"Tempat seperti ini bahkan tak ada sepetak pemakaman. Orang penting mana yang mati akan dikubur di sini? Jangan-jangan abunya akan ditabur di laut, membuat semacam upacara?" gumam Han Sen dalam hati.
Sejujurnya, Han Sen tidak terlalu percaya pada ucapan Nyonya Jing. Tapi dengan banyaknya petarung kuat dari berbagai ras yang datang ke sini, pasti ada hal besar yang akan terjadi.
Para petarung dari ras lain jelas sangat takut pada orang-orang seperti Nyonya Jing. Orang biasa hampir tidak ada yang berani muncul di wilayah sekitar ini.
Tapi kebanyakan dari mereka juga hanya berdiri di wilayah yang mendekati lautan, sepertinya sama seperti Nyonya Jing sedang menunggu sesuatu.
Namun setelah menunggu berturut-turut beberapa hari, tidak ada hal apa pun yang terjadi. Han Sen juga tidak melihat pemakaman yang disebutkan Nyonya Jing.
"Nyonya Jing, apakah upacara pemakamannya belum dimulai?" Di hari keenam, Han Sen benar-benar tidak tahan lagi. Ia mendekati sisi Nyonya Jing dan bertanya lagi.
Dengan para pelayan yang melayani, Nyonya Jing terlihat seperti sedang berlibur - menikmati hidangan lezat dan dilayani dengan baik, hampir seolah hendak memindahkan bak mandi ke sana. Gaya hidupnya begitu elegan dan santai. Sementara Han Sen dan Qilin Darah harus menunggu di situ selama 6 hari tanpa makan minum. Meskipun mereka sudah mencapai level dimana bertahan hidup hanya dengan menyerap energi kosmik, rasanya tetap tidak nyaman.
"Buru-buru apa? Yang mati juga belum ada." Nyonya Jing berkata dengan nada datar.
Han Sen langsung membelalakkan matanya, dalam hati berpikir: "Mungkinkah benar-benar ada pemakaman di sini? Tapi yang punya hajat saja belum menghembuskan napas terakhir, sudah banyak orang buru-buru datang ikut pemakaman. Bukankah ini terlalu terburu-buru? Kalau sampai ketahuan Sang Tuan, mungkin belum mati sudah mati menggelegar duluan."
Han Sen merasa persoalan ini memancarkan keanehan, tapi Nyonya Jing enggan menjelaskan dengan transparan, Han Sen pun tidak bisa berbuat apa-apa.
"Nyonya Jing, bolehkah aku berjalan-jalan di sekitar sini? Agak lapar, ingin mencari sesuatu untuk dimakan. Tenang, aku mutlak tidak akan menjauh." Han Sen menatap Nyonya Jing sambil berkata.
"Mau ke mana saja boleh, asalkan sebelum pemakaman mulai bisa kembali terburu-buru." Han Sen tidak menyangka Nyonya Jing tidak hanya menyetujui, tapi juga dengan kelancaran yang sangat, sepertinya sama sekali tidak ada rencana membatasi kebebasan geraknya.
"Terima kasih Nyonya." Han Sen berbalik lalu meninggalkan puncak gunung. Setelah menjauh beberapa langkah, ia menengok ke belakang dan mendapati Nyonya Jing sama sekali tidak mengawasinya, juga tidak mengirim pengawal untuk menguntit, seolah benar-benar tidak ambil pusing.
“Apakah dia memperhitungkan dengan akurat bahwa aku tidak akan kabur?” Han Sen merasa Nyonya Jing ini memang agak aneh, tapi dia benar-benar tidak berani melarikan diri. Setidaknya sebelum menjemput Bao'er, Han Sen tidak berniat untuk kabur.
Setelah menjauhi gunung, Han Sen menemukan bahwa jumlah petarung kuat dari berbagai ras yang datang sangat banyak. Banyak di antaranya berasal dari ras yang belum pernah dilihatnya sebelumnya. Di area yang lebih jauh, bahkan telah terbentuk pasar sementara.
Hati Han Sen langsung berbunga-bunga. Dia segera terbang menuju pasar tersebut. Terlihat berbagai macam ras berkumpul di sana, langsung membuka lapak di tepi pantai sambil menjual berbagai harta mutan dan barang-barang sejenis.
Tingkatan para anggota ini sangat bervariasi. Ada yang terlihat hanya setingkat Viscount bahkan Baron, sementara beberapa mencapai level Raja yang mengerikan. Bahkan ada yang kekuatannya sama sekali tidak bisa diprediksi oleh Han Sen, membuat siapa pun yang melihatnya kehilangan akal.
Yang paling aneh adalah, sebagian besar makhluk-makhluk ini memiliki kekuatan elemen air.
