Tempat mengerikan seperti itu tentu tidak akan Han Sen teleportasi lagi. Sorot matanya tertuju pada dua kepala kambing yang tersisa: "Kenapa semua lokasi teleportasi empat kambing perunggu ini aneh dan berbahaya?"
Tapi sekarang Empat Kambing Perunggu adalah satu-satunya harapan Han Sen untuk bebas, secara alamiah tidak mungkin menyerah begitu saja. Sebelum mencoba semua cara, dia sama sekali tidak rela.
Mengatupkan gigi, Han Sen menekan kepala kambing lainnya. Empat Kambing Perunggu kembali diaktifkan, tubuh Han Sen pun terserap masuk.
Gemerisik!
Han Sen merangkak keluar dari Empat Kambing Perunggu, waspada mengamati sekelilingnya. Syukurlah tidak ada pemandangan mengerikan seperti sebelumnya dimana banyak mutan mengerikan mengerumuninya.
Tempat ini terlihat normal. Posisi Han Sen berada di sabuk meteor. Pandangan pertama yang tertangkap adalah langit berbintang para dewa, tak jauh darinya ada bintang berukuran raksasa.
Sorot matanya menyapu bintang itu, menemukan vegetasi luas di permukaannya. Jelas ini planet kehidupan. Setelah ragu sebentar, Han Sen langsung terbang menuju planet tersebut.
"Gila, apa ini Padang Rumput Hijau?" Setelah memasuki lapisan atmosfer, Han Sen baru terkejut menemukan bahwa planet ini ternyata didominasi topografi padang rumput. Di mana-mana terlihat kawanan domba dalam jumlah besar, bahkan kelompok kecil pun jumlahnya lebih dari seribu ekor.
Domba putih, kuning, dan berbagai warna lain lengkap tersedia. Varietasnya pun beragam, sebagian besar mirip kijang, beberapa seperti kambing, sedangkan domba wol asli justru jarang terlihat.
"Apa aku jatuh ke kandang domba?! Sayangnya si domba tidak ada di sini, kalau tidak bisa kuminta jadi penerjemah, bertanya pada domba-domba ini di mana sebenarnya tempat ini." Han Sen bisa merasakan aura kawanan domba itu tidak terlalu kuat. Domba biasa kemungkinan hanya tingkat Baron, level Viscount pun sulit ditemukan, membuat Han Sen agak tidak terbiasa.
"Dua kepala kambing sebelumnya mengirimku ke tempat-tempat mengerikan. Melihat begitu banyak makhluk lemah di sini, aku agak tidak nyaman untuk sementara waktu."
Saat Han Sen hampir mendarat di padang rumput, kawanan domba di sekitarnya akhirnya menyadari kehadirannya. Seekor domba pemimpin menerobos kerumunan, mengawasi Han Sen di udara sambil mengembik keras.
"Mbeeek!"
Han Sen tidak mengerti bahasa domba. Saat hendak menggunakan bidang Dongxuan untuk membaca pikiran domba itu, tiba-tiba terdengar suaranya berbicara dalam Bahasa Umum Semesta: "Ras lain, dari mana kau memasuki Padang Gembalaan Tuhan?"
"Bagus kalau bisa bicara." Han Sen tersenyum puas sambil berkata pada domba pemimpin: "Aku tersesat di antariksa dan tidak sengaja sampai ke bintang mulia ini. Harap Yang Mulia memberitahu, tempat apa ini? Jika memungkinkan, bisakah kau menjual peta bintang padaku?"
Mendengar perkataan Han Sen, seluruh kawanan domba menunjukkan ekspresi sangat manusiawi yang mengejutkan. Mereka saling memandang sesaat, lalu tiba-tiba tertawa terbahak-bahak bersamaan.
Han Sen melihat tumpukan kambing tertawa terbahak-bahak, merasakan suasana ini benar-benar mengerikan, tanpa sadar mengerutkan kening membentak: "Apa yang lucu?"
Salah satu kambing tersenyum berkata: "Ini adalah Ladang Tuhan, kami semua adalah makanan ternakan-Nya. Begitu kau datang ke sini, jangan harap bisa keluar lagi, hanya bisa menjadi makanan Tuhan seperti kami."
"Aku datang sesukaku, pergi semaumu, tak ada yang bisa menahanku." Suara Han Sen terdengar dingin.
Seluruh kawanan kambing memandanginya dengan pandangan mengejek. Domba pemimpin itu berkata dengan nada sinis: "Kalau begitu coba sekarang juga, bisakah kau meninggalkan Ladang Tuhan ini?"
"Ladang Tuhan yang kau maksud, apakah maksudmu planet ini?" tanya Han Sen.
