Jalan gunung kosong di puncak itu seolah terselimuti kabut. Saat raga Han Sen menerobos kabut tipis, langsung terasa sensasi ruang terdistorsi.
Sensasi itu hanya sesaat lalu menghilang. Ukiran Kaisar di tubuhnya menyala terang, memperlihatkan tangga batu menuju puncak yang berubah menjadi banyak jalur berliku mirip lipan di permukaan gunung.
Han Sen melihat Pangeran Keempat dan Putri Kedua yang lebih dulu menyerbu, kini berputar-putar di tangga melingkar. Mereka bolak-balik berlari di beberapa anak tangga yang sama tanpa bisa naik.
Han Sen mencoba berlari menuju puncak gunung, namun tidak menemukan masalah apa pun. Dia langsung menyusuri tangga batu pendakian, sementara Pangeran Keempat dan Putri Kedua masih berlari ke sana kemari seperti orang gila di tempat itu.
"Sepertinya berkat fungsi ukiran Kaisar, aku tidak terjebak dalam ruang terdistorsi." Han Sen juga tidak berminat melihat mereka berputar-putar, langsung mendaki ke puncak gunung.
Puncak gunung yang lapang seluas stadion sepakbola, sebagian besar permukaannya datar. Namun ada satu bagian yang menonjol seperti gunung kecil yang berdiri di atas puncak.
Puncak yang menonjol itu tidak terlalu tinggi, sekitar seratus zhang. Bentuk gunungnya tajam bagai pedang yang menunjuk langit biru, terukir empat aksara besar seperti bilah pedang yang menyala: "Harga Diri Bawaan".
Hanya dengan melihat empat karakter itu, seluruh tubuh langsung merinding. Seolah ribuan gelombang energi pedang menyayat kulit, membuat orang merasa akan tercabik-cabik oleh ribuan pedang di detik berikutnya.
"Aura pedang yang luar biasa!" Han Sen menatap tajam keempat karakter 'Ao Gu Tian Cheng', wajahnya menampakkan ekspresi terkejut.
Kemampuan pedang Han Sen sebenarnya cukup mumpuni. Meski tidak fokus berlatih pedang, aura pedangnya nyaris setara dengan level mitos.
Namun di hadapan keempat karakter ini, aura pedang Han Sen justru diredam hingga tak bisa menembus tubuhnya, seolah gemetar ketakutan. Ini adalah tekanan dari tingkat yang lebih tinggi.
"Hanya petarung legendaris yang bisa mengukir prasasti seperti ini. Tingkat jalan pedang sang pengukir pasti sudah mencapai level yang sulit dipahami. Siapa sebenarnya orang ini? Dalam sejarah Klan Huangji, ada banyak ahli pedang. Belum lagi para kisar dengan kemampuan pedang luar biasa, bahkan di antara rakyat biasa pun banyak petarung mitos. Sangat sulit untuk menebak identitasnya."
Han Sen terdiam sejenak, lalu berpikir: "Tapi untuk memiliki aura pedang seperti ini, mungkin bukan ahli jalan pedang tingkat mitos biasa. Pasti salah satu dari kaisar pedang paling terkenal itu. Sayangnya pemahamanku tentang mereka terbatas, jadi sulit menebak ini aura pedang kaisar yang mana."
Tatapannya berpindah dari empat karakter "Ao Gu Tian Cheng", mengamati area sekitar puncak gunung. Namun tak ada penemuan lain selain gunung atas gunung ini. Di puncaknya benar-benar kosong.
"Apakah keuntungan yang disebut Bai Lingshuang adalah gunung atas gunung berukir 'Ao Gu Tian Sheng' ini? Tapi apa gunanya gunung ini? Jangan-jangan seluruh gunung atas gunung ini adalah harta mutan? Tapi tidak terlihat begitu. Mungkin maksud 'keuntungan' Bai Lingshuang adalah aura pedang dari empat karakter 'Ao Gu Tian Cheng' itu." Sorot mata Han Sen kembali ke tulisan tersebut.
Aura pedang pada tulisan itu memang luar biasa. Semakin dilihat, semakin terasa kemegahannya yang membuat orang merasa malu, bagai batu biasa yang tak pantas disandingkan dengan bulan perak ciptaan Rhine.
Bahkan dengan keteguhan Kehendak Han Sen sekalipun, sulit untuk mempertahankan kondisi mental yang tidak goyah oleh martabat atau penghinaan di hadapan aura pedang tersebut.
Namun aura pedangnya memang berbasis pada keteguhan, sehingga tidak akan goyah mentalnya. Dia tetap berdiri di sana mengamati aura pedang pada empat karakter "Ao Gu Tian Cheng".
Tapi entah mengapa, semakin dilihat semakin terasa seperti menggaruk gatal melalui sepatu, tidak bisa benar-benar memahami inti sejati dari aura pedang itu.
