"Apakah Santo mengutarakan keinginannya kepada Tuhan itu?" Han Sen menatap wanita itu dengan terkejut.
Wanita itu menggelengkan kepala: "Tidak ada doa yang dipanjatkan. Santo adalah sosok yang sangat arogan dan bangga. Sekalipun ingin hidup abadi, dia akan bertahan dengan kekuatannya sendiri. Bagaimana mungkin meminta kepada makhluk lain?"
Han Sen diam seribu bahasa, terus mendengarkan penuturan sang wanita. Hatinya berdegup kencang, menyadari akhirnya dia menyentuh inti teka-teki yang panjang ini.
Wanita itu menghela nafas pelan, lalu melanjutkan: "Santo tidak hanya menolak berdoa, bahkan berusaha membunuh Tuhan itu. Namun segala tenaga yang dikerahkan tak mampu melukai-Nya sedikitpun. Bahkan ujung gaun-Nya tak tersentuh. Sulit dibayangkan keterpanaannya saat itu - penguasa alam semesta yang tak sanggup menyentuh helaian kain makhluk itu."
"Tapi makhluk yang mengaku sebagai Tuhan itu, karena dikendalikan oleh suatu kekuatan, juga tidak melukai Santo. Namun sejak saat itu, Santo terus-menerus merancang rencana matang untuk mengetahui sebenarnya seperti apa makhluk Tuhan itu. Banyak peristiwa terjadi di tengah proses ini, dan akhirnya Santo berhasil memenggal seorang Tuhan..."
"Apa? Santo pernah membunuh Tuhan?" Han Sen hampir tak bisa menahan teriakannya.
Wanita itu menggelengkan kepala: "Tidak bisa dianggap sebagai Tuhan, itu hanya patung dewa, sebuah patung batu yang ditempeli atau dikendalikan oleh Tuhan."
Han Sen langsung teringat pada dewa di Menara Takdir Langit, yang jelas-jelas merupakan patung batu, sangat berbeda dengan makhluk seperti Kaisar Di Jun.
“Setelah menghancurkan patung dewa itu, Santo melakukan beberapa percobaan menggunakan patung tersebut. Kemudian ia terkejut menemukan bahwa dia menyerap sebagian tenaga dari patung itu, tenaga itu ternyata memperpanjang Umurnya. Kamu bisa bayangkan betapa girinya Santo saat itu. Saat itu dia berpikir, dengan menghancurkan sebuah patung dewa saja bisa mendapatkan begitu banyak Umur, bagaimana jika membunuh Tuhan yang asli?” Wanita itu tersenyum: “Sejak itu Santo terus mempelajari cara membunuh Tuhan. Tapi karena dia menghancurkan patung dewa, para Tuhan pun murka dan terus berusaha membinasakannya. Santo tidak bisa membunuh Tuhan, sementara Tuhan juga tidak bisa langsung menyerangnya. Mereka berkonflik secara tidak langsung melalui berbagai cara. Masa-masa berperang melawan Tuhan itu seharusnya menjadi periode paling menyiksa sekaligus paling mengasyikkan.”
Di sini, wanita itu kembali menghela napas lembut: "Tapi bukan semua makhluk hidup memiliki kehendak sekuat Santo. Dalam pertarungan melawan Tuhan, keluarga, teman, bawahan, bahkan kekasih di sisi Santo banyak yang berkhianat karena godaan Tuhan satu per satu, membuat posisi Santo semakin sulit."
"Penelitian Santo hingga mencapai tahap 《Genetika》, sudah memasuki Kebuntuan Mematikan. Tak ada yang bisa mempelajari Genetika, sehingga mustahil mengkristal Super Gen Tuhan yang bisa mengancam Tuhan. Dan di saat itu, umur Santo juga hampir habis."
"Lalu Tuhan membinasakan Tanah Suci dan membunuh Santo?" tanya Han Sen.
Wanita itu menggelengkan kepala: "Aku tidak tahu. Sebelumnya aku sudah diblokir ke dalam gunung dua dunia. Tapi saat itu Santo hampir kehilangan semua sekutu, Tanah Suci juga dalam kondisi sangat kritis, kehancuran hanya masalah waktu saja."
Han Sen tidak bisa tidak merasa terharu setelah mendengar itu: "Bahkan sosok kuat seperti Santo, akhirnya tetap tidak bisa mengalahkan Tuhan?"
"Tidak sepenuhnya begitu. Setidaknya Santo membuktikan bahwa Tuhan pun bisa dilawan." jawab wanita itu.
