"Adikku yang baik, jangan-jangan kamu berpikir polos bisa melawanku dengan tenaga Qilin Darah ini?" Hu Fei tersenyum manis memandang Han Sen dan Qilin Darah yang telah tiba di depan gunung.
"Kakak terlalu khawatir. Hubungan apa yang kita punya? Mana mungkin aku berani melawan Kakak? Aku sengaja membawa Qilin Darah untuk memberi selamat atas kebebasan Kakak." kata Han Sen.
“ kebebasanku, seharusnya membawa hadiah kan? Kalau tidak, Kakak akan marah loh.” Hu Fei tersenyum memesona.
Han Sen tentu paham maksud hadiah yang disebut Hu Fei. Saat itu juga tanpa ragu, ia mengeluarkan suatu benda dan menyerahkannya dengan kedua tangan: "Tentu saja, ini hari bahagia Kakak, mana mungkin Adik datang tanpa hadiah."
Hu Fei memandang benda di tangan Han Sen, lalu menoleh ke Tuan Putih dan yang lain: "Menurut kalian, bagaimana hadiah dari Adikku ini?"
"Lapor Yang Mulia, kami tidak tahu. Hanya Edward yang mengetahui benda itu. Kami tidak yakin apakah ini benar benda yang dimaksud." Tuan Putih menjawab dengan ragu.
Hu Fei mengacungkan jari, benda di tangan Han Sen langsung berpindah ke genggamannya. Setelah diamati, ternyata itu adalah sepotong batu bata kristal. Namun setelah diteliti sekian lama, tak juga terlihat keistimewaannya.
“Ini benar-benar barang yang kau bawa keluar dari Kota Tulang Hantu?” Hu Fei mengawasi ketat Han Sen.
“Asli 100%.” Han Sen menjawab dengan nada afirmatif.
Hu Fei menyerahkan batu tersebut kepada Tuan Putih: “Tuan Putih, bagaimana menurutmu benda ini?”
Tuan Putih merenung sejenak: “Entah keunikan apa yang dimilikinya, tapi jelas ini adalah barang kuno yang berasal dari zaman sangat lampau, bukan benda yang bisa didapat sembarangan.”
Ucapan Tuan Putih ini jelas memberi tahu Hu Fei bahwa dia pun tak yakin apakah ini relik suci Kota Tulang Hantu, namun kemungkinan besar ini adalah barang tua yang sulit ditiru.
Dalam hati Han Sen bergumam: “Tentu saja tua, ini hasil kudatangi alam semesta Alliance dan kubongkar dari reruntuhan bangsa kristal!”
Hu Fei tersenyum lalu menatap Han Sen: “Kalau kau sudah sebaik ini pada kakak, temani kakak sekali lagi ya.”
“Kakak boleh perintah sesuka hati.” Han Sen tersenyum lebar.
Hu Fei tidak percaya Han Sen akan memberikan barang itu begitu mudah, tapi sekarang dia tidak bisa membedakan yang asli dan palsu, terpaksa membawa Han Sen bersama ke prasasti suci. Di sana nanti bisa diuji apakah barang ini asli atau tidak.
Dengan konsentrasi penuh, Hu Fei langsung mengikat Han Sen dan Qilin Darah dengan rantai keteraturan tak kasat mata, lalu tersenyum: "Jangan marah, Adik. Ini karena kakakmu ini terlalu nakal dan tidak bisa diandalkan, jadi terpaksa kakak ambil langkah ini."
"Terima kasih sudah direpotkan, Kakak." Han Sen tersenyum datar.
"Di mana sarang burung seperti itu yang kau pakai sebelumnya?" Hu Fei memeriksa tubuh Han Sen tapi tidak menemukan sarang burung yang pernah digunakan sebelumnya.
Barang itu ternyata bisa melebur rantai keteraturannya, meninggalkan kesan yang sangat mendalam.
"Kusembunyikan di Neraka Tulang Putih. Jika Kakak bisa menemukannya, silakan ambil." Han Sen tersenyum.
Hu Fei tidak memiliki mood untuk mencari sekarang. Setelah menggeledah tubuh Han Sen, tidak menemukan sarang burung pun akhirnya dibatalkan. Asalkan benda itu tidak ada di tubuh Han Sen, sudah cukup.
Bersembunyi di Neraka Tulang Putih sama saja dengan menyimpannya di gudangnya. Nanti bisa dicari pelan-pelan lagi tidak masalah.
Membawa Han Sen dan rombongannya keluar dari Neraka Tulang Putih, lalu menggembok Pintu Neraka Tengkorak, Hu Fei langsung merobek segel gerbang istana dan membawa mereka keluar.
