"Persembahkan ritual atau nyawamu." Kepala Banteng itu menatap dingin ke arah Han Sen.
"Anda lihat, kami bukan persembahan ritual Anda. Memaksa mengambil barang kami seperti ini agak kurang pantas, bukan?" Melihat kecerdasan Kepala Banteng ini tampak tidak terlalu tinggi dan masih takut pada Perisai Medusa, Han Sen pun tak lagi terlalu formal.
Namun melihat Kepala Banteng itu mulai menunjukkan tanda-tanda mengamuk, Han Sen segera menambahkan: "Begini saja, mari kita bertaruh. Jika Anda menang, aku akan persembahkan perisai ini sebagai ritual untuk Anda. Bagaimana?"
"Bagaimana cara bertaruh?" Monster Kepala Banteng membuka mulut bertanya.
Han Sen merasa gembira di hati. Awalnya dia tidak berharap monster itu benar-benar mau menerima taruhannya, hanya ingin mengulur waktu sambil mengorek informasi lebih banyak. Tapi siapa sangka, monster itu malah terlihat sangat tertarik.
"Varietas langka mitos ini ternyata lebih mudah diajak bicara daripada perkiraan!" Han Sen tetap waspada, lalu berkata: "Eh, bagaimana saya harus memanggil Anda?"
"Asal." Monster Kepala Banteng menjawab dengan nada dingin.
"Kalau begitu saya panggil Kakak Banteng ya. Kakak Banteng pernah main tebak koin?" Han Sen bertanya sambil menguji reaksinya.
"Apa itu tebak koin?" Monster itu ternyata sangat penasaran dan langsung mengejar dengan pertanyaan.
Han Sen langsung tersenyum puas dalam hati. Ia tahu persoalan ini sepertinya ada harapan, lalu cepat-cepat mengeluarkan sebuah koin sambil menjelaskan: "Koin ini satu sisinya bergambar tulisan, sisi satunya motif bunga. Aku akan mengguncangnya di tanganku, lalu Kakak tebak sisi mana yang menghadap ke atas. Kalau tebakanmu benar, perisai ini akan kujadikan persembahan ritual untuk Kakak Banteng. Bagaimana?"
"Baik, mari mulai." Suara Kepala Banteng terdengar suram.
Han Sen tersenyum: "Kakak, ini kan taruhan. Alaminya kedua pihak harus punya jaminan. Aku mempertaruhkan perisai ini. Kalau Kakak kalah, apa yang akan kauberikan padaku?"
Han Sen sebenarnya hanya ingin menguji sejauh mana batas toleransi Kepala Banteng, bukan benar-benar menginginkan barangnya. Jika monster itu marah, tentu ia akan segera mundur.
Tapi di luar dugaan, Kepala Banteng benar-benar mengulurkan tangannya dan melemparkan sesuatu.
Dor!
Benda itu menghantam tanah di hadapan Han Sen, langsung membuat lubang besar di permukaan. Han Sen menunduk melihat, menemukan sebongkah batu permata yang memancarkan energi petir. Ukurannya hanya sebesar telur ayam, namun di dalamnya kilatan listrik bergejolak seperti api, seolah siap meledak setiap saat. Energi listrik mengerikan yang terpancar darinya benar-benar membuat ngeri.
"Aku akan mempertaruhkan Inti Gen Petir ini sebagai taruhan," kata Kepala Banteng dengan nada merendahkan.
"Ini Inti Gen Ilahi?" Hati Han Sen berdesir. Tak disangkanya monster itu benar-benar mengeluarkan barang langka semacam ini.
Inti Gen Ilahi merupakan harta mutan yang hanya bisa dihasilkan oleh varietas langka tingkat mitos. Meski sama-sama disebut harta mutan, berbeda dengan buatan manusia berbagai ras, Inti Gen Ilahi bisa langsung menyatu ke dalam tubuh fisik, membuat daging dan darah pemiliknya mendapatkan kekuatan dari gen tersebut.
Sebagai perumpamaan, varietas langka buatan manusia pada umumnya membutuhkan pengguna untuk menggunakan tenaga diri sendiri bagaimana caranya untuk mengaktifkannya, sementara Inti Gen Mitos yang dihasilkan oleh varietas langka itu sendiri setelah diserap dan diasimilasi oleh pengguna, dapat dianggap sebagai skill genetik bawaan yang bisa digunakan sesuka hati.
Oleh karena itu di Alam Semesta Raya, Inti Gen Mitos juga disebut sebagai Batu Gen Skill Bakat. Tapi hanya varietas langka mitos yang bisa menghasilkan Inti Gen Mitos, dan proses penciptaannya sangat sulit, sehingga tidak mudah untuk mendapatkannya.
Bahkan jika varietas langka mitos berhasil dibunuh, biasanya mereka akan meledakkan inti gen mereka sebelum mati daripada membiarkannya jatuh ke tangan makhluk hidup lain.