“Tampaknya ini sama sekali bukan kebetulan, apakah insiden besar yang akan terjadi di sini terkait dengan tenaga bercorak air? Karena aku memiliki Badan Kaisar Air Sumber, makanya Nyonya Jing membawaku ke sini?” Han Sen berpikir lagi merasa ada yang janggal, soal konstitusi fisik bercorak air, Dekan Shui Yue adalah petarung kuat yang termitosis bercorak air. Jika benar ada hal penting, sepertinya Nyonya Jing tidak perlu membawa pangeran palsu ke sini.
Han Sen masuk ke dalam pasar. Lagipula di sini ada banyak makhluk hidup, seharusnya tidak sulit mencari beberapa informasi. Mereka tidak mungkin datang ke sini tanpa alasan jelas.
Sambil berjalan ia mengamati, tak lama kemudian Han Sen berjongkok di depan stan kecil. Bukan karena barang yang dijual di stan ini memiliki keunikan aneh, terutama karena pedagangnya level rendah mudah diganggu, dan berasal dari ras Kait yang tidak memiliki latar belakang kuat. Lagipula stan-nya berada di sudut ruangan yang tidak mudah menarik perhatian.
Tentu saja, Han Sen tidak berniat mengganggunya. Ia hanya ingin bertukar informasi, agar komunikasi bisa berlangsung dengan lancar.
"Kakak, di sini semuanya harta mutan air autentik. Mau lihat yang mana?" Baron Kait menumpuk senyum, antusias memperkenalkan harta mutannya pada Han Sen.
"Siapa yang kau panggil kakak?" Han Sen sengaja memasang wajah masam.
"Yoyoyoyo... Mohon maaf pria tampan..." Baron Kait buru-buru mengubah nada bicara.
"Nah, itu baru benar..." Han Sen mengangguk puas, tapi kemudian berpikir ulang: "Tidak, bukankah aku sedang berakting jadi preman? Harusnya panggil Kakek!"
Merasa tak berbakat jadi penjahat, Han Sen malas melanjutkan akting. Langsung mengeluarkan pisau belati level Viscount, dikibaskannya di depan sang Baron: "Bisa mengenali barang ini?"
"Pria tampan, sungguh mohon maaf. Ini cuma bisnis kecil, hanya jual barang tidak menerima titipan. Mungkin Tuan bisa ke sebelah sana, Kakak di sana punya dukungan finansial kuat, pasti bisa memberi harga mahal." Pedagang berkata dengan wajah masam.
“Siapa yang mau menjual barang ke kamu? Lihatlah penampilanku ini, seperti orang yang kekurangan uang dan harus menjual harta bendakah?” Han Sen menepakkan pisau belati itu di hadapan pedagang, berkata dengan penuh kejantanan: “Jawab beberapa pertanyaanku, ini akan jadi milikmu.”
“Oh ternyata cari informasi. Cowok ganteng, ngomong dari tadi dong.” Pedagang langsung menyambar pisau itu dan menyelipkannya ke pelukannya, menepuk dada berkata: “Silakan tanya apa saja, di sini tidak ada hal yang tidak kuketahui. Namaku Alang.”
Han Sen merasa anggota ini sama sekali tidak tepercaya. Seorang Baron kecil-kecilan berani mengobral janji muluk, tidak takut lidahnya terpelintir angin kencang.
Untungnya Han Sen hanya ingin menanyakan beberapa hal sederhana, bukan mencari rahasia penting.
“Untuk apa kamu ke sini?” Sorot mata Han Sen menyapu area sekitarnya sebelum bertanya.
“Cowo ganteng, kan sudah kelihatan. Aku cuma cari uang kok.” Alang tersenyum kecut.
“Serius, siapa peduli kamu dapat uang atau tidak, aku tanya kenapa kamu dan anggota-anggota ini datang ke tempat seperti ini?” Han Sen melirik A Lang dengan keras, mulai menyesal memilihnya sebagai sumber informasi. Anggota ini cuma si tolol.
A Lang tersadar: “Hei, rupanya kamu mau tanya ini. Ngapain ditanya-tanya lagi? Bukannya kamu juga sama seperti kami, kita semua datang untuk menyaksikan Dewa Air Kuno.”
Han Sen membeku. Dua kata “Dewa Air” sering muncul dalam klan-klan, tapi yang bisa diberi awalan ‘kuno’ dan diakui multiras di alam semesta, seingat Han Sen mungkin cuma Klan Dewa Kuno.
“Jangan-jangan pemakaman yang Nyonya Jing maksud adalah pemakaman Dewa Air Kuno? Tidak mungkin! Dewa Kuno konon adalah petarung kuat yang termitosis sejak lahir. Umur mereka diukur dalam miliaran tahun, sulit melihat saat Dewa Kuno runtuh.” Berbagai pemikiran bergolak dalam hati Han Sen.
