"Nyonya terhormat sebagai Putri Klan Huangji, adik perempuan kaisar yang kini berkuasa, sekaligus pemimpin Chunyu. Benarkah Nyonya percaya pada ramalan? Beri aku alasan sebenarnya untuk membunuhnya," kata Han Sen dengan tenang sambil menatap Nyonya Jing.
Nyonya Jing tidak melanjutkan serangan. Matanya mengawasi Han Sen ketat selama beberapa saat sebelum akhirnya berkata, "Kekuatan ramalan bukan sekadar khayalan. Meski jarang, memang ada petarung kuat yang mampu meramal masa depan dengan akurat. Klan Tai Shang sendiri menguasai seni ramalan. Ramalan melalui relief semacam ini bukan hal mustahil."
"Ini bukan alasan yang membuatmu begitu gigih ingin mencabut nyawanya," Han Sen menggelengkan kepala.
Nyonya Jing tidak menyangkal. "Tenaganya tadi sangat dahsyat - cukup untuk membunuh Angin Malam yang sudah mencapai tingkat mitos dengan sekali sabetan pedang. Tapi sekarang raganya begitu rentan, bahkan seorang bangsawan biasa pun bisa mengakhirinya. Kemampuan semacam ini... sangat mirip dengan seseorang yang legendaris."
"Siapa?" alis Han Sen berkerut.
"Tuan Tanah Suci," jawab Nyonya Jing, mengucapkan setiap suku kata dengan tegas.
“Bagaimana mungkin? Tuan Tanah Suci memimpin begitu banyak petarung kuat yang menakutkan. Jika benar ada titik lemah yang begitu jelas, mungkin Dia sudah mati berkali-kali.” Han Sen berkata dengan nada tidak percaya.
Jika tubuh Tuan Tanah Suci benar memiliki kelemahan sebesar itu, meski bisa bertahan sementara waktu, takkan bisa selamanya. Dengan banyaknya petarung kuat di sisinya, begitu ada yang berniat, pasti akan menemukan kesempatan untuk menarget titik lemahnya. Lalu bagaimana mungkin Tuan Tanah Suci bisa memimpin Tanah Suci selama ini?
"Tentu saja, ini hanyalah sebuah legenda. Kelemahan raga Tuan Tanah Suci juga bersifat relatif. Lagipula, Dia selalu mengenakan baju zirah ajaib yang bahkan orang terdekatnya pun tak pernah melihat wajah aslinya. Ditambah penguasaannya terhadap kekuatan ruang-waktu, hampir mustahil untuk mengeksploitasi kelemahannya. Namun kesenjangan kekuatan gadis ini sebelum dan sesudah benar-benar luar biasa. Mungkin ada hubungannya dengan Tuan Tanah Suci, atau mungkin juga tidak. Meski begitu, demi keamanan kita, kita tak boleh membiarkannya bertahan. Aku tidak punya kebiasaan mempertaruhkan nyawa dalam perjudian." Nyonya Jing mengawasi ketat Han Sen: "Sebaiknya kamu minggir sekarang. Mulai sekarang aku tak akan lagi memberi toleransi. Jika kamu bersikeras menghalangi, aku akan menghantammu dengan pedang ini terlebih dahulu."
Han Sen masih memiliki banyak kebingungan tentang si gadis. Dia ingin mendapatkan jawaban dari raganya, sungguh tak rela membiarkannya mati begitu saja.
"Maaf, aku berharap nya bisa bertahan." Han Sen merenung sejenak sebelum berkata.
Nyonya Jing tidak mengucapkan sepatah kata pun, langsung menghantamkan pedang ke arah Han Sen. Dalam sabetan pedang itu terasa keteguhan baja, jelas sudah bulat tekadnya. Jika Han Sen tetap nekat menghalanginya membunuh gadis itu, ia takkan lagi menunjukkan belas kasihan.
Menyadari Nyonya Jing kali ini serius, Han Sen pun memusatkan konsentrasi. Lensa Mata Kupu-Kupu Ungu di matanya berputar tak henti, menganalisis setiap gerakan teknik pedang Nyonya Jing.
Seandainya menggunakan bidang Dongxuan, mungkin bisa memblokir bidang dan tenaga Nyonya Jing. Namun kekuatan itu hanya bisa digunakan saat dalam identitas Koin Emas. Jika Han Sen menggunakannya sekarang, identitas palsunya akan terekspos. Kecuali dalam kondisi terdesak, ia sama sekali tidak ingin mengambil risiko itu.
Teknik pedang Nyonya Jing terasa mengerikan. Meski bukan pedang sebab-akibat, setiap tusukannya terasa tidak bisa dihindari. Menatap pedang yang menusuk datang, postur Han Sen kembali berubah mencoba menghindar dari serangan mematikan ini.
"Teknik gerak Han Sen cukup cepat, bahkan lebih cepat daripada Nyonya Jing. Tapi entah kenapa, pedang patah itu masih berhasil menghantamnya. Luka besar langsung muncul di lengannya."
"Han Sen memiliki Badan Kaisar Air Sumber yang abadi. Sekalipun tubuhnya terpotong, seharusnya langsung sembuh tanpa kerusakan permanen."
