“Kenapa harus pergi?” Han Sen menghentikan langkahnya, menatap gadis kecil itu bertanya.
“Aku hampir tidak bisa mengendalikannya... Dia akan membunuhmu... Cepat pergi...” gadis kecil itu berkata dengan wajah masam penuh kecemasan.
Han Sen melihat tangan gadis kecil yang menggenggam pisau, telapak tangannya terus mengalirkan darah. Darahnya membeku di mata pisau, barulah aura pisau tajam itu sedikit mereda. Tapi tidak sepenuhnya menghilang, masih terus bergetar lembut di tangannya, seolah begitu aliran darah gadis terputus, pisau itu akan langsung menerjang Han Sen.
“Aku akan pergi sekarang. Bisakah kau memberitahuku bagaimana meninggalkan planet ini? Dan, siapa namamu?” Han Sen tahu jika dia tidak pergi hanya akan menyusahkan gadis kecil ini, sambil berbicara dia mulai mundur, berniat menjauhi tempat ini.
Gadis kecil itu menggelengkan kepala sambil berkata: “Aku juga tidak tahu. Kau cukup berusaha sejauh mungkin dari sini.”
“Baiklah, siapa namamu?” Han Sen mengulangi pertanyaannya untuk terakhir kali.
"Gu Wan'er, cepatlah pergi. Semakin jauh dari sini semakin baik. Carilah tempat untuk bersembunyi, baru keluar setelah aku pergi." kata gadis kecil itu.
Han Sen sudah hendak berbalik, tapi mendengar perkataan gadis kecil ini, tiba-tiba membeku di tempat, menatapnya dengan pandangan kosong sambil bertanya: "Kau bernama Gu Wan'er? Apa hubunganmu dengan Gu Zhu?"
Han Sen pernah mendengar dari Gu Zhu bahwa adik perempuannya bernama Wan'er, yang dulu diculik oleh Tuhan karena berani memanjatkan doa. Itulah obsesi abadi yang tak pernah bisa dilepaskan Gu Zhu.
Jika ingatan Han Sen tidak salah, usia adik perempuan Gu Zhu saat diculik seharusnya sekitar sepuluh tahun. Setelah bertahun-tahun berlalu, seharusnya Gu Wan'er sudah dewasa. Karena itu Han Sen tak bisa memastikan apakah gadis kecil ini benar adik Gu Zhu.
"Kamu... Kamu kenal kakakku..." Gu Wan'er menatap Han Sen dengan mata berbinar penuh kejutan.
“Bahkan lebih dari sekadar kenal, kami adalah teman yang sangat baik. Kenapa kamu bisa ada di sini? Tempat ini sebenarnya apa?” Han Sen mengawasi ketat pisau tajam di tangan Wan'er, lalu berbalik dan kembali.
Kalau tidak mengenal mungkin tidak apa, tapi sekarang setelah tahu gadis kecil ini ternyata adik perempuan Gu Zhu, tidak mungkin pergi begitu saja.
“Ini adalah Ladang Tuhan, tempat Pisau Tuhan ini melahap mangsa. Aku dibawa ke sini oleh Tuhan, bertanggung jawab merawat Pisau Tuhan...” Gu Wan'er cepat-cepat menceritakan pengalamannya: “Kakakku... apakah dia baik-baik saja?”
Penjelasan Gu Wan'er singkat, tapi Han Sen tetap memahami intinya. Setelah dibawa Tuhan, dia ditempatkan di sini dan diberi tanggung jawab merawat pisau suci tersebut selama proses makannya.
Cara makan Pisau Tuhan adalah dengan menyedot darah makhluk hidup. Tempat ini hanyalah salah satu planet di Ladang Tuhan, masih ada banyak planet ladang lainnya. Gu Wan'er harus pergi ke planet ladang yang berbeda sesuai urutan waktu tertentu agar Pisau Tuhan bisa menyerap darah varietas langka yang berbeda.
Hanya itu yang diungkapkan Gu Wan'er, tapi Han Sen merasakan dengan tajam bahwa masih ada bagian yang disembunyikannya.
"Selain darah varietas langka itu, dia juga membutuhkan darahmu, benar?" Han Sen menatap Gu Wan'er dan bertanya.
Gu Wan'er ragu sejenak sebelum akhirnya tersenyum dipaksakan, "Ya, setiap hari aku harus memberinya sebagian darahku. Tapi tenang saja, aku memiliki bentuk immortalitas sempurna. Cukup tidur sebentar, raga akan pulih. Ini bukan masalah besar. Kakakku... apakah dia baik-baik saja? Jika kamu keluar, tolong jangan beri tahu dia pernah melihatku di sini, ya?"
"Tidak baik." Ekspresi Han Sen berubah sangat masam.
Meski diucapkan dengan santai oleh Wan'er, Han Sen paham betapa kejamnya hal itu. Tuhan membawa Wan'er ke sini, menganugerahinya raga yang benar-benar abadi, semata agar dia bisa terus memberi makan bilah pisau tajam itu dengan darahnya sendiri. Bukanlah itu Pisau Tuhan, melainkan Pisau Setan yang haus darah.
