"Dasar sialan... kalau tidak pergi sekarang, Bapak hancurkan kepalamu dengan palu ini..." Si Pandai Besi mengayunkan palu besinya sambil mengusir Han Sen keluar dengan logat yang sangat kental.
Ling Long menyaksikan Han Sen diusir dalam keadaan tercakar. Seluruh tubuhnya basah kuyup, bahkan sepasang telinga rubah di kepalanya terkulai lemas. Tanpa sadar bibirnya merekah dalam senyuman.
Han Sen yang melihat senyum Ling Long jauh lebih manis dari biasanya tak bisa menahan komentar: "Kamu harus lebih sering tersenyum. Senyummu jauh lebih indah daripada ekspresi datarmu sehari-hari."
Ekspresi Ling Long berubah seketika. Senyumnya menghilang bagai ditelan angin, kembali ke wajah dingin yang biasa.
"Kota Kaisar Hitam kini, ingin mengambil harta dari sini lagi, sama sekali bukan hal yang mudah. Pertimbangkan sekali lagi. Asal kau mau ikut aku kembali ke klan Tai Shang, aku jamin kau bisa mendapatkan harta mitos." Ling Long berkata dengan ekspresi datar.
"Aku masih ingin mencoba sendiri dulu." Han Sen mengusap air di wajahnya.
Baru saja dia masuk ke bengkel tukang besi sebelumnya, bertanya "Apakah paron ini dijual?", langsung disiram seember air ke wajah oleh tukang besi berotot itu. Hampir saja palu besar dihujamkan padanya.
Han Sen tidak marah. Kalau ada yang ingin mengincar pusaka keluarganya, dia pun pasti akan bertindak sama, bahkan mungkin lebih garang daripada si tukang besi.
Setelah berputar-putar lagi beberapa kali di Kota Kaisar Hitam tanpa hasil, sebelum malam tiba di kota itu, Han Sen terpaksa meninggalkan Kota Kaisar Hitam.
Di Kota Kaisar Hitam tidak ada bahaya, tapi itu hanya berlaku di siang hari. Jika bermalam di kota ini saat malam, sangat mungkin kamu akan menghilang tanpa jejak.
Saat Giok Putih Ibu Kota pertama kali ditemukan dulu, murid-murid Istana Surgawi yang bermalam di Kota Kaisar Hitam semua menghilang tanpa terkecuali. Bahkan petarung kuat yang termitosis yang ditugaskan menyelidikipun tidak kembali. Sejak itu dilarang keras bermalam di sini. Semua harus pergi sebelum matahari terbenam di puncak tembok kota.
Han Sen gagal total. Sementara Ling Long sama sekali tidak berniat mencari harta mutan. Dia hanya mengamati Han Sen saja.
Setelah kejadian ini, semangat Han Sen untuk Kota Kaisar Hitam mereda. Hari-harinya dihabiskan di lantai ketujuh untuk mempelajari buku Jalan-Mu, bahkan selama beberapa hari berturut-turut tidak mendekati kota itu lagi.
Han Sen sudah mempelajari buku Jalan-Mu cukup lama. Isinya begitu mendalam dan komprehensif, setiap hari berubah-ubah namun tidak pernah berulang, sehingga tidak terasa membosankan sama sekali.
Kata-kata dalam buku Dao itu mirip dengan ukiran Kaisar di Pohon Kaisar milik Klan Huangji, semuanya merupakan tulisan ajaib yang tidak dikenali Han Sen tapi langsung dimengerti maknanya sekilas pandang.
Tapi jika tulisan ini disalin ulang lalu dibaca kembali, sama sekali tidak terasa maknanya lagi. Sungguh luar biasa ajaib.
Setahun berlalu begitu cepat. Tahun ini bisa dibilang masa paling damai bagi Han Sen dalam beberapa tahun terakhir: memulihkan luka, membaca buku, berlatih perlahan untuk memulihkan raga, sesekali mengunjungi Kota Kaisar Hitam. Tanpa duel pedang maupun banjir darah, Han Sen merasa raganya mulai terasa malas.
Melalui proses pemulihan selama setahun penuh, sumber energi Han Sen yang rusak telah pulih lebih dari separuh. Buku Dao di lantai ketujuh juga berhasil ia pelajari secara lengkap satu putaran.
Yang paling membuat Han Sen tertekan adalah efek Cemeti Pesona Dewi yang semakin kuat, secara bertahap mengubah beberapa aspek dalam dirinya.
Penampilannya tidak mengalami perubahan yang terlalu besar, masih memiliki sepasang telinga binatang dan ekor hewan, bagian tubuh lainnya tidak menunjukkan ciri khas makhluk.
Tapi Han Sen jelas merasakan ada yang berbeda dalam pandangannya.
