"Apa sih, kok bisa ada kejadian seaneh ini? Seorang ras lain ternyata bisa memicu nuansa Mata Tai Shang!"
"Dalam situasi sekarang memang tak ada cara lain. Kalau realistis tidak bisa, kita terpaksa bertindak memisahkan kontrak Ling Long, Ke'er dengan ulat itu. Meski raga mereka akan mengalami kerusakan, lebih baik daripada kehendak mereka hancur oleh nuansa itu."
"Sepertinya hanya itu satu-satunya cara."
Setelah berdiskusi setengah hari, belasan anggota Klan Tai Shang hanya menemukan satu solusi. Tapi cara ini hanya bisa menyelamatkan Ling Long dan Li Ke'er, sementara bagi Han Sen tidak ada pertolongan.
"Sesuai prinsip 'tindakan cepat diperlukan', mari kita lakukan sekarang juga." Seorang anggota Tai Shang segera bersiap untuk memaksa memisahkan hubungan kontrak antara Han Sen dengan Ling Long dan Li Ke'er.
"Kakek Guru Sembilan, tunggu dulu!" Ling Long tiba-tiba menyela.
Meski kesadarannya tenggelam dalam nuansa kesedihan itu, karena berasal dari persepsi Han Sen, intensitasnya tidak sekuat penglihatan langsung. Selama kehendak Han Sen belum sepenuhnya terkikis, dia masih bisa mempertahankan secercah kejernihan pikiran.
"Ling Long, cepat katakan apa yang mau kau sampaikan!" Kakek Guru Sembilan khawatir jika nanti dia sepenuhnya dikendalikan oleh nuansa itu, tidak akan sempat berbicara lagi.
"Kakek Guru, tolong jangan putuskan hubungan kontrakku dengan Han Sen," pinta Ling Long.
"Mengapa?" Seluruh anggota Tai Shang tertegun, Kakek Guru Sembilan mengawasi Ling Long dengan tatapan bertanya.
“Aku percaya Dia bisa menahan diri dari pengikisan nuansa Mata Tai Shang.” Ling Long berkata sambil menggigit gigi. Di bawah pengaruh nuansa kesedihan, hanya dengan mengucapkan dua kalimat saja, dia sudah menggunakan kehendak yang luar biasa besar.
Mendengar jawaban Ling Long, beberapa anggota Klan Tai Shang yang tidak mempelajari Tai Shang Indra terkejut: "Ling Long, kamu terlalu banyak berpikir. Bahkan petarung kuat Klan Tai Shang pun sulit menahan diri dari nuansa Mata Tai Shang, apalagi seorang protege ras lain..."
"Ling Long, aku tahu tidak mudah mencari protege yang cocok. Tapi dalam situasi seperti ini, kita harus segera memutuskan."
"Prajurit memotong pergelangan tangannya juga merupakan manifestasi ujian dan keberanian."
……
"Kakek Guru, kumohon." Ling Long sudah tak memiliki tenaga lagi untuk berbicara lebih banyak. Dia juga tidak menghiraukan anggota Klan Tai Shang lainnya, hanya menggunakan sisa tenaga terakhirnya untuk berkata pada Kakek Guru. Karena lengah, kehendaknya semakin terkikis oleh nuansa kesedihan hingga tak berdaya untuk mendengarkan atau berbicara lagi.
“Kakek Guru Sembilan, Anda tidak boleh mendengarkannya. Ini bisa berkibat fatal.”
“Bagaimana mungkin anggota ras lain yang belum mempelajari Tai Shang Indra bisa menahan nuansa Mata Tai Shang? Nanti hanya akan membahayakan Ling Long.”
Beberapa anggota Tai Shang ramai-ramai menasihati, tapi Kakek Guru Sembilan hanya mengerutkan kening halus: “Ini keputusan Ling Long sendiri. Biarkan dia.”
Mendengar ini, meski anggota Tai Shang lain merasa tak pantas, mereka tak berani protes lagi, hanya menggelengkan kepala diam-diam sambil berkesedihan.
“Kalau Ling Long tidak mau membatalkan kontrak, lebih baik batalkan saja kontrak Ke'er.” Ada yang mengusulkan.
Kakek Guru Sembilan melirik Li Ke'er. Kemampuan Ke'er kalah dari Ling Long, udah kehabisan tenaga buat nggak lenah ke hal lain, apalagi bicara.
“Tunggu dulu. Kalau si ulat itu benar-benar tak mampu menahan, baru kita bertindak.” Kakek Guru Sembilan berkata dengan datar.
Semua orang terpaksa terus mengawasi dari samping, menunggu hasil akhir persoalan ini. Namun termasuk Kakek Guru ke-9, hampir seluruh anggota Tai Shang tidak menganggap Han Sen benar-benar bisa mengatasi nuansa kesedihan.
