Monster itu berwujud sangat jelek, mirip cacing tanah raksasa dengan tubuh dipenuhi tentakel sehalus rambut. Merangkak keluar dari Laut Hitam, tubuhnya masih meneteskan air hitam yang korosif dari dalam laut.
Melihat monster itu, harimau putih langsung mengeluarkan raungan marah. Mulutnya terbuka lebar, menghujani tubuh monster dengan hujan jamur yang menyelimuti.
Jamur-jamur itu meledak di tubuh monster atau di sekitarnya, berubah menjadi kabut spora yang menyebar ke segala arah. Ular-ular monster yang terkontaminasi kabut spora itu langsung ditumbuhi berbagai jenis jamur kecil berwarna-warni di seluruh tubuhnya.
Seiring dengan membesarnya jamur-jamur kecil, tubuh ular-ular monster itu semakin mengerut seperti tersedot cairannya, akhirnya jatuh ke tanah bagai debu yang tak bergerak lagi.
Fang Qingyu dan para bajak laut lainnya melihatnya dengan mata terbelalak. Seorang bajak laut berteriak ketakutan: "Bagaimana jika jamur di atas kepala kita juga membesar dan menyedot kita sampai kering?!"
Meski semua orang memiliki kekhawatiran serupa, Han Sen berkata: "Tidak perlu khawatir. Jamur di atas kepala kita sama sekali berbeda dengan jamur yang tumbuh di tubuh ular-ular monster itu."
Mendengar penjelasan Han Sen, hati mereka sedikit lebih tenang. Namun perasaan gelisah itu masih tersisa.
Adapun monster jelek itu, meski berada di pusat kabut spora di mana kabutnya paling pekat, tapi tidak ada jamur yang tumbuh di tubuhnya.
Monster itu menggeliatkan tubuhnya merangkak ke atas benua, dalam sekali telan mampu menelan banyak jamur. Para naga monster bergerak mengikutinya, bahkan harimau putih pun tak mampu menghentikan mereka.
Harimau putih terus menyemburkan hujan jamur. Meski efektif melawan naga monster biasa, tak mempan pada si monster. Monster itu mengabaikan harimau, mendorong tubuh sebesar gunung masuk ke hutan jamur, membuka mulut raksasa dan gila-gilaan menelan - sekali hisap bisa melahap jamur seluas beberapa hektar.
Jamur di sini sebanyak apapun takkan sanggup menghadapi lahapnya monster itu. Melihat ini, harimau putih marah besar, tiba-tiba menyelam ke bawah tanah dan lenyap tanpa jejak.
"Tidak mungkin! Kabur begitu saja?" Fang Qingyu dan yang lain membeku terkejut.
Tapi di detik berikutnya, terlihat Harimau Putih muncul dari bebatuan di bawah tubuh monster, cakarnya menyambar perut monster.
Saat semua orang memuji kecerdikan Harimau Putih, tiba-tiba tentakel sekuat benang di tubuh monster menari-nari, dalam sekejap membelit seluruh tubuh harimau itu erat-erat seperti membungkus bakcang. Harimau itu meronta-ronta sambil menggeram, namun tak bisa melepaskan diri dari jeratan tentakel.
Tentakel-tentakel tipis bak helai rambut itu ternyata hidup! Menyusup masuk lewat celah mulut, telinga, mata, dan hidung sang harimau, membuatnya menjerit keras penuh kepedihan.
Semua yang menyaksikan merinding bulu kuduknya. Mereka sudah biasa melihat pembunuhan bahkan pemenggalan kepala, tapi pemandangan ini benar-benar membuat bergidik.
Melihat tentakel-tentakel sehalus rambut menyusup ke lubang telinga dan mata, suasana itu sungguh memicu rasa merinding yang tak tertahankan.
Harimau Putih meronta-ronta mati-matian, bahkan menggigit putus tentakel seperti benang tipis itu. Tapi tentakel yang terputus ternyata tidak kehilangan vitalitas, malah seperti serangga terus menyelinap ke dalam tubuhnya. Kulit kepala semua yang menyaksikan bergidik.
"Si Merah, bantu dia." Han Sen berkata kepada burung merah kecil itu.
Burung merah kecil itu mengepakkan sayap, kobaran api menyala serentak di tubuhnya. Berubah wujud menjadi Phoenix Api, dia melesat keluar dari Paus Putih Besar. Di mana pun dia lewati, lautan api merah menyala membakar habis gerombolan naga monster.
Dari paruhnya, burung merah kecil itu melontarkan api keemasan kemerahan. Saat api menyentuh tentakel-tentakel mirip benang tipis itu, seketika mereka terbakar menjadi abu beterbangan. Harimau Putih pun berhasil diselamatkan dan kabur dari ikatan tentakel.
