Rantai besi itu terlalu keras. Han Sen membabat berkali-kali, baru akhirnya berhasil memotong satu buah perak harta.
Memperhatikan ranting itu terpotong, buah perak jatuh dari pohon. Han Sen mengulurkan tangan menangkap buah tersebut. Namun saat buah kecil berbentuk dolar perak itu mendarat di telapak tangannya, ekspresinya berubah drastis.
Wajah Han Sen berdistorsi. Seluruh tenaga dalam raganya meledak, darahnya bergemuruh bagai guntur. Tulang dan dagingnya berubah warna menjadi es giok. Dengan bentakan mengaum, tangan yang mencengkeram dolar perak itu diayunkan ke atas sekuat tenaga, sementara tangan satunya mencengkeram pergelangan tangan tersebut untuk menambah daya dorong.
Setiap sel dalam tubuh Han Sen mengerahkan kekuatan maksimal. Urat-urat di wajahnya menonjol keluar, rambut hitamnya berkibar liar bagai tarian kekacauan.
Plung!
Buah perak itu tetap jatuh menghantam, menindih telapak tangan Han Sen ke tanah hingga memaksanya berlutut setengah.
“Buah apa ini? Kok bisa seberat ini? Kalau benda ini ditelan, bukankah lambung dan usus akan hancur tertarik?” Han Sen ngeri di hatinya, berusaha menarik tangan dari bawah dolar perak, tapi justru merasa tangannya terkunci mati, tak bisa bergerak sama sekali.
Pedang yang dihunusnya menyambar buah perak itu, namun terdengar dentingan logam. Tak ada sedikit pun luka yang tertinggal, buah itu bahkan lebih keras dari cabang besi.
Dengan konsentrasi penuh, Han Sen mencoba menebas tanah menggunakan pedang. Tebasan itu hanya meninggalkan goresan putih di permukaan batu yang sekeras baja.
Qilin Darah mendekat dan mencakar tanah batu di sekitar tangan Han Sen. Beberapa cabikan muncul, namun sebelum ia mencoba kedua kalinya, bekas-bekas itu telah pulih seperti semula.
Qilin Darah menggali beberapa kali berturut-turut, namun tanah kembali pulih. Tangan Han Sen masih belum bisa ditarik keluar dari bawah dolar perak.
"Gigit buah itu, bawa pergi." Melihat penggalian tanah tak berguna, Han Sen buru-buru memerintahkan Qilin Darah.
Qilin Darah mendengar perintah Han Sen, menggigit dolar perak dengan giginya dan mengerahkan seluruh tenaga untuk mengangkatnya. Tapi meski berusaha berkali-kali, dolar perak itu sama sekali tak bergerak.
"Ini... Ini apaan sih..." Han Sen tertegun seperti patung. Sebuah buah biasa, tapi bahkan Qilin Darah yang sudah hampir mencapai tahap mitos tak mampu menggesernya sedikit pun.
Anehnya, meski telapak tangan Han Sen tertindih di bawah dan tak bisa bergerak, dia tidak merasakan beban yang tak tertahankan. Seandainya benar seberat itu, tangannya pasti sudah hancur atau tertembus sejak lama.
Kenyataannya, tangannya hanya tertindas, tidak melukai.
Han Sen sedang bersiap menggunakan Lensa Mata Ungu Suci untuk memeriksa buah ini, tiba-tiba melihat distorsi di area teleportasi - seseorang sedang muncul.
Han Sen memalingkan pandangan, melihat Tuan Putih dan Duan Zui mendekat, alisnya berkerut halus.
Meski Duan Zui hanya level Raja, bahkan belum mencapai tahap semi-mitos, kemampuan tempurnya setara Edward yang sudah semi-mitos menurut pengamatan Han Sen.
Tuan Putih semakin mistis, sama sekali tak bisa ditembus pandangan Han Sen.
"Han Sen, sedang apa kau ini?" Tuan Putih bertanya penuh minat sambil menatapnya.
"ROAR!" Qilin Darah mengaum garang, menerjang ke arah mereka dengan cakar berdarah yang mengkristal menjadi pisau tajam, menghantam tepat di depan Tuan Putih secepat kilat.
Tuan Putih mengayunkan kakinya, seolah berpindah ruang, tiba-tiba muncul di samping Qilin Darah, satu tangannya menekan kepala makhluk itu.
Di telapak tangan Tuan Putih terlihat simbol aneh berkedip, simbol itu membekas di dahi Qilin Darah bersama cap tangannya, langsung tercetak di sisik darah.