Han Sen bingung bagaimana menggambarkannya. Menggunakan kata "sembrono" sepertinya kurang tepat, tapi saat matanya menatap orang—terutama wanita—sangat mudah disalahartikan sedang melempar tatapan mesra atau melepaskan listrik.
Berkali-kali saat berbicara dengan saudari-saudari Keluarga Yun, hanya dengan saling memandang sekejap dengan Yun Suyi, pipinya langsung memerah dan menunduk lama tanpa berani mengangkat kepala.
Meski Yun Sushang tidak menunjukkan reaksi berlebihan, seiring waktu frekuensi kunjungannya ke tempat Han Sen semakin berkurang.
"Jika terus begini, aku pasti akan dicap sebagai playboy pengembara yang suka menarik perhatian serangga." Han Sen merasa pasrah. Belakangan ini semakin sedikit wanita yang muncul di sisinya, bahkan Ling Long pun jarang datang.
“Kamu ini Cemeti Pesona Dewi atau Jian Lajang? Kalau terus begini, selain istriku, hampir tidak ada wanita yang mau bicara denganku.” Han Sen memegang Cemeti Pesona Dewi sambil mengayunkannya dengan santai.
Untungnya Han Sen memang tidak terlalu memikirkan urusan wanita, jadi dia merasa biasa saja.
Merasa jenuh di rumah, Han Sen kembali menjelajahi Kota Kaisar Hitam.
"Kakak Sapi, bisnis hari ini bagaimana?" Han Sen mendekati bengkel tukang besi sambil tersenyum manis menyapa.
"Urusanmu apa!" Tukang besi Bos Sapi mendengus keras.
"Kabari saja kalau paron mau dijual, masalah harga bisa kita bicarakan." Han Sen tetap tersenyum tanpa marah.
"Tunggu sampai kehidupan berikutnya!" Bos Sapi kembali membalas pedas.
Selama setahun terakhir, Han Sen datang setiap beberapa hari sekali. Dia tidak pernah berniat merebut landasan besi itu, hanya perlahan membangun hubungan baik dengan penduduk kota kuno. Jika ada kesempatan mendapatkan harta mutan tentu bagus, kalau tidak dapat pun tidak masalah, anggap saja sedang berwisata santai ke sini.
Awalnya penduduk kota kuno sangat menolak kehadiran Han Sen sebagai orang luar, bahkan sampai membencinya. Namun seiring waktu, perlahan-lahan mereka mulai beradaptasi dengan keberadaannya. Meski masih sangat curiga, setidaknya kebencian mereka sudah berkurang. Seperti Bos Sapi si tukang besi, sekarang sudah mau mengobrol beberapa patah kata dengannya.
Meski nada bicaranya masih terdengar kasar, tapi setidaknya sudah terjadi komunikasi.
Seperti biasa, Han Sen berkeliling pelan-pelan di dalam kota kuno.
Setiap sehelai rumput pun di sini sudah sangat dikuasai Han Sen, tapi memang belum ditemukan barang berharga apa pun.
Konon saat Kota Kaisar Hitam baru ditemukan, barang berharga bertebaran. Bahkan batu bata yang diambil sembarangan di pinggir jalan bisa jadi harta mutan.
Tapi pasukan Istana Surgawi terlalu banyak. Setelah ribuan tahun, hampir semua harta terbawa pergi. Yang tersisa sampai sekarang seperti landasan besi itu, benar-benar sulit didapat.
"Kak Han, kemarilah." Saat Han Sen berjalan di gang sempit, tiba-tiba terdengar bunyi pintu kayu terbuka. Seorang wanita berusia 30-an dengan gaun bunga dan sanggul di kepala melambaikan tangan dari dalam.
Han Sen mengenal wanita ini. Istri keluarga Liu ini sudah menjanda sejak suaminya meninggal tak lama setelah pernikahan. Penduduk kota memanggilnya Janda Liu.
"Ada yang perlu Bik bantu?" Han Sen segera mendekat. Kunjungannya selama setahun membuahkan hasil - dari obrolan tak sengaja, dia tahu Janda Liu menyimpan pusaka keluarga.
Sebelumnya banyak senior Istana Surgawi yang pernah mengincar harta keluarga Liu, sayangnya sampai sekarang belum ada yang berhasil mendapatkannya.
Han Sen berpikir dalam hati, sekarang keluarga Liu hanya tinggal si Janda Liu, mungkin dia punya kesempatan untuk membeli harta warisan itu.
Baru saja masuk pintu, tiba-tiba Janda Liu membanting pintu hingga berbunyi "Dor!", lalu menerjang tubuh Han Sen seperti serigala betina, melilitnya bagai gurita.
