Chongxu Zhenjing sebenarnya pernah dilihat Han Sen, tapi itu adalah versi yang tercatat pada piringan giok. Lagipula Han juga tidak benar-benar memahaminya.
Lebih tepatnya, kitab itu tercatat di banyak piringan giok. Han Sen hanya pernah melihat sebagian darinya saja.
Legenda mengatakan alasan ras Buddha bisa mencapai pencapaian saat ini adalah karena mempelajari versi cacat 《Chongxu Zhenjing》, sehingga mereka mampu berkembang pesat hingga mencapai skala seperti hari ini.
Banyak teknik gen Buddha yang berakar dari evolusi "Chongxu", contohnya seperti sihir transformasi yang digunakan Ran Deng untuk mengubah Han Sen menjadi semut, juga berasal dari Chongxu.
"Mungkin hanya namanya yang sama, bukan kitab yang sama kan?" Han Sen membukanya dan menemukan isinya memang bukan teknik gen, melainkan teori-teori yang berada di antara teologi dan ilmiah.
Seperti karya teologi biasa, Chongxu dipenuhi teori metafisika yang sangat abstrak, sulit dipahami namun tak menemukan titik sanggahan.
Han Sen justru bisa menangkap gambaran besarnya. Dulu saat mempelajari Jing Dongxuan, dia berlatih keras untuk memahami kitab itu, yang kini justru berguna.
Prinsip-prinsipnya memang mulia, tak bisa dikatakan salah. Tapi lebih banyak yang sekadar teori ketimbang praktik, membuat Han Sen mulai bosan.
Namun tiba-tiba satu bab menarik perhatiannya. Kitab ini menyebut konsep mirip multiverse.
Kira-kira maksudnya adalah, alam semesta bukanlah entitas tunggal yang terisolasi, melainkan terdiri dari banyak alam semesta berbeda. Orbit kehidupan makhluk hidup bergerak dari satu alam semesta menuju alam semesta lainnya.
Kedengarannya mungkin sulit dipahami. Kita bisa menganalogikan teori ini seperti rangkaian kereta api. Makhluk hidup bagaikan penumpang yang bergerak di dalam kereta - di detik ini berada di gerbong yang satu, detik berikutnya sudah berpindah ke gerbong lain.
Dengan kata lain, alam semesta bukanlah individu yang terkunci dan tidak berubah. Manusia pun tidak hidup dalam alam semesta yang sama selamanya. Di detik ini Anda berada di alam semesta A, detik berikutnya mungkin sudah berpindah ke alam semesta B.
Tentu saja, Anda sendiri tidak bisa merasakan perubahan alam semesta ini. Sebab alam semesta bukan kereta api yang terbagi oleh gerbong-gerbong, melainkan terbagi berdasarkan waktu dan ruang. Ruang-waktu di detik ini dengan ruang-waktu di detik berikutnya sudah bukan kesatuan yang sama.
Berdasarkan teori multiverse, terdapat kemungkinan untuk kembali ke masa lalu atau melangkah ke masa depan. Jika hanya ada satu alam semesta, mustahil untuk kembali ke masa lalu atau masa depan. Namun keberadaan multiverse memungkinkan hal tersebut. Karena alam semesta masa lalu dan masa depan sama-sama eksis, maka tentu ada cara untuk mencapainya.
Meskipun Chongxu Zhenjing tidak secara eksplisit menjelaskan cara mundur atau mempercepat pergerakan dalam multiverse, teori ini memberikan beberapa inspirasi bagi Han Sen.
Jika memahami teori ini, kekuatan memenggal ruang-waktu berarti mampu menghancurkan alam semesta sebelumnya. Inilah mengapa meski Han Sen bisa melihat cahaya pisau, dia tak bisa menahan maupun menghindarinya - karena di alam semesta sebelumnya, posisinya sudah menjadi fakta tak terbantahkan yang tak bisa diubah.
"Secara teori, jika 'aku' di alam semesta sebelumnya bisa mengandalkan fisik untuk menahan tenaga Pisau Tuhan, maka 'aku' yang sekarang tidak akan terluka. Misalnya saat aku menggunakan tubuh Super God, kapanpun itu, tenaga Pisau Tuhan tidak akan bisa melukaiku. Masalahnya adalah tubuh Super God saat ini memiliki batasan, dan sekalipun bisa digunakan, jika tidak menemukan metode untuk menghancurkan Pisau Tuhan, maka hanya akan terjadi seri. Begitu batas waktu tubuh Super God habis, aku tetap akan kalah."