Saat Han Sen sedang mengamati, tiba-tiba terdengar langkah kaki dari arah tangga batu. Dipalingkannya kepala, terlihat Pangeran Keempat sedang mendaki melalui tangga.
Melihat Han Sen ternyata sudah berada di puncak, Pangeran Keempat hanya mengerutkan kening halus tanpa berkata apa-apa.
"Sudah bertemu Kakak Kaisar Keempat." Han Sen memberi hormat dengan anggun.
Pangeran Keempat meliriknya datar, tidak mengucapkan sepatah kata pun. Langsung berjalan menuju dinding tebing yang terukir "Ao Gu Tian Cheng", menatap tajam keempat karakter itu sambil mengabaikan kehadiran Han Sen di sampingnya.
Han Sen meraba hidungnya. Karena mereka tidak menghiraukannya, dia pun tidak perlu mencari masalah sendiri.
Baru saja Pangeran Keempat berdiri di posisi tetap, Putri Kedua pun naik ke sini. Melihat Han Sen dan Pangeran Keempat sama-sama ada di situ, raut wajahnya langsung sedikit ciut.
Kalau Pangeran Keempat bisa mengalahkannya masih wajar, tapi Han Sen ternyata juga berhasil mendahuluinya menginjak puncak. Hatinya pun merasa tidak senang.
Tapi mengingat dia adalah petarung kuat yang termitosis, ekspresi tidak suka itu langsung menghilang. Putri Kedua kemudian berjalan ke depan dinding tebing, diamati lebih seksama empat karakter "Ao Gu Tian Cheng". Sama seperti Pangeran Keempat, dia sama sekali tidak menghiraukan Han Sen.
Menyaksikan mereka semua sedang merenungi aura pedang, Han Sen akhirnya paham bahwa keuntungan puncak ini memang terletak pada aura pedang empat karakter itu. Hatinya pun tak bisa menahan rasa kecewa.
Aura pedang ini sungguh layak disebut luar biasa, tapi Han Sen bukanlah orang yang fanatik pada jalan pedang. Seandainya Kaisar Enam Jalan yang datang, mungkin akan mendapat pemahaman lebih dalam. Namun setelah mengamati cukup lama, Han Sen tetap tidak mendapat pencerahan khusus.
Tapi sudah datang sampai sini, tentu Han Sen tidak akan menyia-nyiakan kesempatan. Ia tetap tekun menganalisis aura pedang itu, berharap bisa memperoleh sedikit keuntungan.
Setelah beberapa saat, Han Sen baru teringat urusan Bai Lingshuang. Memperkirakan waktunya sudah hampir tepat, ia pun berdiri dan berjalan menuruni gunung.
Pangeran Keempat dan Putri Kedua yang melihatnya ternyata berbalik turun gunung menjadi tercengang. Tapi mereka tidak mengganggunya, tetap fokus merenungkan aura pedang tersebut.
Han Sen memasuki jalan gunung yang kosong. Tak lama ia melihat banyak pangeran-putri sedang berputar-putar di jalur setapak. Bai Lingshuang juga ada di antara mereka, berlarian kesana kemari seperti lalat tanpa kepala, tapi tak satu pun yang berani menapaki tangga batu menuju puncak.
Distorsi ruang terlalu kuat mempengaruhi mereka, membuat sama sekali tidak bisa mengidentifikasi jalan yang benar.
Bai Lingshuang saat ini dilanda amarah dan kepedihan. Sudah lama ia berputar-putar di sini. Pengaruh tenaga ruang berdistorsi membuatnya semakin sulit membedakan jalan, sementara beban di tubuhnya kian bertambah berat. Namun Han Sen tetap tak terlihat, membuatnya semakin geram.
"Brengseknya Bai Yi itu! Kalau dia berani menikmati keuntunganku tanpa bekerja, setelah keluar pasti kukuliti dia hidup-hidup!" Langkah Bai Lingshuang semakin berat, hampir tak sanggup melangkah lagi.
Setiap langkahnya kini terasa seperti memikul gunung raksasa. Seluruh tubuhnya sudah basah oleh keringat harum yang mengucur deras, baju nyaris tembus pandang.
Semakin lama berada di jalan gunung kosong ini, efek distorsi ruang akan semakin menggila.
"Bunuh... Aku harus membunuh Bai Yi..." Bai Lingshuang sempoyongan hampir terjatuh, kebencian terhadap Bai Yi membara dalam hatinya.
“Kakak Kesepuluh, aku tidak terlambat datang kan?” Sebuah lengan menyangga Bai Lingshuang, mencegahnya terjatuh di tangga batu.
Bai Lingshuang menengadah melihat Han Sen yang tersenyum manis padanya. Ia menggigit bibir merahnya: "Kenapa baru datang sekarang?"
"Jalan gunung ini terlalu sulit dilalui, membuatku sedikit terlambat. Mari kita naik dulu baru bicara." Ucap Han Seren sambil memapah Bai Lingshuang mendaki.