Monster itu jelas-jelas ketakutan melihat Api Phoenix si burung merah. Dia berhenti melahap jamur, memutar tubuhnya sambil mengawasi ketat burung itu dengan mata tunggal di dahinya.
Si Merah mengangkat kepala dengan angkuh sambil menggetarkan sayapnya. Api Phoenix berubah menjadi badai mengerikan yang melilit ke arah monster itu.
Tentakel-tentakel halus di tubuh monster tiba-tiba membentuk kulit luar berbentuk bola, membungkus raganya dengan rapat.
Saat Api Phoenix menyentuh kulit luar anyaman tentakel, kobaran api langsung menyala. Namun setelah lapisan bola terbakar, ditemukan lapisan cangkang anyaman tentakel lagi di dalamnya.
Setelah beberapa kali pembakaran, tentakel-tentakel itu seolah tak terbatas, terus bermunculan meski sudah dibakar berkali-kali.
Dor!
Si Merah sedang asyik membakar tiba-tiba tertusuk tombak raksasa seperti gunung yang muncul dari batuan di bawahnya. Tubuhnya terlempar jauh sementara api di sekujur badannya tercerai-berai.
Han Sen dan rombongannya baru menyadari setelah mengamati lebih seksama, ternyata tombak raksasa itu terbentuk dari tentakel benang tipis monster yang terjalin dan mengkristal.
Burung merah kecil menerima serangan ini, nyala apinya melemah. Marah, ia berteriak keras. Bersamaan dengan teriakannya, api di tubuhnya tiba-tiba membara menyala-nyala sebelum kembali menyergap sang monster.
Tentakel benang tipis di tubuh monster menari-nari, dengan cepat saling melilit dan berubah menjadi sepasang-sepasang sayap yang tersusun rapi di kedua sisi tubuhnya. Banyak sayap bergetar serempak, membuat tubuh luar biasa besarnya terbang dengan kecepatan luar biasa - ternyata tak kalah cepat dari burung merah kecil.
Monster dan burung merah kecil terus bertarung sambil saling mengejar di langit. Tentakel benang tipis di tubuh monster seolah tak habis terbakar, terkadang berubah menjadi perisai, terkadang mengkristal menjadi tombak panjang. Berbagai bentuk seakan bisa dianyam sesuka hati. Api burung merah kecil ternyata mampu menahan tentakelnya, tapi untuk sementara belum bisa mengalahkannya.
Gerombolan ular monster masih terus mengalir ke benua. Harimau putih masih bertarung melawan mereka, namun jumlah ular yang tak terhitung membuatnya tak mampu membasmi semuanya. Ular monster yang berhasil mencapai daratan pun semakin banyak.
"Yang level Raja atau di atasnya, keluarlah untuk membantu." Han Sen mengucapkan sambil memanggil Jubah Roh Merak ke tubuhnya, lalu melesat keluar dari Paus Putih Besar.
Bao'er melompat bangkit, mendarat di bahu Han Sen, lalu bersama-sama menerjang keluar.
Gu Qingcheng dan Ming Yue juga muncul bergegas, diikuti para ksatria Huangji dan bajak laut level Raja. Semua orang tahu ini menyangkut kelangsungan hidup mereka di masa depan, sehingga tidak ada yang berani sembrono.
Han Sen tidak menyerang kawanan ular, melainkan langsung menerjang ke arah burung merah kecil dan monster yang sedang bertarung dalam kabut. Seluruh tubuhnya memancarkan cahaya pelangi dan sinar jingga yang langsung ditembakkan ke monster itu.
Respons monster sangat cepat. Saat masih bertarung dengan burung merah kecil, lebih banyak tentakel tiba-tiba muncul dari tubuhnya, membentuk perisai baru yang menahan cahaya pelangi tersebut.
Perisai itu cepat melebur di bawah sinar pelangi dan akhirnya tertembus. Namun di belakangnya, tentakel baru segera membentuk perisai pengganti. Proses ini terus berulang hingga seluruh cahaya pelangi yang ditembakkan Han Sen berhasil dinetralisir.
Jarak Han Sen dengan monster itu semakin dekat. Ternyata, monster itu menggunakan tentakelnya untuk membentuk palu besar yang langsung dihujamkan ke arah kepala Han Sen. Tubuh Han Sen melesat lincah bagai Phoenix yang sedang berenang di langit, berhasil menghindari palu tersebut. Sambil itu, dia melepaskan semburan cahaya pelangi dan sinar jingga ke arah tubuh monster itu.
Namun hasilnya, cahaya pelangi itu tetap dihalangi oleh perisai yang ditenun dari tentakel. Monster itu dengan sempurna menghalangi semua serangan dari burung merah kecil dan Han Sen, bahkan meski harus melawan dua musuh sekaligus.