"Bagus." Domba pemimpin mengangguk.
"Apa susahnya?" Postur Han Sen tiba-tiba bergerak, meluncur seperti panah api terbang meninggi, hendak menerobos lapisan atmosfer meninggalkan planet padang rumput raksasa ini.
Hampir saja berhasil menembus lapisan atmosfer, tiba-tiba terlihat perubahan dramatis di dalam atmosfer. Awan dan angin berubah menjadi bilah raksasa yang muncul dari kehampaan, menghantam ganas ke arah Han Sen.
Sorot mata Han Sen berkedip. Dengan tangan sebagai pedang, ia mengkristalkan kilatan cahaya pedang dan menyambut serangan bilah raksasa itu.
Dor!
Kilatan pedang dan bilah raksasa bertubrukan. Han Sen merasakan gaya dahsyat yang menghantamnya, membuatnya terjatuh ke bawah. Kedua kakinya mendarat di padang rumput, langsung terbenam menciptakan lubang besar.
Bilah raksasa di langit itu pun menghilang seolah tak pernah ada.
Han Sen tak bisa menahan kerutan di dahinya. Kambing-kambing itu kembali tertawa: "Karena kami sudah masuk, terpaksa pasrah. Lambat laun akan menjadi persediaan makanan Tuhan, tak ada yang bisa kabur."
Han Sen sama sekali tidak percaya ini adalah Padang Penggembalaan Tuhan. Kecuali Tuhan itu adalah pencinta tusukan sate, mana mungkin Dia memelihara begitu banyak domba untuk dimakan tanpa takut bau prengus.
Menatap tajam ke langit, Han Sen kembali melompat tinggi dan meluncur ke angkasa luar.
Saat Han Sen hampir menembus lapisan atmosfer, bilah raksasa itu benar-benar muncul begitu saja dan menghantam tubuhnya.
"Percuma. Begitu masuk Padang Penggembalaan Tuhan, kau sudah jadi santapan-Nya. Tak ada yang bisa kabur," kata domba pemimpin sambil mengawasi Han Sen di langit dengan dingin.
Dor!
Tapi di detik berikutnya, seluruh kawanan domba membelalakkan mata dengan ekspresi ketidakpercayaan.
Han Sen sama sekali tidak berniat menghindar. Sebuah pukulan keras menghantam bilah raksasa itu hingga hancur berkeping-keping, melebur dalam kehampaan.
"Jika ini yang disebut tenaga Tuhan, berarti Tuhan juga tidak istimewa!" Pikir Han Sen dalam hati. Saat hendak terbang kembali ke padang rumput untuk bertanya pada kawanan domba tentang lokasi ini, tiba-tiba ia melihat pisau-pisau raksasa bermunculan di kehampaan bagai gunung pisau dan lautan pedang, menyelimuti seluruh langit dengan ujung-ujungnya mengarah ke dirinya.
Jantung Han Sen berdebar kencang. Tanpa basa-basi, ia langsung melakukan teleportasi kembali ke padang rumput. Baru setelah menegakkan kepala, ia menyaksikan jutaan pisau raksasa yang menyelimuti langit biru itu perlahan menghilang di kehampaan, lenyap tanpa jejak dalam sekejap.
Ekspresi Han Sen mengerut. Tenaga satu pisau raksasa saja sudah setara dengan serangan penuh BOSS biasa di tahap awal deifikasi. Apalagi jika semua pisau ini menyerang bersamaan, bahkan dirinya yang sigap pun akan sulit bertahan.
"Sudah kami katakan, ini adalah Padang Gembalaan Tuhan. Sekuat apa pun kamu, di mata-Nya kau tetap hanya persediaan makanan belaka." Ujar domba pemimpin sambil memelintir mulutnya.
"Tuhan yang kalian sebut, sebenarnya seperti apa wujudnya?" Han Sen tidak ambil pusing dengan omongan domba-domba itu, matanya terus mengawasi ketat si domba pemimpin.
"Tuhan ya Tuhan, mau dianggap sebagai apa lagi?" si domba pemimpin menjawab dengan nada penuh cibir.
Han Sen hendak bertanya lebih lanjut, tiba-tiba matanya menangkap kereta kuda melintas di langit. Sembilan ekor kuda putih bertanduk tunggal menarik kereta giok putih, melangkah di udara menuju padang rumput.
Seluruh kawanan domba langsung lunglai ketakutan melihat kereta itu. Mereka gemetar tak berdaya di tanah, kepala tertunduk dalam-dalam seolah ingin meniru burung unta yang menyembunyikan kepala di pasir.
