“Ayah...darah wanita itu sudah habis...Ayah...dia membuka kepala wanita itu dengan pukulan...” Laporan perkembangan terbaru terus disampaikan Bao'er.
“Bao'er, jangan lihat lagi.” Han Sen memanggil Bao'er kembali ke pelukannya, tidak ingin gadis kecil itu menyaksikan adegan berdarah semacam itu.
Meski sebenarnya usia Bao'er sudah tidak muda lagi, di mata Han Sen dia tetaplah gadis kecil yang abadi.
Bao'er melonjak turun dari bahu Han Sen, duduk di pangkuannya sambil penasaran mengamati Segel Empat Simbol dan varietas langka yang terus meronta-ronta di dalamnya.
Han Sen masih tidak bisa merasakan hal apapun terjadi di belakangnya, tapi sejak mendengar ucapan Bao'er, punggungnya terasa tidak nyaman. Di otaknya terus bermunculkan berbagai bayangan yang tak bisa diusir.
"Kucing Giok, sebenarnya apa yang sedang kau lakukan?" Han Sen tidak tahan lagi bertanya keras pada patung itu.
Sayangnya patung kucing giok itu sepertinya kembali tertidur panjang, sama sekali tidak menghiraukan Han Sen.
Beberapa saat kemudian, suara rantai kembali terdengar dari belakang Han Sen. Tak lama terlihat tawanan itu meninggalkan area belakangnya, berjalan perlahan menyusuri jalan yang sama seperti saat datang.
Hanya saja berbeda dengan saat datang, kali ini Han Sen melihat di tangan pria itu ternyata membopong mayat seorang wanita.
Lebih tepatnya, itu bukan jenazah wanita biasa, melainkan mayat makhluk hidup berjenis kelamin perempuan.
"Bentuk wajahnya sudah tidak bisa dikenali lagi, karena wajahnya telah tertembus lubang darah sebesar tinju. Yang terlihat, mayat itu memiliki tubuh atas mirip manusia, bagian bawah berbentuk ular, agak menyerupai ras Gana. Namun berbeda dengan ras Gana, di atas kepalanya tumbuh tanduk spiral seperti unicorn sepanjang lebih dari satu kaki, berwarna perak.
Sisik ular di bagian bawah tubuhnya juga berwarna perak seperti itu, berkilau hampir memberikan kesan semi-transparan.
Di posisi kepala dan jantung mayat tersebut terdapat lubang-lubang darah, tapi sudah tidak ada darah yang mengalir lagi. Seperti kata Bao'er, seharusnya darahnya sudah benar-benar habis mengering.
"Apa sebenarnya maksud si cabang itu? Kenapa harus melukiskan sosok wanita di punggungku?" Han Sen merasakan kegelisahan yang sangat dalam di hatinya.
Namun untuk sementara dia belum merasakan ketidakwajaran apa pun, tubuhnya juga normal, zirah lobster galaksi bintang yang dikenakan di tubuhnya juga tidak rusak. Sepertinya tawanan mengerikan itu hanya melukiskan gambar di bagian belakang zirahnya belaka.
Meski agak tidak nyaman dalam hati, karena tidak menimbulkan bahaya bagi dirinya, Han Sen terpaksa mengabaikannya.
"Bao'er, kamu siram bagian rompi anti peluru Ayah dengan air, bersihkan semua barang kotor yang menempel." Kata Han Sen pada Bao'er. Meski tidak berbahaya, Han Sen tetap merasa tidak senang.
Bao'er mengiyakan, lalu melompat turun dari pelukan Han Sen. Saat berjalan ke belakang Han Sen, tiba-tiba dia berteriak kaget: "Hilang..."
"Apa yang hilang?" Jantung Han Sen berdebar kencang, firasat buruknya memuncak.
"Gambar yang baru saja dilukisnya sudah tidak ada." Jawab Bao'er.
"Bagaimana bisa menghilang?" Hati Han Sen dipenuhi kebingungan, "Apakah lukisannya rusak sehingga tidak terlihat lagi?"
Bao'er menggelengkan kepala, "Ayah, punggung Ayah benar-benar bersih sekarang. Tidak ada noda darah sama sekali. Lukisan wanita jelek itu juga sudah lenyap."
Han Sen merasa aneh, menatap Tuan Putih bertanya, "Tuan Putih, ada apa ini sebenarnya?"
Tuan Putih menggeleng, "Aku juga tidak paham. Lagipula kami tidak bisa melihat punggungmu. Kami hanya tahu dia menggambar sesuatu di sana, tapi tidak tahu detailnya."