Wan'er diperlakukan layaknya budak penyedia darah, dipaksa menyumbangkan darahnya secara tak terbatas setiap hari kepada iblis, bahkan hak untuk mati pun direnggut.
"Kenapa tidak baik? Apa yang terjadi dengan Kakakku? Tuhan sudah berjanji, asal aku merawat pisaunya, Dia akan memulihkan semangat Kakak..." Wan'er berseru penuh ketidaksabaran, wajahnya pucat kehijauan.
Darah terus mengucur dari tangannya. Dengan postur kecilnya yang tak memiliki banyak cadangan darah, hingga kini fisiknya sudah hampir limbung.
“Kamu tidak ada, alam semesta tidak bermakna baginya.” Han Sen berjalan menghampiri Gu Wan'er, mengulurkan tangan untuk mengambil pisau tajam itu: "Beri pisau itu padaku."
"Jangan jangan jangan, cepat pergi, dia akan membunuhmu..." Gu Wan'er malah terpental mundur berkali-kali.
Han Sen tahu gadis kecil itu tidak berbohong. Sebelumnya saat mengindra aura pisau tajam, dia sudah merasakan kengerian yang terpancar. Itulah sebabnya di awal pertandingan Han Sen bersiap pergi, tak ingin mengambil risiko.
Tapi setelah mengetahui gadis ini adalah adik Gu Zhu yang setiap hari menderita siksaan ini, sama sekali tidak mungkin baginya berbalik pergi. Bagaimanapun juga harus mencoba, berharap bisa membebaskan Wan'er bersama-sama.
"Dia tidak bisa membunuhku." Postur Han Sen tiba-tiba bergerak, sudah berada di hadapan Wan'er. Dengan menepis telapak tangannya, pisau penghisap darah itu direbut dan dikendalikan di genggamannya.
Pisau tajam direbut, Gu Wan'er dengan ekspresi terkejut, berkata gelisah: "Cepat berikan padaku, itu Pisau Tuhan, terlalu mengerikan, akan membunuhmu..."
Han Sen tidak menghiraukan Gu Wan'er, menggenggam gagang pisau, sorot matanya menatap bilah tajam. Tanpa pasokan darah Wan'er, darah di pisau perlahan menghilang. Bayangan samar setan berwarna darah kembali muncul bagaikan binatang buas yang memilih mangsa, mengawasi ketat Han Sen yang memegang pisau. Bilah pisau di telapak tangannya terus gemetar tak terkendali.
Boom!
Ketika pisau tajam itu akhirnya menyadari yang memegangnya adalah Han Sen, kilau merah darah menyala terang. Dengan tenaga Han Sen yang luar biasa, gagang pisau ternyata terlepas dari genggamannya, melesat terbang keluar.
Bayangan samar Setan merah darah di pisau tajam mengeras menjadi wujud gas seperti api merah darah, terlihat bagai siluet manusia namun juga bergoyang-goyang laksana nyala api. Ajaibnya, entitas ini berhasil menggenggam erat pisau itu, sepasang mata menyala-nyala bagai hantu yang merah darah menatap Han Sen, dipenuhi niat pembunuhan dan haus darah.
Bzzzt!
Bayangan merah itu bergerak. Pisau tajam seketika menembus kehampaan, menghujam ke arah Han Sen dengan aura mengerikan beraroma darah yang menyengat.
"Jangan bunuh dia..." Ekspresi Wan'er berubah pucat. Ia membentangkan kedua tangannya menghalangi di hadapan Han Sen.
Tanpa menunggu pisau itu mendekat, Han Sen sudah mencengkeram gadis kecil itu dan menariknya ke belakangnya. Sambil menghantamkan pukulan ke arah pisau itu, ia berkata: "Ingat, di waktu dan tempat apapun, gadis kecil seharusnya berdiri di belakang lelaki untuk dilindungi, bukan menghadang di depannya. Itu akan melukai harga diri pria."
Boom!
Sambil berbicara, pukulan dan pisau tajam sudah saling menghantam. Api darah berkobar-kobar, tenaga pukulan hancur berkeping-keping. Padang rumput di sekelilingnya meledak oleh gelombang kejut yang mengerikan, membentuk kawah raksasa.
Banyak domba di sekitarnya ikut terkena dampak. Raga mereka langsung meledak, berubah menjadi kabut darah yang beterbangan ke segala arah.
Meski Han Sen tidak mundur selangkah pun, darah dan amarahnya bergejolak di dada. Hampir tak tertahan ingin menyemburkan darah segar, tapi dipaksanya telan kembali.
"Graahh!" Meraung bagaikan binatang buas yang terancam maut, detik berikutnya keempat teknik gen dalam tubuh Han Sen beroperasi serempak. Menyatu dengan mantra, ia memasuki status postur tempur varietas langka.