Han Sen merenung diam-diam: "Bukan berarti sama sekali tidak ada cara. Secara alami, raga ini tidak mungkin bisa bertahan dari Pisau Tuhan. Tapi kemampuan pemenggalan lintas ruang-waktu dari Pisau Tuhan sepertinya juga belum lengkap, tidak bisa bebas memilih alam semesta mana yang akan dihancurkan, paling banyak hanya bisa menghancurkan alam semesta satu detik sebelumnya. Jika aku bisa satu detik lebih awal menilai dari sudut mana Pisau Tuhan akan menyerang, maka aku bisa melakukan aksi antisipasi untuk menahan serangannya."
“Tapi pertarungan antar jagoan berubah sekejap mata, jangankan mempercepat satu detik, perubahan dalam satu kejap pun sulit diprediksi. Bagaimana aku bisa meningkatkan penilaian satu detik lebih cepat untuk menentukan bagaimana Pisau Dewa akan menghantam? Apalagi Pisau Dewa bisa melihat gerakanku satu detik sebelumnya, lalu menghantam diriku yang dari detik lalu. Tak peduli sikap bertahan seperti apa yang kulakukan, Dia bisa selektif menghindari pertahananku dan memilih titik lemahku untuk diserang...”
"Jika bisa mempelajari Sutra Duduk Lupa, maka bisa memutus hubungan antara diri sekarang dengan masa lalu. Sekalipun diri di alam semesta sebelumnya terpenggal, diri yang sekarang tidak akan terpengaruh. Ini tentu kondisi paling ideal. Tapi Sutra Duduk Lupa bertentangan dengan Jurus Pedang Di Bawah Langit, sulit dilatih. Maka untuk menahan serangan ruang-waktu, hanya bisa dengan memprediksi sudut serangan satu detik sebelumnya lalu menggunakan Perisai Medusa untuk menahannya. Ini memang sulit, tapi bukan mustahil sama sekali. Prediksi dan strategi sebenarnya bidang keahlianku. Jurus Pedang Di Bawah Langit termasuk gen top di kelasnya, mungkin benar-benar bisa diprediksi satu detik lebih awal. Masalah terbesar sekarang adalah bagaimana membuat Pisau Ilahi tetap aktif menyerang perisaiku meski sudah melihat gerakanku, bukan menyasar bagian tubuhku."
Karena Sutra Duduk Lupa sulit diasimilasikan dengan Jurus Pedang Di Bawah Langit, sementara perkataan Kuno Iblis tetap tak terpahami, Han Sen memutuskan untuk mengesampingkan keduanya dan fokus meneliti jurus pedangnya sendiri, mencari cara untuk melakukan pra-penilaian satu detik lebih awal.
Han Sen saat ini ibarat bertarung melawan petarung kuat yang bisa meramalkan masa depan satu detik ke depan. Dalam situasi dimana Pedang Dewa telah mengetahui masa depan, dia harus memaksa senjata ilahi itu menyerang Perisai Medusa - tingkat kesulitan yang hampir tak terbayangkan bagi orang biasa.
Tapi Han Sen tidak menganggap ini sebagai hal mustahil. Jika hanya menyangkut satu jurus satu gerakan, tentu bisa dipecahkan. Namun pertempuran bukanlah sekadar rangkaian jurus, melainkan keseluruhan yang menyerupai permainan catur. Dengan memanfaatkan koneksi antar jurus (pengaruh antar bidak catur), memaksa lawan menempatkan bidak di posisi yang telah ditentukan bukanlah hal yang tak mungkin.
Namun ini menyangkut kesulitan lain. Seperti prinsip "Serang apa yang harus diselamatkan musuh", Han Sen harus memberikan ancaman nyata terhadap Pisau Dewa agar terpaksa bereaksi. Tanpa ancaman yang memadai, Pisau Dewa bisa mengabaikannya sepenuhnya sehingga tidak ada celah untuk diprediksi.
"Tubuh asli Pisau Dewa sekeras baja, bahkan Long Nu darah kuno pun tidak dapat menghancurkan tubuh aslinya. Saat ini aku tidak memiliki senjata sakti yang kuat, tenagaku juga kalah darinya, tentu semakin tidak mungkin. Tapi jika tujuannya hanya mengguncangnya keluar daripada membunuh, masih ada cara." Mata Han Sen berbinar semakin bersemangat karena ide mulai terbentuk.
Jurus andalan Han Sen adalah Satu Tangan Menutupi Langit, disusul Gen Penghancur Langit dan Enam Penghancuran, serta Keselarasan Batin.
Karena perbedaan level dan tenaga, Satu Tangan Menutupi Langit masih belum cukup kuat untuk memutus rantai keteraturannya. Jadi untuk saat ini jurus itu tidak banyak berguna.
Keselarasan Batin memiliki kemampuan penetrasi yang kuat, tapi sama sekali tidak berguna terhadap tubuh asli sekuat Pedang Dewa. Sementara itu, tenaga eksplosif Gen Penghancur Langit justru sangat cocok dengan situasi Han Sen saat ini.
