Han Sen selalu sangat penasaran dengan Menara Takdir Langit, karena menara batu ini sangat mirip dengan menara logam di laut jiwanya. Selain perbedaan material logam dan batu, hampir tidak ada perbedaan lain antara kedua menara tersebut.
Empat petarung kuat yang termitosis menyuntikkan tenaga mereka ke dalam formasi sihir, memaksa pintu menara terbuka sedikit yang hanya cukup untuk satu orang menyamping. Han Sen mengikuti instruksi, memanfaatkan sekejap waktu itu untuk melesat masuk ke dalam menara.
Guangdang!
Begitu Han Sen masuk, pintu gerbang langsung menutup dengan keras.
Karena sudah memahami seluruh prosedur sebelumnya, Han Sen sama sekali tidak panik.
Empat petarung kuat itu hanya bisa mendorong pintu terbuka sedikit dengan bantuan formasi sihir, dan itu pun hanya terjadi dalam sekejap. Mustahil mempertahankan pintu tetap terbuka.
Han Sen memiliki waktu sebulan di dalam Menara Takdir Langit. Pada waktu yang sama bulan depan, mereka akan membuka kembali pintu sesaat agar Han Sen bisa keluar.
Dengan sorot mata mengamati segala sesuatu di dalam menara, Han Sen hanya mendengar kabar bahwa di Menara Takdir Langit terdapat teknik gen ajaib. Setiap makhluk hidup yang melatihnya akan meningkatkan tingkat evolusi mereka secara signifikan. Namun setiap nyawa yang masuk ke sini sepertinya mengembangkan teknik gen yang berbeda-beda, membuat Han Sen sangat penasaran - apakah benar ada hal seperti ini?
Posisi Han Sen berada di lapisan pertama Menara Takdir Langit. Lingkungan di dalamnya hampir sama persis dengan interior menara takdir langit miliknya. Hanya saja di dinding menara takdir langit berbatu ini, Han Sen melihat beberapa gambar.
Awalnya Han Sen mengira gambar-gambar itu adalah teknik gen legendaris yang disebut-sebut. Namun setelah mengamati lebih dalam, ia menemukan bahwa relief dinding itu sama sekali bukan teknik gen, melainkan lukisan seorang makhluk hidup.
Itu adalah sosok laki-laki. Han Sen tidak bisa membedakan apakah dia manusia, ras kristal, Klan Huangji, atau ras langit. Semuanya terlihat agak mirip, namun dari relief dinding sulit dilihat perbedaan antar ras-ras tersebut.
Tapi pria ini dilukis tidak seperti manusia, melainkan lebih mirip dewa di altar. Meski pose tubuhnya berbeda di setiap dinding, semua sikapnya memancarkan kesan merendahkan makhluk dari ketinggian, menimbulkan rasa tak nyaman yang luar biasa.
Walau hanya relief dan bukan makhluk hidup, tatapan matanya yang tertuju pada Han Sen membuat seluruh tubuhnya merinding, seolah pandangan itu mampu menembus jiwa dan paru-parunya.
Han Sen mengerutkan kening halus. Hanya dengan melihat lukisan, dirinya ternyata ingin kabur dari sorot mata itu. Ini jelas-jelas abnormal.
"Apa ada masalah dengan relief ini? Ataukah lukisan ini seperti Yuling di Menara Giok Putih, sebenarnya makhluk hidup?" Han Sen mengamati pria dalam lukisan itu, tapi tak menemukan tanda keunggulan apapun.
Setelah melihat seluruh lantai pertama, hanya ada lukisan pria ini. Tidak ada yang lain. Han Sen merenung sejenak, lalu berjalan menuju tangga yang menuju ke lantai dua.
Yang membuat Han Sen mengerutkan kening, dinding Menara Takdir Langit di lantai dua ternyata masih menampilkan lukisan pria yang sama, hanya dengan sikap yang sedikit berbeda dari lantai pertama.
"Jangan-jangan seluruh Menara Takdir Langit hanya berisi lukisannya saja?" Dengan konsentrasi penuh, Han Sen melanjutkan ke lantai tiga.
Memang, prediksi buruk Han Sen terbukti. Di lantai tiga ternyata masih ada lukisannya lagi.
Setiap lantai menara memiliki delapan sisi, setiap sisi terdapat satu lukisan dirinya. Dari lantai pertama hingga lapisan keenam, Han Sen telah menyaksikan total 48 lukisan pria tersebut.
