"Tai Shang Wu Qing, jika ini bukan sekadar omong kosong, maka senior Tai Shang itu seharusnya sudah sangat mendekati tingkat Tai Shang Wu Qing. Untuk petarung kuat di tingkat seperti itu, persoalan apa sebenarnya yang layak membuatnya sedemikian mengerikan?" Han Sen belum pernah berada di ketinggian seperti itu, sehingga tak sulit memahami niat senior Tai Shang. Karena itulah dia harus menguji racun dengan dirinya sendiri, melepas ketegangan untuk merasakan nuansa kesedihan itu.
Sebelumnya terus-menerus melawan nuansa kesedihan dengan segala upaya, perasaan sedih yang ditangkap tidak mendalam. Saat ini dengan sepenuhnya melepaskan fisik dan mental, bahkan bisa dikatakan aktif menyatukan pikiran ke dalam nuansa kesedihan itu, langsung memberi Han Sen pemahaman yang lebih tersirat.
Tapi harga pemahaman ini juga sangat mengerikan. Hanya dalam secepat itu, di hati Han Sen telah melintas enam kali niat untuk mengakhiri diri sendiri.
"Kalau kali ini tidak sukses, mungkin aku benar-benar akan membunuh diri sendiri." Han Sen bergumam dalam hati, tapi tak ragu sedikit pun. Ia sepenuhnya melepaskan fisik dan mentalnya, membiarkan kesedihan itu menguasai dirinya.
Dalam waktu yang tak terbatas, banyak anggota Tai Shang pernah menyaksikan ukiran Kehendak Tai Shang. Namun sebagian besar seperti Han Sen di awal, memilih melawan emosi sedih itu.
Semua orang tahu emosi sedih itu berbahaya. Semua paham semakin dalam pengaruhnya, semakin tinggi kemungkinan mengakhiri nyawa sendiri.
Sekalipun ada yang ingin mencoba melepas kendali sepenuhnya untuk memahami nuansa kesedihan ini, saat menyadari kemauannya semakin melemah dan mulai muncul niat bunuh diri, mereka akan tercekat lalu mundur, tak berani melanjutkan eksperimen.
Semakin ahli Tai Shang mempelajari Tai Shang Indra, semakin rasional mereka. Tak masuk akal terus maju ke jurang maut, pasti akan mencari cara lain untuk menyelamatkan diri.
Han Sen berbeda. Dia adalah orang yang keras kepala dan tidak punya pilihan lain. Tidak seperti anggota Tai Shang yang mempelajari Tai Shang Indra, yang masih punya kesempatan melepaskan diri meski berhenti melanjutkan—paling-paling hanya menderita kerusakan ringan.
Kini Han Sen terpaksa terus melangkah di jalan gelap. Dia harus merebut selangkah lebih cepat dalam situasi hidup-mati untuk memahami nuansa sejati dari senior Tai Shang tersebut.
Semakin parah nuansa kesedihan menggerogotinya, semakin banyak pula pemahaman yang diraih Han Sen.
Han Sen tak pernah menyangka ada kesedihan yang begitu murni di dunia ini. Bukan kebencian pada diri sendiri maupun kebencian pada alam semesta, melainkan lebih mirip belas kasih.
Saat kata itu melintas di otak Han Sen, bahkan dirinya sendiri terkejut. Kesedihan berbentuk belas kasih—konsep yang tak pernah terpikir sebelumnya—kini benar-benar dirasakannya, menyelimuti seluruh fisik dan mentalnya.
“Ini adalah tetes air mata terakhir yang kutinggalkan untuk segala sesuatu!” Di tengah kesedihan tak berujung, Han Sen seolah mendengar suara kosong bergema.
Suara itu sungguh menggerakkan hati, setelah suara tersebut, Han Sen hanya merasakan sakit yang tak terperi di dadanya, sangat ingin tiarap sambil memukul tanah dan menangis histeris.
Tapi sekarang air mata darahnya hampir habis mengering, mana mungkin masih bisa menangis lagi.
Setelah suara kosong di otaknya berlalu, kesedihan Han Sen semakin pekat. Berbeda dengan kesedihan datar sebelumnya, kini ada nuansa kepasrahan dan kemuraman layaknya sesuatu yang telah dibuang.
Tapi di detik berikutnya, Han Sen tercekat dan merinding. Ia menyadari kesedihannya sekarang bukan berasal dari bekas goresan Mata Tai Shang, melainkan dari dalam dirinya sendiri. Rasa kehilangan yang membingungkan itu membuatnya seolah kehilangan sesuatu yang terpenting dalam hidup, merasa bertahan hidup pun sudah tak bermakna, sangat ingin segera mengakhiri nyawanya.