"Omong-omong, mengapa kamu dikurung di Gunung Dua Dunia?" Sebenarnya Han Sen ingin bertanya apakah wanita ini juga tergoda oleh Tuhan dan membuat permohonan, tapi ia tak berani mengutarakannya.
Ekspresi wajah wanita itu berubah, suaranya dingin: "Ini bukan urusanmu. Sumpahku sudah kutepati, yang perlu dikatakan sudah diucapkan. Pergilah!"
Hati Han Sen berdebar: "Wanita ini terkurung di Gunung Dua Dunia, mungkin terkait Arwah Kegelapan. Profil wajah wanita yang terukir di Kendaraan Iblis Laut, jangan-jangan ini dia?"
Meski begitu pikirannya, Han Sen tidak berani mengatakannya. Ia hanya bertanya: "Setelah sekian lama bersama, aku belum tahu namamu."
Wanita itu melirik Han Sen dengan tajam: "Cerewet apa? Cepat pergi!"
Han Sen pasrah, terpaksa meninggalkan kapal naga. Saat berbalik melihat wanita itu, kapal naga telah menembus kehampaan dan menghilang sekejap mata. Entah ke mana wanita itu pergi.
"Ternyata sejak Era Santo, sudah ada yang berdebat dengan Tuhan. Tapi sepertinya setiap kali Tuhan yang menang." Han Sen memicingkan mata sambil merenung, "Tanah Suci kemudian hancur. Apakah Santo benar-benar mati? Perlindungan adalah tempat Santo mempelajari Santo Roh Abadi. Kemudian dikuasai ras kristal. Mengapa ras lain tak bisa menguasainya, hanya ras kristal yang sukses? Mungkinkah mereka menguasai rahasia perlindungan? Ini mungkin. Para ras kristal yang dijadikan asisten percobaan pasti sangat cerdas. Bisa saja mereka menguasai beberapa rahasia di Tanah Suci."
Han Sen memikirkan ini, tiba-tiba matanya berbinar: "Kalau begitu, ras kristal seharusnya mewarisi penelitian Santo. Tapi sebenarnya apa yang dipelajari Santo? Makhluk roh, roh binatang, varietas langka, atau yang lain? Tujuan penelitian ras kristal terlihat jelas - kemampuan fisik mereka terlalu buruk, ingin memperkuat gen dan darah melalui perlindungan. Tapi penelitian Santo seharusnya tidak hanya sebatas ini saja."
"Kali ini hasilnya cukup banyak. Sudah ada gambaran konteks persoalan ini, meski beberapa detail masih belum terlalu jelas. Pemahaman tentang Genetika Naratif juga semakin mendalam, sangat membantu untuk latihan di masa depan." Perasaan Han Sen mulai santai, ia merasakan jawaban itu semakin dekat.
Han Sen membedakan arah, lalu bergerak menuju lokasi Paus Putih Besar. Ia ingin segera menemukan Bao'er dan yang lainnya.
Tapi Han Sen segera menyadari, Bidang Bintang Tianxia ternyata terlalu luas. Tidak ada referensi arah yang jelas. Langit, bumi, dan segala penjuru dipenuhi lautan awan berwarna. Ia sama sekali tidak bisa membedakan dari arah mana sebelumnya datang.
Saat sedang berpikir, tiba-tiba terlihat beberapa siluet di depan. Beberapa petarung level Raja sedang terbang di tengah lautan awan Tianxia.
"Ba'er!" Han Sen tertegun sejenak setelah melihat jelas sosok-sosok tersebut. Salah satunya ternyata Ba'er.
Namun kali ini Ba'er tidak bersama Diya Robe dan kawanannya. Beberapa petarung level Raja yang menyertainya berasal dari ras yang sangat beragam.
"Han Sen!" Wajah Ba'er dan kawanannya berseri-seri begitu melihat Han Sen. Mereka segera mempercepat laju, menyerbu ke arahnya.
Dari ekspresi mereka, Han Sen langsung paham: kelompok ini datang untuk mengejarnya. Kemungkinan besar demi imbalan dari Klan Huangji.
Han Sen ragu sejenak, lalu langsung membuka kubus serang dan mengirimkan gambar di tempat ini langsung ke Elder Baojian.
"Han Sen, kamu membuatku mencari sangat sengsara!" Ba'er yang berada di posisi terdepan sudah mendekati Han Sen, langsung menghunus pedang dan menebas ke arahnya.