Semua lukisan menggambarkan orang yang sama, hanya sikapnya yang berbeda-beda. Ada gambar duduk, ada yang berdiri, bahkan beberapa berbaring. Setiap lukisan memiliki pose unik, namun aura ilahi pria itu tetap sama, memicu kebencian mendalam dalam diri Han Sen.
Sebenarnya pria itu tidak jelek, bahkan bisa disebut tampan. Senyum manisnya seharusnya menimbulkan kesan baik. Tapi entah mengapa, Han Sen merasakan antipati yang tak bisa dijelaskan.
Sadar akan hal ini, hati Han Sen berdesir. Ia bukan tipe yang menilai orang dari rupa. Baik kabar buruk maupun baik, wajah menarik atau tidak, ia selalu menghindari kesan pertama yang kuat sebelum benar-benar mengenal seseorang.
Namun kini, hanya dengan melihat satu lukisan, kebencian terhadap pria dalam gambar itu langsung muncul. Ini jelas-jelas tidak wajar.
Dengan susah payah menekan gejolak jijik di hatinya, Han Sen melanjutkan langkah menuju lapisan ketujuh yang menjadi puncak menara.
Jika Menara Takdir Langit batu ini benar memiliki hubungan dengan Menara Takdir Langit logam miliknya, maka lapisan ketujuh seharusnya memiliki batas gaib. Itulah wilayah yang digunakan Menara Takdir Langit untuk memenjarakan.
Saat menapaki lapisan ketujuh Menara Takdir Langit, tayangan yang terlihat membuat Han Sen tertegun sejenak.
Di lapisan ketujuh tidak ada lagi lukisan-lukisan itu. Hanya terdapat podium batu di tengah ruangan, dan di atasnya ternyata duduk seseorang - pria yang sama seperti dalam 48 lukisan di lantai bawah.
Ia duduk bak patung Buddha di atas podium batu itu, kaki terlipat dalam posisi bersila, tangan terkulai alami, kelopak mata tertutup dengan wajar, seolah terlelap dalam dudukannya.
Namun Han Sen sama sekali tidak merasakan vitalitas dari tubuhnya. Seakan itu hanyalah patung batu tak bernyawa. Tapi menurut ketajaman matanya, jelas itu manusia hidup - pori-pori kulitnya terlihat gamblang, permukaan kulit yang terbuka memancarkan merah muda yang lembut.
Urat menonjol dan pembuluh darah di bawah kulitnya samar-samar terlihat. Kecuali tidak bernapas, dari segi apapun ini jelas seorang manusia hidup.
Han Sen mengamati pria di hadapannya menggunakan Bidang Dongxuan. Yang terlihat adalah sosok manusia hidup, namun sama sekali tidak ada gelombang energi vitalitas. Han Sen ternyata tidak bisa membedakan apakah dia manusia hidup atau mayat, sungguh mengerikan tingkat ekstrimnya.
Saat Han Sen menatap pria itu, tiba-tiba muncul riak gelombang di tubuhnya. Seperti riak air yang berlapis-lapis, berkembang di sekujur tubuhnya.
Han Sen mundur perlahan. Dia menyadari riak-riak itu hanyalah gelombang energi vitalitas yang tidak memiliki daya mematikan.
Namun yang mengejutkan, baju zirah kristal hitam di laut jiwanya tiba-tiba bereaksi. Zirah itu bergetar halus, memancarkan aura mistis yang merembes dari dalam raga Han Sen dan menyusup ke tubuh pria itu.
Han Sen hanya merasakan raganya menjadi berat, seolah semua sel di tubuhnya terkunci rapat oleh aura mistis itu. Tidak hanya Jing Dongxuan yang berhenti beroperasi, bahkan beberapa teknik gen lainnya juga terkunci.
Hanya Badan Kaisar Air Sumber dan beberapa tenaga lain yang telah diserap Han Sen yang masih bisa mengalir dalam tubuhnya.
"Apa yang terjadi ini?" Hati Han Sen dipenuhi kegelisahan, namun ia melihat pria itu perlahan membuka mata, memandanginya dengan ekspresi seolah tersenyum tapi juga menangis.
Perasaan kebencian yang seratus hingga seribu kali lebih kuat dari sebelumnya tiba-tiba menyergap hati Han Sen. Dengan susah payah ia menekan perasaan itu agar tidak terlihat.
Karena Han Sen baru menyadari, kebencian yang dirasakannya ternyata berasal dari pengaruh baju zirah kristal hitam, bukan emosi aslinya sendiri.
Pria itu masih menatap Han Sen dengan pandangan yang sama, sudut bibirnya terangkat perlahan, bertanya dengan tenang: "Apa kamu percaya ada Tuhan di dunia ini?"
