Di Pulau Giok Kecil, Han Sen, Han Yan, dan Bao'er duduk melingkari meja. Di atas meja tergeletak empat labu berukuran berbeda, persis labu ajaib yang dipetik Han Yan dari sulur suci itu.
Tapi setelah meneliti lama, mereka tetap belum menemukan cara membuat labu ajaib itu memuntahkan napas dewa dari dalamnya.
"Bao'er, bukannya kamu bisa menyuruh mereka mengeluarkan napas dewa?" Han Sen menatap Bao'er sambil bertanya.
Tak disangka Bao'er malah menggelengkan kepala, "Waktu masih di sulur bisa. Sekarang sudah tidak."
"Berarti kita sia-sia memetiknya?" Han Sen menghela napas dengan sedikit kecewa.
"Jangan dilihat terus. Labu ajaib yang sudah dipetik, napas dewanya telah mengalami stabilisasi penuh, tidak mungkin lagi dikeluarkan." Yun Changkong tersenyum sambil mendekat, di belakangnya diikuti oleh saudari-saudari Yun Suyi dan Yun Sushang.
"Han Yan memberi hormat pada senior seperguruan." Han Yan cepat-cepat berdiri dan memberikan penghormatan.
"Suyi... Sushang memberi hormat pada Shigu..." Yun Suyi dan Yun Sushang juga berdiri untuk memberikan penghormatan.
"Kenapa hierarkinya serumit ini?" gumam Han Sen dalam hati sambil juga memberi hormat pada Yun Changkong, meski ia hanya memanggil "Elder Yun".
Saudari-saudari Keluarga Yun hanya saling menyapa santai, hubungan mereka sudah cukup akrab sehingga tidak perlu basa-basi berlebihan.
Setelah Han Sen menyapa mereka dan mempersilakan duduk, dia menyuruh Ling menuangkan teh untuk mereka. Yun Changkong meminum seteguk teh barulah melanjutkan: "Labu ajaib yang sudah dipetik memang tak bisa lagi mengeluarkan napas dewa, tapi ini adalah material utama untuk membuat harta mitos. Nanti bawa ini dulu untuk tes, lihat aliran apa labu ajaib ini. Aku akan minta Institut Hukum Alam membantu kalian mengolahnya menjadi harta mutan. Tapi proses pembuatan harta mutan masih membutuhkan banyak bahan pendukung lain, nilainya juga cukup tinggi. Tingkat kesuksesan pun sulit dijamin, umumnya 50% saja sudah bagus."
"Apa saja material yang dibutuhkan?" tanya Han Yan.
"Ini harus menunggu verifikasi aliran labu ajaibnya dulu, baru bisa memutuskan jenis harta mutan apa yang akan dibuat," Yun Changkong tersenyum sambil menjelaskan. "Adik Seperguruan, kamu tak perlu khawatir. Materialnya akan kusediakan, anggap saja sebagai hadiah pertemuan. Jangan menolak, hal ini sudah kuputuskan."
Han Yan tak bisa menolak lagi. Melihat Yun Changkong begitu bersikeras, akhirnya dia pun tidak berkeberatan.
Setelah mengobrol sebentar, Yun Changkong beralih ke Han Sen dan bertanya: "Han Sen, kamu belum pernah pergi ke Lima Kota kan?"
"Belum pernah." Han Sen menggelengkan kepala sambil berkata: "Sebelumnya sebenarnya aku ingin mengunjungi Lima Kota, tapi penjaga memberitahu bahwa untuk memasuki Lima Kota, harus memiliki token komando khusus baru diizinkan masuk."
Yun Changkong mengeluarkan sebuah giok hitam dan meletakkannya di depan Han Sen: "Lima Kota berbeda dengan Dua Belas Menara, di dalamnya sangat berbahaya. Selain itu, setiap kota memiliki keanehannya sendiri. Sebelum kondisi ragamu pulih sepenuhnya, empat kota lainnya tidak boleh kamu kunjungi. Ini adalah token komando Kota Kaisar Hitam dari Lima Kota. Bawa token ini ke sana ketika ada waktu, mungkin bisa membantumu. Tapi ingat, setelah masuk kota, token harus selalu melekat padamu. Sekali-kali jangan muncul niat menumpahkan darah, kalau tidak bencana besar akan menimpamu."
"Apa sebenarnya yang ada di dalam Kota Kaisar Hitam?" tanya Han Sen penasaran.
"Tidak bisa dijelaskan. Kamu harus melihat sendiri baru akan mengerti." Yun Changkong berkata dengan misterius.
“Apakah satu token komando hanya bisa digunakan oleh satu orang untuk masuk ke kota?” Hati Han Sen semakin penasaran.
Yun Changkong mengangguk pelan: "Di kemudian hari, token Adik Seperguruan akan diberikan langsung oleh Panglima Istana. Hanya saja levelnya masih rendah sekarang, pergi ke Lima Kota juga percuma. Setidaknya harus menunggu sampai dia naik ke level Raja, baru akan diberikan token Lima Kota."
