Han Sen memandang wanita itu dengan wajah bermacam perasaan – tentu saja dia ingin tahu, tapi jelas wanita ini tidak akan semudah itu memberitahunya.
Melihat ekspresi Han Sen, wanita itu tersenyum: “Tidak sulit untuk mengetahuinya. Kamu hanya perlu melakukan SATU HAL untukku, maka segalanya akan kuceritakan.”
“Hal yang bahkan Anda yang begitu kuat pun tidak bisa terselesaikan, apa yang bisa aku bantu?” Han Sen bertanya dengan ragu.
Wanita itu tersenyum tipis: “Kamu tidak perlu khawatir, ini bukan hal berbahaya. Hanya karena aku tidak bisa meninggalkan pulau ini, jadi meminta bantuanmu.”
Han Sen memandangi wanita itu tanpa bicara. Dia sama sekali tidak percaya ini sesederhana itu.
Wanita itu terdiam sejenak lalu berkata: “Setelah kamu pergi dari pulau ini, teruslah berjalan ke arah sana. Tak lama kemudian kamu akan melihat cahaya, ikutilah cahaya itu sampai akhir. Nanti kamu akan menemukan pulau identik dengan ini, tapi tanpa bangunan kayu. Saat itu potonglah puncak gunung itu seperti di sini. Tugasmu pun selesai.”
“Ada makhluk hidup di sana?” tanya Han Sen.
Wanita itu menggelengkan kepala: "Tidak ada. Tapi ada SATU HAL yang harus kau ingat baik-baik. Setelah melihat cahaya itu, bagaimanapun juga jangan sampai kau bicara. Selama diam, tak akan ada bahaya. Jika kau mengucapkan satu kata pun, mati sudah nasibmu."
"Sebenarnya, cahaya itu apa sih?" Han Sen bertanya.
"Aku pun tak tahu. Pergi atau tidak, itu pilihanmu. Aku tak akan memaksamu." Setelah berkata demikian, wanita itu tak lagi menghiraukan Han Sen dan melanjutkan penelitiannya.
"Bolehkah aku melihat teknik gen ini?" Han Sen menunjuk buku-buku di rak buku itu.
Ini semua adalah gen top multiras. Sekalipun Han Sen tidak berlatih sendiri, mencatatnya mungkin berguna di kemudian hari.
"Jika kau mau pergi, nanti setelah kembali boleh lihat sebanyak yang kau mau. Sekarang kau boleh keluar." Wanita itu berkata tanpa mengangkat kepala.
Han Sen terpaksa terbang keluar melalui jendela, meninggalkan pekarangan dan mendarat di luar. Wanita ini memiliki fobia kotor dan gangguan obsesif-kompulsif yang sangat parah. Jika bukan karena membutuhkan Han Sen untuk mengerjakan tugasnya, pasti dia tidak akan mengizinkan Han Sen menyentuh barang-barangnya.
Setelah berpikir panjang, Han Sen akhirnya memutuskan untuk pergi melihat wilayah yang disebutkan wanita itu.
Mengingat wanita itu membutuhkannya untuk bertugas, pasti akan memberitahunya jika ada bahaya. Kalau tidak, jika terjadi masalah pada Han Sen yang membuat tugasnya gagal, itu juga tidak menguntungkan bagi si wanita.
"Bahkan jika ada bahaya, itu seharusnya baru terjadi setelah tugas selesai." Han Sen menduga wanita itu menyuruhnya melakukan ini demi membebaskan diri dari kurungan.
"Aku mau pergi. Tapi bisakah kau beri tahu dulu percobaan apa yang dilakukan Santo itu?" Han Sen berteriak ke arah gedung kayu.
"Nanti kuberitahu setelah kamu kembali." Suara datar wanita itu terdengar dari dalam gedung kayu.
"Aku khawatir setelah kembali, kau sudah tidak ada di sini lagi." Kata Han Sen.
Wanita itu diam cukup lama. Han Sen tidak kunjung mendengar suaranya lagi. Entah apa maksudnya. Saat hendak bertanya lebih lanjut, tiba-tiba sebuah benda terbang keluar dari jendela.
Han Sen menyambar benda itu. Ternyata sebuah buku batu. Namun sepertinya terkunci oleh kekuatan tertentu. Bagaimanapun ia mencoba, buku itu tak bisa dibuka.
"Semua yang ingin kau tahu ada di dalamnya. Segel pada buku ini akan hilang sendiri setelah tugasmu selesai. Pilihan ada di tanganmu," kata wanita itu.