Boom!
Tubuh Qilin Darah terhuyung, hampir terjatuh berlutut.
Tanda cahaya berkedip-kedip di dahinya, seolah makhluk itu ditekan oleh sesuatu, posturnya menjadi sangat berat.
"Roar!" Qilin Darah kembali mengaum menerjang Tuan Putih, tapi kecepatannya jauh melambat. Sementara tubuh Tuan Putih berubah, setiap langkahnya adalah perpindahan ruang yang mirip kemampuan Huangfu Jing, tapi penerapannya puluhan kali lebih unggul.
Qilin Darah mengejar Tuan Putih sambil mengaum tanpa henti, wajahnya memerah marah karena dipermainkan. Namun tak sedikit pun bisa melukai Tuan Putih yang dengan santai seperti mengajak anjing jalan-jalan.
"Kecerdasan memang menjadi kelemahan terbesar." Han Sen menghela nafas pelan. Qilin Darah sempurna dalam segala hal, hanya tingkat kecerdasannya yang kurang.
Qilin Darah yang marah sengaja diarahkan Tuan Putih ke ruang samping. Han Sen tak bisa menghentikannya, sementara Duan Zui mendekati Han Sen yang tertindas sambil mengamat-ngamati. "Kita tak memiliki permusuhan," katanya. "Serahkan padaku serpihan batu itu, dan kami akan pergi seolah tak pernah melihatmu."
"Kalau punya kemampuan, ambillah sendiri." Han Sen berkata dengan datar.
"Kau memang kuat, tapi sayangnya sekarang tertindas di sini. Bahkan kabur pun tak bisa, apalagi melawanku?" Duan Zui menghunus pedangnya.
Mereka sebelumnya sudah pernah merugi karena meremehkan Han Sen. Sekarang mereka memperlakukan Han Sen sebagai lawan setara, tidak meremehkannya meskipun dia hanya seorang adipati. Bahkan ketika satu tangan Han Sen tertindih dan tidak bisa kabur, Duan Zui tetap mempersiapkan serangan total dengan mengeluarkan pisaunya.
Pisau Duan Zui sangat aneh. Seluruh tubuhnya hitam seperti besi kasar. Panjang bilahnya ternyata hanya sekitar satu kaki, lebih pendek dari gagangnya. Terlihat seperti pisau patah.
Pada lingkaran di ujung gagang pisau, terikat rantai besi yang melilit berkali-kali di lengan kekar Duan Zui.
Melihat Duan Zui menghujamkan kapaknya ke arahnya, Han Sen tanpa basa-basi menepuk sarang burung yang terbalik di kepalanya. Sarang itu langsung membengkak menyelimuti seluruh tubuhnya.
Tebasan Duan Zui mengenai sarang burung itu seperti menghantam kapas. Tidak ada suara yang keluar, dan sarang burung itu pun tidak terbuka.
Duan Zui sedikit terkejut, mengerahkan tenaga dan menghantam beberapa kali, namun sama sekali tak mempan.
Han Sen sama sekali tidak khawatir Duan Zui bisa memecahkan sarang burung ini. Barang ini bahkan tak bisa dilukai oleh Hu Fei, apalagi Duan Zui.
Sayangnya sarang burung tidak memiliki sifat agresif, paling banter hanya bisa dipakai untuk pengganti nyawa. Yang paling membuat Han Sen pusing sekarang adalah bagaimana cara menyelamatkan tangannya dari bawah buah perak.
Han Sen telah mencoba beberapa jenis tenaga tapi tidak ada efeknya. Selain menggunakan tubuh Super God, sepertinya tidak ada metode lain yang lebih baik.
"Han Sen, kebuntuan ini hanya akan merugikan kita berdua. Bagaimana kalau kita bekerja sama?" Tiba-tiba suara Tuan Putih terdengar dari luar.
"Bagaimana cara kerja samanya?" Dengan konsentrasi penuh, Han Sen bertanya sambil mencoba menaikkan reputasinya.
"Pertama hentikan Qilin Darah ini, baru kita bisa berdiskusi lebih lanjut," kata Tuan Putih.
“Baik.” Han Sen menghentikan Qilin Darah, menyuruhnya kembali ke sisinya. Tuan Putih juga menarik kembali tanda cahaya yang tertera di atas kepala Qilin Darah.
“Aku akan membebaskanmu, sebagai gantinya berikan serpihan batu itu padaku. Bagaimana?” Tuan Putih menatap Han Sen.
