Han Yan memandangi banyak labu ajaib. Meski tidak berharap bisa mendapatkan aura suci Labu Surgawi seperti Bao'er, tapi ternyata tak satu pun labu yang memberikannya aura suci. Hatinya sedikit kesal, merasa telah mengecewakan Han Sen.
"Sebelumnya aku bilang tak akan mempermalukan Kakak, tapi sekarang bahkan tak dapat satu aura labu pun. Bukankah ini akan membuat Kakak kehilangan muka dan dicemooh murid Istana Surgawi?" Sorot mata Han Yan masih tertuju pada deretan labu itu, sementara pikirannya sibuk mempertimbangkan apakah harus berusaha lebih keras untuk mendapatkan setidaknya satu aura labu.
Alasan Han Yan berpikir demikian bukan karena tidak memahami Han Sen, melainkan perbedaan lingkungan kehidupan mereka.
Han Sen yang tumbuh dalam krisis dan berasal dari latar belakang sulit, tentu tak mempedulikan gengsi. Baginya yang utama adalah keamanan diri dan kepentingan pribadi.
Tapi Han Yan berbeda. Sejak kecil dia hampir tidak pernah merasakan kesulitan. Bahkan di masa tersulit keluarga Han, Han Yan tetap dijaga dengan baik oleh Luo Lan. Luo Lan adalah pendukung setia prinsip "anak laki-laki dibesarkan dengan kesederhanaan, anak perempuan dengan kemewahan". Karena itu, ada sedikit penyimpangan dalam pemikiran Han Yan dibanding Han Sen.
Seiring kemunculan Han Sen, lingkungan Han Yan semakin membaik. Dari awal sekolah, dia masuk sekolah khusus bangsawan, dan selalu menjadi yang paling unggul di sekolahnya - seorang juara akademik level dewi yang serba bisa.
Tentu saja, semua ini berkat usaha Han Yan sendiri. Dukungan keluarga hanya sebagian kecil alasannya.
Han Sen dan Luo Lan telah mencurahkan begitu banyak upaya pada Han Yan, hal ini sebenarnya juga merupakan tekanan yang membuat Han Yan merasa jika dia tidak cukup berusaha dan tidak cukup unggul, itu berarti mengkhianati pengorbanan Kakak dan ibunya. Oleh karena itu, Han Yan selalu berusaha mati-matian, mengerahkan segala upaya untuk menjadi lebih unggul, dengan menjadikan Han Sen sebagai target dalam pelatihannya.
Semakin tinggi pencapaian Han Sen, semakin besar tekanan yang dirasakan Han Yan, memaksanya harus berlatih berkali-kali lipat lebih keras.
Kini di Istana Surgawi, ternyata bahkan seuntai aura suci pun tidak didapatkan, membuat Han Yan merasa jika dia menyerah tanpa berjuang, itu sama saja mengkhianati harapan dan pengorbanan Han Sen serta Luo Lan.
Demi langit, Han Sen sama sekali tidak pernah memiliki pemikiran seperti itu. Dia hanya berharap Han Yan bisa hidup bahagia, sedangkan masalah keunggulan, Han Sen merasa itu tidak penting.
Baik itu Han Yan, bunga kecil, maupun Ling Er, Han Sen hanya berharap mereka bisa hidup selamat, sehat, dan bahagia seumur hidup tanpa bencana, tetap baik hati. Itulah harapan terbesarnya.
Han Yan berpikir sejenak, lalu berbalik menuju sebuah labu di sebelah sulur labu ajaib.
Para bangsawan Istana Surgawi memperhatikan Han Yan dengan kebingungan, tidak mengerti apa yang sebenarnya ingin dilakukannya. Namun segera mereka paham.
Terlihat Han Yan mendekati labu setinggi dua puluh lebih sentimeter itu, mengulurkan kedua tangannya untuk memegang labu tersebut, lalu berusaha keras mencabutnya.
"Haa!" Tuan Istana Surgawi menyemburkan teh yang baru saja diminumnya, tersedak hingga batuk-batuk: "Ahem... Keluarga ini orang apa sih? Bao'er memeras sulur suci sudah biasa, tapi Han Yan ini ternyata langsung menyerang untuk merebut."
Di Istana Surgawi tidak ada aturan yang melarang kontak dengan Labu Ajaib. Tapi orang yang berpikir sedikit saja tahu, Sulur Labu Ajaib itu adalah tumbuhan mutan tingkat mitos. Napas dewa tidak bisa direbut hanya dengan tenaga penuh.
Kecuali Labu Ajaib itu sendiri yang mau, kalau tidak, pupus sudah harapan Han Yan yang baru saja naik level menjadi adipati. Bahkan petarung kuat yang termitosis pun belum tentu bisa memaksa labu itu melontarkan napas dewa.