Pertama, karena Han Sen baru mencapai level mitos, nuansa dirinya sulit untuk melawan nuansa tingkat Dewa. Kedua, Han Sen tidak pernah mempelajari Tai Shang Indra, sehingga kemampuan bertahan terhadap nuansa Mata Tai Shang jauh lebih lemah dibanding Tai Shang. Itulah mengapa tidak ada yang yakin ia bisa menahan nuansa kesedihan.
Nuansa Mata Tai Shang di Dinding Abadi memang sangat berbahaya, tapi bagi Tai Shang yang mempelajari Tai Shang Indra, ini juga merupakan kesempatan.
Saat melawan nuansa kesedihan, jika bisa bertahan dengan Kehendak sendiri, pemahaman terhadap Tai Shang Indra akan mencapai kemajuan lebih lanjut.
Sayangnya Han Sen bukan anggota Tai Shang, juga tidak pernah mempelajari Tai Shang Indra, sehingga tidak mendapatkan manfaat seperti ini.
"Melihat emosi kesedihan trio Han Sen semakin memuncak, air mata darah terus mengalir deras, semua orang tahu waktu mereka tidak banyak lagi. Jika tak bisa mengendalikan nuansa kesedihan ini, setelah air mata darah habis, raga mereka akan mulai retakan parau."
"Han Sen menyadari dirinya berada di ambang bahaya ekstrim. Meski Kehendak-nya kuat, tapi tak sepenuhnya bisa menahan terkikisnya nuansa kesedihan. Rasa pilu dalam hatinya semakin dalam, bahkan mulai muncul dorongan untuk membenci dunia. Seandainya ada mitos dengan Kehendak yang lebih lemah di sini, mungkin sudah mengoleskan pisau ke leher dan bunuh diri."
"Tidak bisa... Ini harus dihentikan..." Han Sen tahu melanjutkan seperti ini sia-sia. Tapi perlawanan Kehendak yang murni ini tak bisa diselesaikan dengan tenaga biasa. Hanya bisa mengandalkan Kehendak untuk bertahan melewatinya.
Sejak terakhir kali memahami nuansa Jurus Pedang Di Bawah Langit, kekuatan kehendak Han Sen semakin meningkat, namun tetap tidak mencapai tingkat untuk melawan nuansa Tingkat Dewa. Saat ini nuansa tersebut perlahan terkikis, membuat kehendak pribadinya semakin lemah, seolah setiap saat bisa tenggelam dalam lautan kesedihan yang tak bertepi.
Han Sen sempat berharap bahwa Baju Zirah Kristal Hitam bisa membantunya saat ini, namun armor tersebut tak bergerak sama sekali. Ia terpaksa mengatupkan gigi bertahan dengan susah payah.
“Memang siapa pun tidak bisa diandalkan, akhirnya hanya bisa mengandalkan diri sendiri.” Han Sen adalah orang yang semakin tenang di saat genting. Saat ini pikirannya justru benar-benar tenang, menganalisis dengan seksama posisinya sekarang: "Mengingat Tai Shang tidak memasang segel, membiarkan orang bebas melihat bekas goresan Mata Tai Shang, berarti pasti ada metode khusus untuk melawan nuansa kesedihan ini. Tapi sebenarnya bagaimana caranya melawannya?"
Berpindah ke pemikiran lain: "Dengan nuansa yang kumiliki sekarang, frontal melawan nuansa kesedihan mustahil. Satu-satunya kelayakan mungkin hanya dengan memahami nuansa kesedihan ini. Asalkan bisa memahami kondisi mental senior Tai Shang saat itu, mungkin bisa menemukan solusi untuk mengatasinya."
Memikirkan ini, Han Sen tidak lagi terus-terusan melawan nuansa kesedihan itu. Sebaliknya, ia mencoba merasakan dan menganalisis akar dari nuansa kesedihan tersebut.
Han Sen tahu ini sangat berbahaya, bagai mengetahui racun mematikan namun tetap mengambil risiko mencobanya. Persentase kematian jauh lebih tinggi dibanding masa lalu. Tapi kini, Han Sen tak punya pilihan lain. Sekalipun harus menghadapi gunung pisau dan lautan api, ia harus merantau. Pasrah menerima nasib bukanlah gaya khas Han Sen.
Seperti yang dirasakan Han Sen sebelumnya, nuansa kesedihan ini tak relevan dengan percintaan remeh maupun ikatan keluarga. Sambil merasakan kesedihan itu, Han Sen bergulat dengan berbagai pemikiran: "Seperti apa sebenarnya kesedihan semacam ini?"