Perasaan frustasi menyelimuti Han Sen. Tapi setelah memeriksa tubuhnya dengan teliti dan tidak menemukan kelainan, ia memutuskan untuk sementara tidak menghiraukannya.
Selanjutnya tidak ada lagi kejadian aneh. Keempat orang itu terus menahan Segel Empat Simbol, berhasil mengendalikan replika varietas langka itu dengan susah payah selama sepuluh hari.
Meski keempatnya mengalami kelelahan berlebihan, akhirnya mereka berhasil bertahan melewati sepuluh hari tersebut.
Saat para varietas langka satu per satu mundur dan kembali ke dalam istana, saat gerbang istana tertutup, Han Sen dan kawan-kawan hampir lunglai di tanah.
"Selamat kalian lolos ujian Yang Mulia Santo. Sekini kalian berhak mendapatkan harta peninggalan Yang Mulia Santo." Patung kucing giok akhirnya berbicara lagi, tersenyum manis mengawasi Han Sen dan rombongannya.
"Di mana hartanya?" Han Sen mengabaikan rasa lelah di tubuhnya, menatap patung kucing giok bertanya.
"Di sini." Patung itu berkata sementara podium giok di bawah kakinya tiba-terbuka, memperlihatkan sebuah kotak kecil berbentuk kubus dengan panjang sekitar satu kaki, tak diketahui isinya.
Han Sen hendak maju mengambil kotak itu, tiba-tiba hatinya berdebar kencang. Pisau patah di tangan Duan Zui menghantamnya dengan ganas.
Qilin Darah menggeram marah, menerjang ke arah Duan Zui.
Tapi aura kegelapan di tubuh Duan Zui tiba-tiba menyelimuti, Han Sen dan Blood Qilin sama-sama merasakan kegelapan total di hadapan mereka, tak bisa melihat apa pun.
Dengan ekspresi tenang, Han Sen yang masih mengenakan sarang burung di kepala terbang menerjang ke arah posisi kotak kecil dalam kegelapan.
Meski berada dalam bidang Duan Zui dimana ketujuh indranya terputus, berkat perlindungan sarang burung, dia sama sekali tak menghiraukan serangan musuh.
Namun di detik berikutnya, wajah Han Sen berubah. Dia merasakan kekuatan misterius menghantam sarang burungnya, yang tiba-tiba terbungkus oleh energi asing dan terseret dari kepalanya.
Bersamaan dengan itu, tubuhnya bersama Bao'er dalam pelukan diikat oleh sesuatu mirip tali. Badannya yang sedang menerjang ke kotak itu pun dipaksa menarik ke samping.
Kegelapan di hadapannya menghilang, Han Sen menemukan dirinya dan Bao'er terikat dengan tali berwarna putih. Di ujung tali lainnya terdapat jaring yang menjerat sarang burung milik Han Sen. Jaring yang mampu menangkap sarang burung tingkat mitos ini jelas bukan benda biasa.
Duan Zui memegang jaring dengan satu tangan, sementara tangan satunya menggenggam kotak kecil batu giok.
"Terima kasih telah membantuku meraih peninggalan Santo," ujar Duan Zui sambil memegang kotak kecil itu dengan nada datar.
"Siapa kau?" Tuan Putih mengerutkan kening menatap Duan Zui.
Duan Zui tersenyum: "Tuan Putih, hamba adalah pengawalmu, Duan Zui."
"Kau mengaku sebagai Duan Zui, tapi Duan Zui hanyalah pengawal biasa. Jaring pengawasan Pangeran ke-14 mustahil ada di tanganmu," Tuan Putih tetap skeptis sambil mengerutkan dahi.
Duan Zui menyelipkan kotak kecil ke dalam pelukannya, lalu menggenggam pisau patah miliknya sambil berkata pada Tuan Putih: "Tuan terlalu khawatir. Meski aku hanya setengah langkah menuju mitos, aku tetaplah pengawal Tuan. Namun selain melayani Tuan, aku juga bertanggung jawab pada Pangeran Keempat Belas. Barang ini adalah yang diinginkan Pangeran Keempat Belas, aku harus mengembalikannya."
"Tuan Putih, kita semua berbakti untuk Pangeran Keempat Belas. Tak perlu memisahkan diri. Kali ini jasa Tuan sangat besar, hamba pasti akan melaporkan secara jujur... Tempat ini tidak aman untuk bicara... Mari kita selesaikan dia dulu..." Sambil melanjutkan penjelasannya, Duan Zui mengayunkan pisau patah di tangannya ke arah Han Sen.