"Sudah lama tidak merasakan udara segar seperti ini." Hu Fei berdiri di bawah langit malam, menatap bintang-bintang yang bertaburan.
Han Sen dan Tuan Putih berdiri bersama, sama-sama diam. Posisi Tuan Putih dan Ksatria Raja Biru Es tidak lebih baik dari Han Sen.
Hu Fei yang suka marah tiba-tiba, Siapa pun tidak tahu kapan motivasi membunuhnya akan muncul.
“Ayo, ke prasasti suci. Mari kita lihat bersama barang apa yang ditinggalkan Tuan Tanah Suci.” Hu Fei menatap Tuan Putih.
“Duan Zui, kau yang memimpin jalan di depan.” ujar Tuan Putih.
“Tuan...” ekspresi Duan Zui berubah sedikit.
“Dalam situasi sekarang, buat apa dipikirkan panjang? Yang penting kita bertahan hidup dulu.” Tuan Putih tersenyum pahit.
“Tuan Putih, kau memang paham situasi. Tenang, aku bukan tipe doyan membunuh. Asalkan aku bisa merebut peninggalan Tuan Tanah Suci, kalian semua bisa pulang dengan selamat.” Hu Fei berkata sambil tersenyum.
Ksatria Raja Biru Es dan yang lain sudah berpengalaman, tentu tak percaya janji Hu Fei. Tapi di level kritis ini, pilihan mereka hanya dua: memimpin jalan atau mati. Akhirnya mereka pun mengikuti perintah Hu Fei.
Lokasi prasasti suci sebenarnya bisa ditemukan Hu Fei sendiri jika dia berminat, hanya akan membuang-buang waktu lebih banyak saja.
Hade dan Ksatria Raja Biru Es secara tidak sadar melirik Tuan Putih. Baru saat ini mereka tahu bahwa Tuan Putih ternyata telah mengetahui posisi prasasti suci tersebut.
Hade berjalan sambil bergolak berbagai pemikiran. Di antara orang-orang ini, hanya dia yang tahu bahwa Han Sen membawa pergi genteng batu dari Kota Tulang Hantu, bukan batu kristal yang baru saja dikeluarkannya.
"Han Sen benar-benar punya nyawa besar, berani menipu Hu Fei dengan relik palsu. Tapi yang palsu tetap palsu. Setelah sampai di prasasti suci, benar atau salah akan langsung terlihat. Sebenarnya apa rencananya? Apakah ada cara untuk kabur?" Hade terus mengawasi ketat Han Sen. Jika ada keanehan gerakan Han Sen, dia bisa segera memanfaatkan kesempatan.
Han Sen memang benar-benar ingin kabur. Tapi Hu Fei menggunakan rantai keteraturan untuk mengikatnya bersama Qilin Darah. Selain itu, dia juga terus mengawasinya, sama sekali tidak memberi kesempatan untuk melarikan diri.
Di bawah pimpinan Duan Zui, rombongan dengan cepat melewati pegunungan dan memasuki area luas hutan purba. Berbagai varietas langka yang ditemui di sepanjang jalan dengan mudah dihantam oleh Ksatria Raja Biru Es dan Duan Zui, tanpa bertemu makhluk kuat yang berarti.
"Di sanalah tempatnya." Setelah berjalan lebih dari empat hari di hutan purba, Tuan Putih tiba-tiba menunjuk ke suatu area di depan.
Sorot mata semua orang mengikuti arah yang ditunjuk Tuan Putih. Mereka tidak bisa menyembunyikan ekspresi bingung, bahkan Han Sen pun menunjukkan wajah masam penuh kecurigaan.
"Itukah prasasti suci?" Hu Fei mengerutkan kening sambil memandang objek yang ditunjuk Tuan Putih.
Yang ditunjuk Tuan Putih ternyata adalah pohon kering yang tampak tidak menarik perhatian. Batangnya selebar pelukan tiga empat orang, namun sudah lama mati. Tak ada sehelai daun pun tersisa, ranting-rantingnya pun sudah patah sebagian besar, berdiri menyendiri di tengah hutan.
Pohon kering seperti ini, di hutan purba yang luasnya tak terkira, tidak sampai seratus ribu juga pasti delapan puluh ribu. Tuan Putih ternyata menyebutnya sebagai Prasasti Suci, sungguh sulit dipercaya.
Han Sen menggunakan aura Dongxuan untuk memindai, tetap tidak menemukan keistimewaan apapun pada pohon kering itu.
"Tempat persembunyian harta Tuan Tanah Suci tentu tidak akan mudah terlihat sekilas. Tapi jika kalian mendekat dan mengamati lebih seksama, misteri pohon kering itu akan terungkap." Tuan Putih berkata dengan datar.
