Ekspresi Yefeng sangat mengerikan, dia juga membawa pulang sebuah rekaman video.
Saat rekaman video itu ditayangkan, Han Sen langsung mengerti mengapa ekspresi Yefeng begitu aneh dan mengerikan.
Bagian awal rekaman menunjukkan sebuah terowongan batu, mungkin adalah terowongan tambang yang telah digali.
Han Sen tidak tahu bagaimana sebenarnya mereka memilih lokasi penambangan, tapi jelas bukan sekadar asal menggali, melainkan penambangan selektif.
Cakupan lokasi penambangan ras neraka sebelumnya sangat luas. Setelah kedatangan Nyonya Jing dan yang lain, area tersebut dipersempit. Sekarang hanya ada tiga lokasi yang ditambang secara bersamaan, dan ini seharusnya titik penambangan di bagian tengah.
Seiring pergerakan gambar, terowongan batu yang rumit tertembus. Tiba-tiba, bagian depan terowongan membuka ruang yang cukup luas, membuat Han Sen akhirnya melihat patung batu yang disebutkan Nyonya Jing.
Patung setinggi belasan meter itu tidak bisa dianggap tinggi dibandingkan patung lain yang pernah dilihat Han Sen. Seluruh tubuhnya gelap seperti tinta, dengan material batuan yang sama persis dengan sekelilingnya.
Patung itu duduk bersila dengan sepasang lengan depan menyilang membentuk tanda X. Seperti diucapkan Nyonya Jing, sepasang matanya masing-masing memiliki dua pupil berwarna merah darah.
Di belakang patung batu, tersusun banyak lengan dan telapak tangan yang membentuk bentuk obor raksasa. Di setiap telapak tangan terdapat sepasang mata pupil ganda berwarna merah darah.
Seluruh patung memancarkan aura mistis yang aneh, seolah-olah diawasi ketat oleh jutaan mata supernatural. Hanya melalui rekaman video, patung itu sudah membuat orang merinding dan bulu kuduk berdiri.
Rekaman tidak berlama-lama di area patung, melanjutkan pergerakan ke dalam gua. Kemudian Han Sen menyaksikan pemandangan yang semakin mengerikan.
Terowongan batu di depannya relatif rata, namun bagian setelah patung batu sama sekali tidak bisa disebut terowongan. Lebih mirip gua yang digali paksa dengan cakar atau tangan telanjang.
Di mulut gua yang telah digali, terlihat banyak jejak cakar atau jari manusia. Di berbagai wilayah terdapat noda darah yang menempel.
Gambar terus bergerak maju, darah semakin banyak, mengubah gua batu yang awalnya hitam menjadi dominan berwarna merah darah, membuat kulit kepala siapa pun yang melihatnya bergidik.
"Apakah gua itu... digali dengan tangan?" Han Sen tak kuasa menahan pertanyaannya.
Para pekerja itu setidaknya berlevel Marquis. Meski disebut pekerja, mereka adalah sosok penting di antara ras-ras kecil. Meski tidak memiliki harta mutan kelas tinggi, setidaknya mereka pasti memiliki senjata mutan biasa. Jika tidak ada, Klan Huangji pasti menyediakan alat mutan. Tidak mungkin mereka harus menggali dengan tangan kosong.
Tapi jejak-jejak di dinding gua batu jelas menunjukkan bekas cakar dan tangan. Sama sekali tidak seperti hasil pengerjaan alat.
Nyonya Jing dan Yefeng sama-sama menyaksikan gambar itu dengan raut wajah penuh keanehan. Tak satu pun dari mereka menjawab pertanyaan Han Sen.
Namun tak perlu mereka menjawab, Han Sen sudah tahu jawabannya. Rekaman bergerak maju beberapa jarak, dan dia melihat seorang Marquis dari Suku Kepala Banteng tewas di dalam gua. Kedua tangannya masih mencengkeram dinding gua, namun tulang jarinya sudah terkikis habis, menyisakan telapak tangan yang gundul. Di setiap tangan terdapat lima lubang darah.
Menyaksikan pemandangan ini, di otak Han Sen langsung terbayang gambaran: Sang Minotaur itu mati-matian mengorek batu dengan tangannya hingga jemari terkikis. Tapi sama sekali tak ada niat berhenti, tetap menggila terus menggali. Akhirnya sepuluh jarinya rata terkikis, darah mengucur habis, tenaga terkuras hingga tewas.
Rekaman tak berhenti meski Han Sen berimajinasi. Tetap bergerak maju, memperlihatkan semakin banyak mayat berjejer di kedua sisi gua batu.