Han Sen menatap buku batu di tangannya. Ia tak bisa memastikan kejujuran wanita itu. Tapi sekarang tak ada pilihan lain. "Aku harus percaya sekali ini. Kalau tidak, kebenaran takkan terungkap," gumamnya.
"Aku mau pergi!" Han Sen menyimpan buku itu sambil mengatupkan gigi. "Katanya di Tanah Suci ada ruang dimensi langka bernama Perlindungan. Apa kau tahu lokasinya?"
"Itu tempat Santo meneliti Roh Abadi. Aku tak pernah masuk, jadi tak tahu detailnya," jawab wanita itu datar.
"Wanita itu tidak tahu tentang hal perlindungan, membuat Han Sen sedikit kecewa."
"Han Sen masih ingin bertanya beberapa pertanyaan lagi, tapi wanita itu sudah berkata: 'Sebelum kamu pergi, aku tidak akan menjawab pertanyaanmu lagi.'"
"'Setidaknya beri tahu aku seperti apa bentuk cahaya itu?' tanya Han Sen."
"'Kamu akan langsung mengenalinya saat melihat,' jawab wanita itu dengan datar."
"Han Sen mengangkat bahu pasrah, lalu terbang mengikuti arah yang ditunjuk wanita itu."
"Di balik tabir awan kekuningan, jarak pandang terbatas. Meski Han Sen mengaktifkan bidang Dongxuan, dia hanya bisa merasakan hal dalam radius kemampuannya."
"Tempat ini tak berbeda dengan area lain - dipenuhi awan. Yang membedakan, di sini tak ada satu pun varietas langka."
"Han Sen terus bergerak maju sesuai petunjuk arah. Setelah sekitar tiga empat jam terbang, benar muncul gumpalan cahaya di depan."
Bola cahaya itu seperti matahari merah menyala di antara awan sore hari, terlihat seperti lentera besar—persis seperti yang dijelaskan wanita itu. Begitu melihatnya, pasti langsung bisa dikenali.
Saat Han Sen menemukan bola cahaya itu, objek tersebut juga mendeteksinya. Bola itu terbang melayang-layang mendekat, berputar-putar mengelilingi tubuh Han Sen beberapa kali.
Han Sen tetap patuh pada pesan wanita itu: menutup mulut rapat-rapat tanpa mengeluarkan suara sedikit pun.
Setelah mengitari tubuhnya beberapa putaran, bola cahaya itu seakan kehilangan minat. Dengan acuh, ia melayang menjauh ke kejauhan.
Han Sen menghela nafas lega, buru-buru mengejar, dan mulai terbang perlahan di belakang bola cahaya tersebut.
Gerakan bola cahaya itu lambat namun tak terduga—tanpa arah tetap: terkadang ke kiri, tiba-tiba ke kanan, sesekali maju, bahkan sesaat mundur melayang.
Meski bingung, Han Sen tak punya pilihan selain terus mengikuti kemana pun bola itu bergerak.
Untungnya meski bola cahaya itu terus berputar-putar, tapi sama sekali tidak menghadapi bahaya, bahkan seekor varietas langka pun tidak ditemukan.
Setelah mengikuti bola cahaya itu selama setengah hari, tiba-tiba muncul bayangan raksasa samar di depan. Setelah diperhatikan lebih dalam, hati Han Sen langsung tersenyum puas - bayangan itu ternyata adalah sebuah pulau.
Saat jarak Han Sen semakin dekat, ditemukan bahwa pulau ini sama persis dengan pulau tempat wanita itu berada, bahkan sebaran rumput atau dedaunan di pulau ini juga sama.
Bola cahaya itu mendarat di pulau, merangkak di atas semak-semak sambil beristirahat, terlihat seperti tertidur.
Han Sen cepat-cepat naik ke pulau, langsung merasakan raganya menjadi berat dan mendarat di permukaan pulau. Ternyata di sini ada Larangan Udara.
Sekarang juga tidak bisa mengurus banyak hal, Han Sen berjalan menuju arah gunung kecil. Tak lama kemudian, dia tiba di depan gunung. Masih ada tangga batu yang familiar itu. Han Sen terus naik hingga ujung tangga, namun menemukan tidak ada platform di puncak, juga tidak ada paviliun kayu atau pekarangan. Di atasnya terdapat tonjolan puncak gunung setinggi sekitar puluhan zhang (30-40 meter).
Pada dinding tebing di puncak itu, Han Sen melihat sebuah simbol aneh berwarna hitam yang mendominasi lebih dari separuh permukaan tebing. Entah apa maksudnya.
Han Sen menduga itu mungkin segel pulau. Jika dihancurkan, mungkin wanita itu bisa dibebaskan.