Meski Han Yan secara nominal adalah adik seperguruan Yun Changkong, sebenarnya Yun Changkong menerima murid atas nama guru. Biasanya Yun Changkong juga yang mengajari Han Yan, tak berbeda dengan guru Han Yan sendiri.
Karena ada senior seperti Yun Changkong, suasana sedikit terasa kaku. Saudari-saudari Keluarga Yun juga terlihat sangat resmi.
Yun Changkong cukup paham situasi. Setelah membahas urusan, dia langsung pergi, meninggalkan Yun Suyi dan Yun Sushang di tempat.
Dengan hanya tersisa beberapa remaja, suasana langsung menjadi hidup. Han Sen mendadak bertanya pada saudari-saudari Keluarga Yun tentang urusan Kota Kaisar Hitam.
“Ayah bilang tingkat pemahaman batin kami masih terlalu rendah, belum pantas masuk Lima Kota. Jadi sampai sekarang kami belum pernah ke sana. Hanya dengar kabar Kota Kaisar Hitam adalah yang paling aman di antara lima kota. Selama token komando masih ada, selama tidak menumbuhkan niat membunuh, di dalam Kota Kaisar Hitam bahayanya tidak terlalu besar.” Yun Suyi berpikir sejenak, lalu melanjutkan, “Konon di sana banyak tersimpan harta mutan langka. Banyak senior yang pernah masuk akhirnya mendapat harta berharga. Tapi cara persis mendapatkannya seperti apa, mereka semua enggan mengungkapkan.”
Saudari-saudari Keluarga Yun juga tidak bisa menjelaskan detail kondisi Kota Kaisar Hitam, membuat Han Sen semakin penasaran. Keesokan paginya, ia langsung menunggangi Si Tua Bangau tak berkaki menuju Giok Putih Ibu Kota, berniat melihat sendiri keajaiban apa yang ada di sana.
Ternyata, saat tiba di gerbang kota, Han Sen kembali dihentikan oleh murid Istana Surgawi yang berjaga.
"Guru Han, benar-benar mohon maaf. Tanpa token komando pribadi dari Panglima Istana, murid istana sama sekali tidak diizinkan masuk ke Kota Hitam Kaisar." Salah satu murid penjaga yang pernah menghadiri kuliah Han Sen sebelumnya menunjukkan rasa hormat.
"Wajar saja." Han Sen mengeluarkan token komando yang dibawanya dan menyerahkannya kepada murid penjaga tersebut.
Setelah pemeriksaan menyeluruh oleh murid penjaga, pintu baru dibuka. Sebelum pergi, sang penjaga berulang kali berpesan agar Han Sen selalu menempelkan token komando di badannya dan sama sekali tidak boleh kehilangannya.
Han Sen mengucapkan terima kasih kepada penjaga itu barulah memasuki Kota Hitam Kaisar.
Dari luar, Kota Hitam Kaisar terlihat seperti kota kuno yang dibangun dari batu giok hitam, tampak sangat tua dengan aura mistis dan kesedihan yang menyelimuti.
Namun tayangan yang terlihat setelah masuk ke dalam justru membuat Han Sen membeku di tempat.
Awalnya dia mengira Kota Kaisar Hitam pasti adalah tempat misterius dengan banyak makhluk mengerikan berkeliaran, setidaknya akan seperti Menara Giok Putih yang memiliki banyak benda ajaib.
Tapi berdiri di jalan besar, Han Sen justru melihat kota kuno yang semarak dengan keramaian. Di dalam kota, pria-wanita tua-muda, pedagang dan petani berlalu-lalang tak henti, bahkan terlihat gedung minuman dengan nyanyian burung dan tarian.
Seandainya dia tidak baru saja masuk dari luar, Han Sen sangat curiga apakah dia salah tempat. Ini seharusnya bukan Kota Kaisar Hitam, melainkan kota kecil di planet terbelakang.
"Kacang, kenari, pir, kurma... nih..." Teriakan pedagang bergema di jalanan.
Han Sen juga melihat petani menggiring kerbau kuning lewat, suara ayam dan anjing tak putus-putus. Adegan ini terasa familiar sekaligus asing baginya. Tempat tinggalnya saat masih kecil tidak seprimitif ini, tapi sering terlihat di karya visual.
Han Sen mengamati lebih dalam para penduduk kota kuno yang lalu-lalang. Ia melihat penampilan mereka hampir sama persis dengan manusia, terlihat nyaris identik.
"Bagaimana mungkin? Di sini mana mungkin ada manusia?" Han Sen terkejut dalam hati.
Karena mereka memang sangat mirip manusia. Berbeda dengan Tai Shang, ras langit, atau Klan Huangji—mereka tidak memiliki ciri khas ras-ras itu, melainkan sama persis dengan manusia.
"Mungkinkah ini semua halusinasi? Tidak mungkin ada manusia di sini." Han Sen bergumam dalam hati.
Tapi segera Han Sen menyadari yang dilihatnya bukan halusinasi. Mereka adalah makhluk hidup hidup-hidup dengan pemikiran unik masing-masing.
Han Sen ingin menggunakan bidang Dongxuan untuk memeriksa esensi mereka. Namun ia mendapati seluruh tenaganya lenyap tanpa jejak, tak tersisa setetes pun.