Mereka semua mempertahankan pose yang sama, raga terjatuh ke depan, dengan kedua tangan yang sudah terkikis mencengkeram dinding batu. Beberapa bahkan telapak tangannya terputus, lengan bawah terkikis sebagian.
Hingga ajal menjemput, mereka masih mempertahankan sikap menggali. Di wajah mereka terpancar ekspresi fanatik yang tetap terjaga sampai akhir, seolah gembira hingga detik terakhir. Namun di balik kegembiraan itu, tersembunyi ketakutan mendalam yang menyatu dengan sumsum tulang.
Han Sen tak bisa menggambarkan ekspresi macam apa itu. Seluruh tubuhnya merasakan dingin menggigil, tulang punggung mengucurkan keringat dingin deras.
Mata semua pekerja yang tewas itu tetap terbuka lebar. Terlihat jelas pupil ganda merah darah menyala di bola mata mereka.
Terowongan batu ini lebih pantas dijuluki lorong kuburan berdarah daripada jalan batu. Begitu banyak Marquis dan adipati tumbang tak bergerak di sepanjang terowongan. Semakin ke depan, mayat-mayat itu bertumpukan semakin mengerikan.
Hingga rekaman terakhir menampakkan sebuah Pintu Batu, persis seperti yang dikatakan Night Wind, pintu itu mirip gerbang kota kuno, terbagi menjadi dua daun pintu, seluruh tubuhnya berwarna merah darah yang terkristal, dengan banyak ornamen setengah lingkaran menyerupai kuku yang menancap di permukaannya.
Tinggi pintu mencapai belasan zhang (catatan: 1 zhang ≈ 3.3 meter), namun hanya bagian pintu yang berhasil digali, area sekitarnya masih berupa batuan yang menyembunyikan apa yang ada di atas pintu tersebut.
Namun keadaan mengenaskan di depan pintu membuat Han Sen kembali merasakan dingin menyergap hatinya.
Para pekerja berdesakan seperti iblis-iblis jahat yang berusaha kabur dari Neraka, mati-matian mengulurkan tangan untuk mencakar Pintu Batu hingga kuku dan tulang jari mereka remuk. Darah di tangan mereka membasahi seluruh permukaan pintu, namun upaya mereka tidak berhasil membukanya.
Semua pekerja yang bertahan sampai di sini akhirnya tewas di depan Gerbang Neraka yang diselimuti mayat dan genangan darah, membuat pintu batu itu terlihat bagaikan portal ke dimensi penyiksaan yang dikelilingi roh-roh jahat.
"Semuanya mati, tidak ada yang selamat," kata Yefeng dengan ekspresi masam. "Mereka seperti orang gila, menggali mati-matian... Awalnya batu itu sangat keras, bahkan dengan alat pun sulit digali. Tapi mereka mencakar dengan jari-jari sampai kuku dan tulang jari terkikis, darah mengalir membasahi batu. Ketika darah itu menempel di batu, anehnya batu itu mulai melunak. Mereka terus menggali sambil berdarah, sampai akhirnya darah mereka habis dan mati..."
Suara Yefeng gemetar. Meski sebagai petarung kuat yang termitosis yang sudah biasa melihat hidup dan mati, pemandangan itu tetap membuatnya merinding.
"Tempat ini terlalu mistis!" Hati Han Sen serasa tertindih. Dorongan untuk segera kabur membawa Bao'er begitu kuat.
Meski ada burung merah kecil di sisi mereka, aura mistis wilayah ini benar-benar di luar nalar. Bahkan petarung kuat sekelas Nyonya Jing saja bisa terkena efek, belum tentu burung merah kecil itu bisa selamat.
“Lari, harus lari, tempat angker ini tidak boleh ditinggalkan.” Han Sen mengambil keputusan nekat, bagaimanapun juga harus meninggalkan tempat angker ini, sekalipun Nyonya Jing ingin menghentikannya juga percuma.
“Matamu!” Nyonya Jing menatap Han Sen, tiba-tiba berteriak, pandangannya mengandung secuil kehilangan akal.
“Ada apa dengan mataku?” Jantung Han Sen berdebar kencang, bergumam dalam hati bahwa ini tidak beres.
Hampir tidak ada keraguan, Han Sen langsung melambaikan tangan mengkristalkan selembar cermin air, melihat bayangannya sendiri di dalam cermin air.
Sekejap itu, Han Sen hanya merasakan ketakutan yang mendalam hingga tulang menyerang raganya, kedua mata hitamnya ternyata berubah menjadi warna merah darah, dan perlahan terbelah, pupil bundar asalnya telah berbentuk labu, bahkan masih terus membelah, hampir terpisah dua.
