Saat Han Sen masih bingung dengan maksud Sentuhan Tuhan, tiba-tiba sebuah pesan mental muncul di otaknya: "Beri aku beberapa tetes darah lagi."
Han Sen tertegun. Meski pernah melihat Sentuhan Tuhan lain sebelumnya, kekuatan pikiran makhluk ini jauh melampaui yang sebelumnya - puluhan kali lebih kuat!
Saat di Istana Surgawi, Sentuhan Tuhan itu hanya bisa memberikan isyarat samar, bahkan maksudnya hanya bisa dipahami secara intuitif. Tapi kejelasan isyarat dari Sentuhan Tuhan ini seolah benar-benar berbicara langsung di kepalanya.
"Kenapa aku harus memberimu beberapa tetes darah?" Han Sen memandang Sentuhan Tuhan di telapak tangannya dengan penuh minat, ingin melihat apakah makhluk ini benar-benar memiliki kemampuan berkomunikasi.
"Pertukaran." Suara Sentuhan Tuhan kembali terdengar di otak Han Sen.
"Makhluk ini benar-benar bisa berkomunikasi! Memang yang hidup lama pasti akan matang. Ini adalah peninggalan era Leluhur Tai Shang yang pernah mengembara di Alam Semesta Raya bersama beliau, pasti memiliki keunikan tersendiri." Han Sen terkagum-kagum dalam hatinya.
"Bagaimana pertukarannya?" Han Sen bertanya lagi.
"Ikut aku." Sentuhan Tuhan itu langsung melambung ke udara, mengepakkan sayapnya keluar dari menara kayu.
Han Sen dengan cepat mengikuti sambil membawa Bao'er, ingin melihat apa yang bisa dikeluarkan oleh Sentuhan Tuhan ini.
Ling Long hanya menyuruhnya tidak menjauhi gunung kecil ini, kalau tidak akan ada bahaya. Dia juga tidak melarangnya keluar, ditambah ada Sentuhan Tuhan sebagai pemandu. Selama tidak terlalu jauh, Han Sen tidak takut.
Kecepatan terbang Sentuhan Tuhan luar biasa cepat, bahkan tidak kalah dengan Han Sen. Han Sen harus mengerahkan segala upaya hanya untuk bisa mengikuti dengan Upaya Setengah Hati.
Mereka terbang lebih dari setengah hari. Sentuhan Tuhan tidak terbang lurus, melainkan berputar-putar. Jelas ini karena rasa takut tertentu sehingga memilih rute memutar.
Awalnya Han Sen khawatir akan bertemu varietas langka kuat, mengingat di Tianwai begitu banyak varietas langka mitos. Jika muncul varietas mitos di atas tingkatan metamorfosis, Han Sen jelas bukan tandingannya.
Sekini kekhawatiran itu sirna. Sepanjang jalan sama sekali tidak ada varietas kuat yang dijumpai. Sesekali melihat beberapa varietas langka pun, itu hanyalah makhluk level rendah.
Akhirnya, Sentuhan Tuhan mendarat di sebuah lembah.
Han Sen melihat di dalam lembah tersebut dipenuhi pepohonan rimbun, dengan hamparan hutan bambu yang batang-batangnya mirip giok hijau yang memesona.
Sentuhan Tuhan terbang masuk ke dalam hutan bambu, Han Sen pun mengikutinya. Tak lama kemudian terlihat lapangan kosong kecil di antara bambu-bambu itu, ditumbuhi rumpun bunga putih pucat.
Setelah diamati lebih seksama, Han Sen baru menyadari bunga-bunga putih kecil itu berbentuk aneh - persis seperti bidadari-bidadari bunga yang mengenakan gaun sutra putih. Bahkan detail wajah dan bulu matanya tampak sangat realistis.
Hanya saja semua bidadari bunga itu terlihat merem-melek, tak diketahui apakah mereka makhluk hidup atau bukan.
Sentuhan Tuhan sudah melayang di atas hamparan bunga itu. Kepakan sayapnya menimbulkan aliran udara, setelah melewati hamparan bunga, langsung membangunkan para dewi bunga. Terlihat mereka membuka mata, tubuhnya bergoyang tertiup angin, berkumpul gemetar saling berdesakan, terlihat sangat ketakutan.
"Aku akan menukar dengan ini." Sentuhan Tuhan mendarat di samping hamparan bunga, sementara pikirannya terdengar di otak Han Sen.
"Ini apa?" Han Sen mengawasi bunga-bunga putih yang mirip dewi itu dengan heran. Di tubuh mereka, Han Sen melihat vitalitas yang sangat kuat.
"Bunga Dewi." Jawab Sentuhan Tuhan.
"Apa kegunaannya?" Tanya Han Sen lagi.