Han Sen mulai menyadari hasil mengerikan yang mungkin terjadi, tapi sulit dikendalikan. Perasaan sepi dan putus asa kian menjadi-jadi. Tanpa sadar ia perlahan mengangkat telapak tangannya, hendak menghancurkan kepalanya sendiri untuk mengakhiri segalanya.
Belasan anggota Klan Tai Shang di depan Dinding Gengu melihat nuansa kesedihan pada Han Sen tiba-tiba meningkat drastis. Langsung mereka diam-diam merasa situasi tidak beres. Benar saja, mereka menyaksikan Ling Long dan Li Ke'er juga menunjukkan ekspresi wajah masam penuh duka yang sama.
"Bahaya, Han Sen sudah menyerah melawan. Nuansa kesedihan benar-benar menguasai fisik dan mentalnya." Ekspresi Kakek Guru berubah pucat.
Sebenarnya tanpa perlu dia berkata, seluruh anggota Tai Shang di sini sudah mengerti situasinya.
"Padahal Ling Long sangat mempercayainya, tapi dia begitu cepat menyerah?" seorang anggota Tai Shang mendidih kemarahannya.
"Bagaimanapun dia cuma ras lain." Ada juga yang berkesedihan menghela nafas.
Sementara anggota Tai Shang yang mempelajari Tai Shang Indra hanya mengawasi Han Sen dan kelompok perempuan itu dengan hening, menanti detik yang menentukan. Kakek Guru juga sudah bersiap. Jika saat itu benar tiba, dia akan memaksakan diri memutus hubungan kontrak antara Ling Long, Li Ke'er dan Han Sen. Meski harus merusak level kekuatan mereka, nyawa mereka harus dipertahankan.
Memang, tak lama kemudian, adegan yang sudah diperkirakan semua orang pun terjadi. Han Sen mengangkat telapak tangannya sendiri, perlahan bergerak mendekati kepalanya. Siapa pun bisa melihat, di bawah pengaruh nuansa kesedihan itu, dia ingin mengakhiri nyawanya sendiri.
Hampir bersamaan, Ling Long dan Li Ke'er juga mengangkat tangan mereka. Seperti Han Sen, mereka menekan dahi sendiri dengan ekspresi putus asa yang jelas terpancar di wajah.
Kakek Guru ke-9 menggelengkan kepala halus. Dia tahu situasi sudah mencapai titik tak terhindarkan. Menunggu lebih lama tak ada artinya lagi - Han Sen sudah pasti mati, tapi Ling Long dan Li Ke'er harus diselamatkan.
Garis keturunan Ras Laut yang memang sudah tipis, total hanya beberapa ratus orang, benar-benar tak bisa menerima pukulan kehilangan dua anggota sekaligus.
Kakek Guru ke-9 hendak memaksakan diri memisahkan hubungan kontrak antara Han Sen dengan Ling Long dan Li Ke'er. Tapi ketika tangannya baru terangkat, tiba-tiba terdengar suara "Lho" bernada ringan. Sorot matanya tertuju tajam ke arah Han Sen.
Semua orang menunggu Kakek Guru Sembilan bertindak menyelamatkan Ling Long dan Li Ke'er. Sorotan mata terkumpul padanya. Melihat ekspresi tidak biasa sang kakek guru, tanpa sadar mereka mengikuti arah pandangannya.
Tak lama kemudian mereka temukan, yang ditatap Kakek Guru Sembilan ternyata Han Sen. Dan Han Sen saat ini terlihat berbeda dari sebelumnya.
Baru saja Han Sen mengangkat tangan hendak menamatkan nyawanya dengan satu telapanku, wajahnya penuh tekad menganggap kematian sebagai kepulangan. Tapi kini raut Han Sen menunjukkan pergulatan batin. Telapak tangan itu terhenti di langit, tak kunjung dihunjamkan. Ekspresinya terlihat mengerikan sekaligus aneh.
Ling Long dan Li Ke'er yang terpengarhu emosi Han Sen pun menghentikan gerakan tangan mereka di udara. Mereka membeku bagai patung dengan wajah yang dipenuhi kebimbangan.
"Masih berjuang melawan?" gumam Kakek Guru Sembilan lirih.
"Kakek Guru Sembilan, jangan ragu lagi. Ulat itu tak mungkin bisa menahan nuansa kesedihan, bagaimanapun juga akhirnya tewas. Cepat putuskan hubungan kontrak Ling Long, Li Ke'er dengannya!"
"Benar! Sudah mencapai level seperti ini, cepatlah membuat keputusan. Jika membiarkan Ling Long dan Li Ke'er melewati proses bunuh dirinya, pasti akan meninggalkan bayangan di hati mereka. Luka yang ditimbulkan hanya akan semakin parah."
Saat semua orang terus-menerus menyarankan, tiba-tiba mereka menyaksikan transformasi aneh terjadi lagi pada Han Sen.
