"Apakah Dewa Air Kuno sebentar lagi mati?" Han Sen mengerutkan kening bertanya.
A Lang membelalakkan matanya pada Han Sen: "Bagaimana bisa kamu bicara seperti ini? Tidak takut didengar Dewa Air Kuno dan langsung dihapus?"
Han Sen membeku: "Bukannya kamu yang bilang?"
A Lang langsung panik: "Kapan aku bilang Dewa Air Kuno mati? Aku cuma bilang kita semua datang menyaksikan Dewa Air Kuno berusaha naik level menjadi dewa!"
"Naik level menjadi dewa? Ada level seperti itu?" Raut wajah Han Sen mulai terlihat aneh.
"Legenda mengatakan ada. Ini juga jadi tujuan para petarung termitosis, tapi kita cuma ikut ramai-ramai sambil cari duit." A Lang terdiam sejenak, melirik sekeliling lalu berbisik: "Tapi sebagian besar makhluk di sini yakin Dewa Air Kuno pasti gagal. Makanya mereka datang mencoba peruntungan, ingin dapat Sumber Dewa Kuno yang bakal tertinggal kalau ritualnya gagal."
“Sumber Dewa Kuno, apa sih itu?” Han Sen mengedipkan mata bertanya.
Alang justru terkejut melihat Han Sen: “Pria tampan, bahkan Sumber Dewa Kuno pun tidak kau tahu, terus buat apa kau kabur ke sini?”
“Ini bukan urusanmu! Cepat katakan, apa itu Sumber Dewa Kuno?” Han Sen berkata dengan suara dingin.
Alang mengangkat bahu melanjutkan: “Metode regenerasi Klan Dewa Kuno berbeda dengan makhluk biasa. Mereka satu kehidupan-satu kematian, hanya ketika dewa tua mati, dewa baru akan tercipta. Jumlah Dewa Kuno di dunia ini tetap, tidak pernah bertambah. Jika benar-benar gagal naik level, Gu Shuishen akan meninggalkan Sumber Dewa Kuno yang akan berevolusi menjadi Gu Shuishen baru, terlahir langsung dalam wujud mitos.”
Terdiam sejenak, A Lang lalu melanjutkan: "Tapi Sumber Dewa Kuno itu ibarat telur bagi ras lain. Dibutuhkan tenaga dengan atribut yang sama untuk menetaskannya. Jika bisa mendapatkan pengakuan dari Sumber Dewa Kuno dan menempelkan diri padanya, bagi makhluk bercorak air, itu akan memberi keuntungan besar."
"Ada hal baik seperti ini? Kalau Sumber Dewa Kuno itu dimakan, apa langsung bisa mencapai level mitos?" Han Sen meraba dagunya sambil bergumam lirih.
"Dimakan?!" Mata A Lang membelalak seolah melihat hantu, mengawasi ketat Han Sen. Setelah beberapa saat baru berkata: "Klan Dewa Kuno itu secara alami sudah termitosis. Tenaga yang terkandung dan warisan generasinya sangat mengerikan. Sekalipun petarung kuat yang termitosis datang, tetap sulit berbuat apa-apa. Apalagi klan Dewa Kuno punya banyak petarung mitos yang pasti diam-diam menjaga. Mereka sama sekali tidak akan membiarkan petarung mitos mendekati Sumber Dewa Kuno..."
“Memang benar, tapi petarung termitosis tak bisa memakannya, bukan berarti aku juga tak bisa. Ini kesempatan bagus. Jika bisa mendapatkan Sumber Dewa Kuno itu, mungkin raga ini bisa kutambahkan persediaannya……” Ujar Han Sen sambil berbalik pergi, tak lagi menghiraukan si Alang itu.
Kini Han Sen sudah punya gambaran. Nyonya Jing membawanya menyaksikan Dewa Air Kuno naik ke tingkat Tuhan, mungkin untuk menguji apakah dirinya mampu mendapatkan Sumber Dewa Kuno. Adapun alasan Nyonya Jing melakukan ini, Han Sen masih belum bisa menebaknya.
Saat berbalik dan melangkah, tiba-tiba Han Sen menggigil hebat. Mulutnya menguap mengeluarkan bersin, tangannya mengusap hidung sambil bergumam lirih: “Entah siapa lagi yang merindukanku.”
Bayangan Han Sen semakin menjauh, tanpa menyadari sorot mata Alang yang membara seperti semburan api dari balik punggungnya, gigi-gigi tak rata itu nyaris berdecak mengeluarkan percikan amarah.