"Lebah Kaisar Suci paling menyukai mereka." Pikiran Sentuhan Tuhan kembali terdengar.
"Apa maksudnya?" Han Sen tidak memahami makna sebenarnya dari ucapan itu.
“Dengan mereka bisa memancing Lebah Kaisar Suci... Kamu akan membutuhkan mereka...” Pesan dari Sentuhan Tuhan terus mengalir, tapi karena tidak memiliki kemampuan bahasa sejati, penjelasan sederhana masih bisa, namun sangat sulit baginya untuk memberikan penjelasan rumit.
Han Sen mendengar setengah hari, hanya tahu bahwa bunga dewi ini bisa memikat Lebah Kaisar Suci, sementara lebah-lebah itu sepertinya berguna baginya.
Tentu, ini hanya anggapan Sentuhan Tuhan. Adapun apa sebenarnya Lebah Kaisar Suci itu, Han Sen sama sekali belum pernah mendengar, juga tidak tahu apakah benar-benar berguna.
“Kamu mau menukar mereka dengan berapa banyak darah?” Han Sen menatap Sentuhan Tuhan sambil bertanya.
“Seratus tetes.” Suara Sentuhan Tuhan bergema di benak Han Sen.
“Ini terlalu banyak. Satu bunga satu tetes. Aku hitung, di sini ada tujuh belas bunga dewi. Aku beri tujuh belas tetes. Kamu mau tukar tidak?” Han Sen mencoba menguji dengan pertanyaan.
Dia sebenarnya tidak terlalu menginginkan bunga-bunga dewi ini, mengingat dia tidak tahu apakah barang ini benar-benar berguna baginya. Tapi dia sangat tertarik dengan Sentuhan Tuhan ini. Karena keakrabannya dengan Tianwai, lebih baik menjalin hubungan baik dulu, siapa tahu nanti ada situasi yang membutuhkannya.
"Tukar." Sentuhan Tuhan memberikan jawaban afirmatif.
"Bagaimana cara membawa barang ini?" Han Sen melihat ke arah rumpun kecil bunga dewi itu sambil bertanya.
"Gali sampai ke akarnya dan bawa pulang." Jawab Sentuhan Tuhan.
"Mereka tidak akan mati kan?" Han Sen memandangi bunga-bunga putih kecil yang mirip dewi itu, merasa tidak tega melukai makhluk secantik ini.
"Tidak. Bawa pulang dan tanam di pekarangan paviliun." Kata Sentuhan Tuhan.
"Baik." Han Sen segera bersiap menggalinya.
"Darah." Sentuhan Tuhan tiba-tiba melayang ke atas telapak tangan Han Sen.
Tanpa ragu, Han Sen langsung mengeluarkan tujuh belas tetes darah dan mengapungkannya di atas telapak tangan.
"Sentuhan Tuhan" langsung menerjang bagaikan serigala kelaparan, menelan setetes demi setetes darah. Dalam sekejap, tujuh belas tetes darah itu pun habis ditelannya.
Han Sen memperhatikan tubuh kristalnya yang kini berwarna merah muda akibat basahan darah, terlihat seperti hasil kerajinan pahatan kristal yang indah.
Saat mencabut bunga dewi dari tanah, yang terlihat seperti hamparan kecil ternyata hanya satu batang. Akar-akarnya yang berotot membentuk bola berdiameter lebih dari 30 cm, mirip guci tanah liat.
Kumpulan bunga-bunga itu berdesakan sambil gemetar ketakutan.
"Tenang, aku takkan melukaimu," ujar Han Sen sambil tersenyum. Makhluk secantik ini, meski bisa dimakan, rasanya tak tega untuk melahapnya.
Tiba-tiba "Sentuhan Tuhan" melayang mendekat dan mendarat di antara bunga-bunga. Cakarnya menggaruk-garuk tanah, lalu menyusup masuk ke dalam lumpur di sekitar perakaran.
“Kamu menyusup masuk untuk apa?” Han Sen bertanya dengan kebingungan.
“Tidur.” Pikiran Sentuhan Tuhan menyampaikan, tapi karena tertutupi tanah, sudah tidak bisa melihatnya lagi.
Han Sen bertanya beberapa kali lagi, tapi tidak mendapat respons dari Sentuhan Tuhan. Akhirnya dia terpaksa membawa bunga dewi itu kembali melalui rute semula.
“Pasti Ling Long tahu kegunaan bunga dewi ini. Nanti tanya saja padanya.” Han Sen mempercepat kecepatan terbangnya menuju gunung kecil tempat menara kayu berada.
Sebelum sampai di pondok kayu, Han Sen mendeteksi reaksi boneka giok kecil. Pola segitiga di tubuhnya berbinar-binar, jelas sudah masuk dalam cakupan persepsi Ling Long.