"Kakak Banteng benar-benar orang yang realistis!" Air mata Han Sen mengalir deras. Tak disangka monster banteng ini tidak hanya benar-benar membawa taruhan, tapi juga sesuatu yang sangat berharga.
Perlu diketahui bahwa Inti Gen Ilahi juga memiliki level. Banteng ini jelas bukan sekadar level dasar. Jika bisa merebut Inti Gen Ilahinya dan memurnikan serta menyerapnya, kita akan mendapatkan teknik gen dengan daya hancur setara level banteng ini - benar-benar kesempatan naik ke langit dalam satu langkah.
"Kenapa? Taruhan ini kurang?" Banteng itu melihat Han Sen terus mengawasi Inti Gen Ilahi tanpa bicara, mengira Han Sen merasa taruhannya kurang.
Jelas IQ banteng ini tidak terlalu tinggi. Di antara makhluk langka mungkin termasuk pintar, tapi dibandingkan makhluk berakal seperti manusia atau Tai Shang, kecerdasannya setara anak delapan tahun.
Dia mengenali Perisai Medusa sebagai barang bagus, sadar Inti Gen-nya jauh kalah mentereng, sehingga bertanya demikian.
"Memang agak kurang, tapi melihat muka Kak Banteng, aku terima dengan setengah hati saja." Han Sen berkata dengan wajah masam.
Dia sama sekali tidak menyangka, monster mengerikan berkepala banteng ini ternyata mudah ditipu, sampai-sampai dia mulai curiga apakah ini hanya mimpi belaka. Bagaimana mungkin di dunia ini masih ada varietas langka mengerikan yang begitu mudah diajak bekerja sama.
"Kalau begitu mari kita mulai..." Kepala Banteng itu mengawasi ketat koin di tangan Han Sen.
Citra mengerikan dan kuat yang sebelumnya melekat pada Kepala Banteng, kini telah runtuh sepenuhnya dalam hati Han Sen. Dengan tersenyum, Han Sen mengangkat koin itu dan berkata, "Lihat baik-baik, Kak. Sisi ini bergambar tulisan, sisi satunya bergambar bunga."
Sambil berkata demikian, Han Sen menyatukan kedua tangannya dan menggoyang-goyangkan koin dengan cepat. Saat mengocok, dia menggunakan kekuatan bidang Dongxuan untuk mencegah Kepala Banteng mengintip atau mendengar sesuatu secara diam-diam.
Meski bidang Dongxuan jauh kalah kuat dibanding kekuatan Kepala Banteng, teknik ini mampu mengamati seluruh perputaran gir alam semesta. Begitu terdeteksi ketidakwajaran pada gir-gir kosmik tersebut, Han Sen akan langsung mengetahuinya meski tak bisa mencegahnya.
Tapi Han Sen sekali lagi meremehkan tingkat kepolosan Kepala Banteng. Dia sama sekali tidak mengintip atau menguping. Setelah Han Sen selesai mengocok, makhluk itu hanya menatap telapak tangan Han Sen dengan ragu-ragu, sepertinya sedang mempertimbangkan untuk menebak "kata" atau "bunga".
"Apa ini Kepala Banteng piaraan? Kok polos banget sih?" Han Sen hampir tidak percaya ada varietas langka seperti ini.
"Kata!" Setelah lama ragu, akhirnya Kepala Banteng mengeluarkan jawabannya.
"Kak Banteng, yakin pilih 'kata'? Kalau sudah ditebak tidak boleh diubah lho." Han Sen tersenyum bahagia sambil menatapnya.
"Mungkin... bunga saja..." Kepala Banteng malah berubah pikiran.
"Sudah yakin bunga? Tidak mau diubah lagi?" Senyuman di wajah Han Sen semakin lebar.
"Bunga! Aku pilih bunga, tidak akan diubah lagi!" Kepala Banteng mengatupkan gigi berkata tegas.
Han Sen membuka tangannya, sisi bertuliskan "kata" menghadap ke atas. Ia menatap Kepala Banteng sambil berkata, "Kak Banteng, sungguh disayangkan. Seharusnya kau tetap pada pilihanmu."
Seluruh tubuh Han Sen berada dalam status optimal saat ini. Begitu Kepala Banteng menunjukkan gerakan mencurigakan, ia bisa segera menyusun strategi. Sungguh, ia khawatir monster ini akan berbalik tidak mengakui hasil.
"Coba lagi." Siapa sangka, setelah mengamati koin di tangannya lama, Kepala Banteng tiba-tiba mengeluarkan empat kata dari mulutnya yang serak.
Andai bukan karena aura mengerikan yang masih menyelimuti tubuh Kepala Banteng, Han Sen takkan percaya bahwa makhluk ini ternyata varietas langka mitos tingkat tinggi.