"Tapi luka akibat pedang patah itu ternyata tak bisa disembuhkan oleh Badan Kaisar Air Sumber sekalipun."
"Tampaknya pedang patah ini memang istimewa. Bahkan Badan Kaisar Air Sumber tak berkutik di hadapannya. Pertimbangkan baik-baik, masih maukah kau menghalangi? Tusukan berikutnya takkan hanya melukai lengan." Nyonya Jing menyeringai sambil menikamkan pedangnya. Kilatan merah menyala menyusuri orbit misterius.
"Aku sudah menangkap strategi jurus pedangmu." Gerakan gesit Han Sen membuat serangan Nyonya Jing meleset.
Nyonya Jing sorot mata berkedip, kembali mengayunkan pedang menghantam Han Sen. Pelangi-pelangi pedang saling bersilangan, namun Han Sen bagaikan kupu-kupu yang menembus bunga, melayang lincah di antara pelangi pedang. Sebenarnya kedua tangannya menggendong gadis remaja sehingga tak bisa menyerang balik, tapi berhasil menghindari seluruh serangan Nyonya Jing.
"Ini teknik pedang yang cocok dengan Bidang Cermin-mu, ya? Teknik yang berpindah di Dunia Cermin. Bukan tidak bisa dihindari, melainkan membalikkan bidang alam semesta sehingga ruang menjadi terdislokasi. Dengan begitu orang tak bisa menilai orbit sebenarnya bilah pedang dan arahnya. Kemampuan yang hebat, tapi percuma bagiku." Han Sen sambil menghindar dari serangan pedang Nyonya Jing berkata dengan tenang.
Nyonya Jing tahu Han Sen telah menembus Teknik Pedang Cermin-nya. Melanjutkan pertarungan tak ada artinya lagi, akhirnya ia menyimpan pedang dan berhenti menyerang.
"Sekarang bisakah kita berbicara serius?" Han Sen sebenarnya enggan berkonflik dengan Nyonya Jing. Itu justru akan menjebaknya dalam konspirasi Ramalan Lukisan.
Nyonya Jing tersenyum sinis: "Apakah kau pikir sudah berhasil menghancurkan teknik pedang cerminku?"
"Bukankah begitu?" Han Sen balik bertanya.
"Karena kau bersikeras mempersulitku, biarkan kuperlihatkan bidang cermin sesungguhnya." Nyonya Jing mengangkat pedang di tangannya sambil berkata.
Han Sen tahu Nyonya Jing adalah lawan yang sangat sulit ditaklukkan, tidak berani lengah separuh pun.
"Sabetan ini akan menusuk mata kirimu." Pedang patah Nyonya Jing kembali dihunuskan, namun kali ini tanpa memunculkan pelangi pedang dahsyat - hanya tusukan santai tanpa tenaga yang tumpah.
Tapi di detik berikutnya, mata kiri Han Sen terkuras oleh tusukan jarum hantu, darah menyembur deras. Sebuah mata ternyata hancur tanpa bisa ia lihat bagaimana serangan itu sampai.
"Kali ini akan kubelah mata kananmu." Nyonya Jing menghunuskan pedang patahnya kembali.
Han Sen telah mengumpulkan seluruh energi spiritualnya, Lensa Mata Kupu-Kupu Ungu juga beroperasi hingga batas kemampuannya, tapi tetap tidak melihat ada tenaga yang memancar dari pedang patah itu.
Tapi mata kanannya seolah digores pisau, meledak sama seperti mata kiri, darah langsung mengalir deras.
Ditambah dengan keberadaan tenaga mengerikan dari pedang patah itu, darah di kedua matanya terus meluap, tak bisa dihentikan sekalipun menggunakan kekuatan darah terkristalisasi.
"Letakkan gadis remaja itu, atau tebasan berikutnya akan mengambil nyawamu." Nyonya Jing berkata dengan dingin.
Kedua mata Han Sen sudah buta, tapi tidak memengaruhi kemampuan persepsi inderawinya. Raut wajahnya tetap tenang saat berkata dengan datar: "Seharusnya kusadari, sejak di bidang cermin, mataku yang memantulkan bayanganmu dan pedang itu memungkinkanmu menghancurkan mataku lewat pantulan. Kini mataku sudah hancur, di mana lagi bisa memantulkan bayanganmu dan pedang? Bagaimana lagi kau bisa membunuhku?"
Nyonya Jing berkata dengan sedih: "Kamu masih terlalu muda, mengira bidang cerminku hanya sebatas ini saja?"
Sambil melanjutkan penjelasannya, Nyonya Jing mengangkat tangannya dengan santai. Sebuah cermin kuno setinggi manusia muncul di sisinya. Cermin itu menghadap ke Han Sen, dan gambar Han Sen langsung terpantul di permukaannya.
Pedang patah di tangan Nyonya Jing menghantam ke dalam cermin. Meski cermin itu tak pecah, pedang tersebut menembus masuk. Han Sen langsung merasakan nyeri di dadanya, sebuah goresan darah membelah kulit di dada hangatnya.
"Bidang cermin yang sungguh dahsyat. Terima kasih telah menahan diri, Nyonya." Han Sen tahu, serangan tadi bisa saja diarahkan ke jantungnya atau langsung memenggal kepalanya.
