Mutlak tidak boleh direbut Edward dan kawan-kawan!" Tekad Han Sen sudah bulat, bagaimanapun harus merebut peninggalan tersebut.
Sayangnya saat ini dia tidak bisa keluar, juga tidak tahu letak prasasti suci. Merebut peninggalan Tuan Tanah Suci jelas bukan perkara mudah.
“Kakak Cantik, kenapa Tulang Hantu membangun istana di tempat seperti ini, apakah ada alasan khusus?” Han Sen menanyakan secara tidak langsung, berharap bisa mendapatkan informasi tentang prasasti suci.
Hu Fei adalah selir kesayangan Jenderal Tulang Hantu, mungkin dia juga tahu sesuatu.
Hu Fei berkata dengan datar: “Aku hanya tahu dia melakukan kesalahan besar, dihukum oleh Tuan Tanah Suci untuk membuka lahan baru di sini. Lainnya tidak kuketahui.”
“Kalau begitu, Kakak merasa ada masalah di balik ini?” Han Sen menangkap makna tersirat dari perkataan Hu Fei.
Hu Fei sudah terjebak terlalu lama, memang benar merasa agak bosan. Saat Han Sen berbicara dengannya, dia tidak melawan dan menjawab: "Meski Jenderal Tulang Hantu memiliki motivasi membunuh yang sangat kuat, tapi terhadap Tuan Tanah Suci dia setia total, dianggap sebagai tangan kanan dan kiri. Bagaimana mungkin karena beberapa kesalahan lalu diasingkan ke tempat seperti ini? Pasti ada urusan rahasia yang perlu dikerjakan Jenderal Tulang Hantu di sini. Tapi Jenderal Tulang Hantu itu sangat tertutup, dia tidak pernah memberitahuku apa sebenarnya tujuan datang ke sini."
Han Sen tidak tahu apakah Hu Fei benar-benar tidak tahu atau pura-pura tidak mengerti. Setelah berpikir dia bertanya lagi: "Sebelumnya aku melihat Kota Tulang Hantu di tengah gurun, apakah itu tempat tinggal Jenderal Tulang Hantu?"
Hu Fei mengerutkan kening halus setelah mendengar ini: "Sejak tiba di sini, Jenderal Tulang Hantu terus tinggal di tempat ini, tidak pernah membangun kota di wilayah lain. Bagaimana mungkin ada Kota Tulang Hantu lain? Ceritakan secara detail padamu tentang penampilan tempat itu."
Han Sen menggambarkan rupa Kota Tulang Hantu, namun tidak menyebutkan bahwa kota tersebut telah berhasil digali.
Ekspresi Hu Fei berubah-ubah setelah mendengarnya. Setelah lama terdiam, ia bergumam lirih: "Oh begitu... Ternyata begini..."
"Apa yang Kakak pikirkan?" tanya Han Sen.
Hu Fei mencibirkan bibir: "Jika tebakanku tepat, Kota Tulang Hantu yang kaulihat itu sebenarnya merupakan tempat pemeliharaan relik suci Tuan Tanah Suci. Kota Tulang Hantu hanyalah penjaga saja. Pantas saja dia dikirim ke tempat seperti ini."
"Apa maksud tempat pemeliharaan relik suci?" Hati Han Sen berdebar penuh antisipasi, akhirnya menyentuh inti permasalahan.
Hu Fei merenung sejenak: "Karena sebelumnya kau katakan Tanah Suci telah lama dihancurkan, tak masalah mengungkap rahasia ini. Jika Sang Santo masih hidup, tentu aku tak berani mengatakannya."
Hu Fei terdiam sejenak, lalu melanjutkan: "Santo itu dengan keagungan tak tertandingi memimpin Tanah Suci, hampir menaklukkan seluruh jagat raya, nyaris menjadi penguasa yang menyatukan alam semesta genetik. Sayangnya segala sesuatu punya takdirnya, bahkan sosok luar biasa seperti Santo pun tak mampu menahan serangan waktu, suatu hari akan tewas dalam debu. Tapi pemimpin perkasa sepertinya tak rela membusuk bersama rerumputan, terus mengejar metode keabadian tanpa hasil."
“Untuk bisa benar-benar abadi, Santo melakukan banyak percobaan. Hanya yang kuketahui saja sudah lebih dari seratus jenis.” Hu Fei mengisahkan kenangannya: “Saat itu aku adalah selir kesayangan Guigu, sementara Guigu sendiri merupakan orang kepercayaan paling diandalkan Tuan Tanah Suci. Dari Guigu, aku mengetahui banyak hal. Meski hanya kulitnya saja, tapi dari situ sudah terlihat ambisi Sang Santo. Seperti malapetaka di Bintang Yuanli, keanehan di Lembah Pemakaman Naga, Santo Roh di Perlindungan, Ruang Semi-Tuhan, dan lain-lain - semuanya adalah rancangan tangan Santo dalam mencari keabadian.”
"Santo Roh Perlindungan? Apa itu?" Han Sen merasa jantungnya hampir lonjak keluar, tapi dia berusaha menunjukkan ekspresi penasaran di wajahnya.
"Saya juga tidak tahu detailnya. Hanya pernah mendengar Jenderal Tulang Hantu menyebutkan dua hal: di Tanah Suci ada ruang varietas langka bernama Perlindungan tempat Santo meneliti Santo Roh yang abadi." Hu Fei mengernyit sambil mengingat.
"Makhluk roh!" Pikiran Han Sen bergejolak, hampir spontan berseru.