Namun niat Han Yan sederhana saja: selama tidak ada larangan memetik labu, kenapa tidak dicoba? Mencoba berarti ada kemungkinan, tidak mencoba berarti mutlak tidak ada kesempatan. Demi tidak mengecewakan Kakak, kemungkinan sekecil apapun tetap akan dia usahakan.
Para murid Istana Surgawi memandang Han Yan dengan raut wajah penuh keanehan. Kedua tangan gadis itu memeluk labu erat-erat, berusaha melepaskan buah itu dari sulurnya.
"Ini... pantas disebut keluarga Senior Han... berani sekali berimajinasi..."
"Ini benar-benar ide yang kreatif. Aku suka kreativitas Adik Seperguruan Han ini. Tapi lebih baik menyerah saja. Bagaimana jika Sulur Suci marah? Seorang adipati yang baru naik level seperti dia tidak akan tahan menerima murka Sulur Suci."
"Apa wanita ini gila? Berani-berannya mencoba memetik Labu Ajaib?"
"Sama nekatnya dengan kakaknya, tapi otaknya tidak lancar."
"Sayang sekali wajah cantiknya. Seharusnya dengan parasnya ditambah hubungan dengan Han Sen, dia bisa menjadi sosok level dewi di Istana Surgawi. Tapi sekarang semua orang tahu otaknya tidak lancar. Kesempatan menjadi dewi sudah hilang, gelar 'wanita gila' pasti akan melekat padanya."
Bahkan Ling Long memandang Han Yan dengan raut wajah penuh keanehan. Orang yang berani melakukan hal seperti ini benar-benar belum pernah dia lihat sebelumnya.
Elder Keenam saat ini tertawa riang, mulutnya hampir tak bisa menutup karena senang, menoleh ke Yun Changkong di sampingnya dan bergurau: "Elder Yun, Lao Shi, Shidi Yun, selamat ya dapat murid berbakat. Konon ini murid terakhirmu? Pilihanmu ini benar-benar tak bisa dikritik. Di masa depan, ke mana pun dia pergi pasti tak akan dirugikan..."
Yun Changkong tersenyum pahit perlahan. Aksi Han Yan yang mengulurkan tangan untuk memetik labu ajaib itu membuatnya terpana.
"Keluarga Han... Benar-benar jenis manusia apa ini..." Saat ini, hanya satu pikiran yang tersisa di hati Yun Changkong.
Mimpi buruk itu berbaring di tepi danau, menyaksikan kejadian ini. Matanya menyipit membentuk bulan sabit, seolah sedang tersenyum.
Yun Suyi dan Yun Sushang - murid Istana Surgawi yang dekat dengan Han Sen - juga terlihat kaku. Sejak Istana Surgawi didirikan ribuan tahun silam, hanya sedikit yang berani melakukan hal seperti ini.
Han Yan tidak menghiraukan pikiran orang lain, kedua tangannya erat mendekap labu ajaib itu, berusaha sekuat tenaga untuk melepaskannya.
Tapi makhluk seperti labu ajaib, tumbuhan mutan level mitos yang menjadi harta pusaka Istana Surgawi, bahkan senjata mitos pun tak mampu melukainya sedikit pun, apalagi tenaga kecil Han Yan. Tak peduli seberapa keras dia menarik, labu kecil itu tetap tegak tanpa bergerak.
Melihat tak bisa dilepas, Han Yan enggan menyerah. Langsung mengaktifkan tubuh super dewa-nya, berjuang untuk upaya terakhir. Sekalipun gagal, setidaknya dia sudah berusaha maksimal tanpa penyesalan.
"Ahem, Senior Han, waktu sudah hampir selesai. Bisakah Adik Han segera ke Istana Surgawi?" Qian Yu berdehem pelan sambil berbicara pada Han Sen.
Diam-diam dia berharap Han Sen menasihati Han Yan agar berhenti melakukan usaha sia-sia, meski tak enak mengatakannya langsung.
Han Sen juga tidak menyangka Han Yan akan melakukan hal seperti ini, tertegun seperti patung. Tapi dia tetap pura-pura kalem: "Tidak apa-apa, remaja punya niat itu bagus. Biarkan saja dia."
Tentu Han Sen tidak akan mematahkan semangat Han Yan. Karena Istana Surgawi tidak melarang memetik Sulur Suci, membiarkannya mencoba pun tak masalah.
Tiba-tiba aura Han Yan berubah. Rambut hitamnya yang sudah gelap berkilauan seperti air terjun kristal hitam, menjuntai hingga ke kaki. Matanya berkilau layaknya batu permata hitam, seluruh dirinya memancarkan aroma suci yang mistis.