“Bisa-bisanya ingin memakan Sumber Dewa Kuno milikku, aku ingin lihat bagaimana kamu mencernanya.” A Lang mendengus keras, tubuhnya berputar lalu bersama barang-barang di lapak berubah menjadi aliran air yang tenggelam dalam pasir, dalam sekejap tak tersisa jejak apapun.
“Hachoo! Hachoo! Hachoo!” Sepanjang perjalanan, Han Sen tak henti bersin. Ia merasa seperti terkena flu, bahkan mulai demam dan ingus terus mengalir.
Han Sen merasa ada yang tidak beres. Bagaimana mungkin adipati seperti dirinya yang telah menyerap Badan Kaisar Air Sumber level Raja bisa terkena flu?
Segera mengoperasikan tenaga untuk memeriksa diri, tapi tak menemukan kelainan apapun pada raganya. Hanya merasa tubuhnya agak dingin, kepala pusing, serta bersin dan pilek terus-menerus - semua gejala flu biasa.
Ketika Han Sen kembali ke puncak gunung tempat Nyonya Jing berada, seluruh badannya sudah menggigil hebat dengan kepala berdenyut-denyut, persis seperti flu berat.
“Kamu kenapa?” Nyonya Jing mengerutkan kening sambil menatap Han Sen dari atas ke bawah.
“Tidak tahu… Sepertinya flu…” Han Sen merasakan dingin yang sangat di tubuhnya, kepalanya terasa panas menyakitkan. Sudah bertahun-tahun lamanya ia tidak merasakan kondisi seperti ini.
Ekspresi Nyonya Jing berubah drastis. Tubuhnya melesat mendekati Han Sen, satu telapak tangan menekan dahi pemuda itu. Seketika, Han Sen merasakan aliran tenaga sejuk dari telapak tangan Nyonya Jing menyusup ke dalam raganya.
Tenaga itu mengalir sejuk, berputar satu putaran cepat di dalam tubuh Han Sen. Meski gejalanya sedikit mereda, sensasi flu itu tak juga hilang.
“Tadi kamu ke mana saja? Bertemu dengan siapa?” tanya Nyonya Jing dengan ekspresi dingin.
“Aku cuma main ke pasar sebelah, jalan-jalan sebentar dan ngobrol sama pedagang di sana,” jawab Han Ser sambil menunjuk arah pasar.
Nyonya Jing memapah Han Sen dengan satu tangan, posturnya bergerak perlahan. Di bawah kakinya seolah berpindah ruang, tiba-tiba mereka sudah berada di luar pasar itu.
Sorot mata Nyonya Jing menjaring seluruh ruangan pasar, lalu bertanya pada Han Sen: "Apa pedagang yang mana yang kamu ajak bicara?"
Han Sen menahan rasa pusing itu sambil menggiring Nyonya Jing masuk ke pasar. Dengan cepat mereka sampai di sudut ruangan itu.
"Baru saja masih di sini..." Ekspresi Han Sen langsung berubah. A Lang dan lapak dagangannya ternyata sudah menghilang. Langsung ia tahu memang ada masalah saat itu.
Han Sen selalu berhati-hati. Saat sebelumnya mendekat untuk bertanya, ia sudah melakukan pengamatan detail pada A Lang. Tapi tak ditemukan masalah apa pun. Hingga detik ini, Han Sen masih tak tahu kapan tepatnya dirinya terkena efek itu.
Untungnya selain gejala flu, raganya tidak muncul masalah lainnya.
“Hmph! Berani melakukan kontrol tubuh di hadapanku, aku akan melihat siapa sebenarnya kau?” Nyonya Jing mendengus keras, mengangkat tangan halusnya dan langsung memunculkan sebuah cermin kuno.
Cermin kuno menyorot ke arah yang ditunjuk jari Han Sen, cahaya bayangan dalam cermin berkilauan memantulkan gambar di posisi tersebut. Gambar itu seperti rekaman yang diputar ulang, berputar terbalik dengan cepat dalam cermin.
Rekaman dalam cermin terus bergerak mundur. Semua makhluk hidup dan barang yang pernah muncul di sini terlihat jelas, bahkan hingga dua hari sebelumnya. Namun wilayah itu tetap kosong, seolah-olah selalu menjadi lapangan kosong belaka.
"Benar ada lapak di sana!" Han Sen berkata dengan pasrah saat Nyonya Jing menatapnya.
Nyonya Jing mengerutkan kening halus: "Aku lebih berharap kau berbohong. Jika tidak, berarti kau benar-benar menantang anggota yang cukup mengerikan. Bahkan ruang-waktu cerminku tak bisa menampilkan gambarnya - pasti seorang petarung kuat yang termitosis dengan tingkat mengerikan absolut."
