Sebelumnya Han Sen masih sangat heran - bulu Phoenix adalah wujud gas api, mungkin sulit membelah wujud fisik. Hanya bisa membakar dengan api, tapi kini bulu Phoenix itu telah menembus tubuh dewa Tianluo yang hampir tak dapat dihancurkan.
Kobaran Api Phoenix yang putih menyala-nyala membakar luka itu. Meski luka kecil ini bagi tubuh dewa Teng Tianluo hampir bisa diabaikan, tapi bagi Han Sen inilah langkah terpenting untuk membunuhnya. Jika bahkan tubuh dewa-nya tak bisa dilukai, bagaimana mungkin membunuh dewa?
Sebelumnya Han Sen sangat curiga terhadap Api Phoenix yang ditempelkan Fenghuang di tubuhnya, siap menghilangkannya kapan saja. Tapi siapa sangka kombinasi Api Phoenix dengan Bulu Phoenix ternyata punya daya hancur mengerikan, bahkan bisa membelah tubuh dewa!
Saat ini Han Sen tak punya pikiran untuk memikirkan hal lain. Bulu Phoenix di tangannya diayunkan seperti badai, kilatan pedang saling bersilangan menghujam tubuh dewa Teng Tianluo hingga darah dewa mengalir deras tak henti.
"Hentikan! Kalau tidak, Dewa ini akan membuatmu mati tanpa tempat dikuburkan!" Teng Tianluo menggeram marah.
Han Sen sama sekali tidak mengacuhkan, satu tebasan demi satu tebasan menghantam tubuh dewa Teng Tianluo, membiarkan darah suci itu mendarat di tubuhnya.
"Menghina Tuhan, anak cucumu dan seluruh kerabat akan dikutuk selamanya... Bencana pasti akan menimpa ragamu..."
Teng Tianluo yang awalnya menggeram marah, perlahan berubah menjadi jeritan panik. Tapi raganya tetap tak bisa bergerak, terkunci oleh sabetan pedang Han Sen yang terus mengoyak tubuhnya.
Meski setiap tebasan hanya menyisakan luka kecil, tetapi setelah seribu bahkan sepuluh ribu kali tebasan, daging dan tulang Teng Tianluo pun terbelah. Darah sucinya mengalir deras bagai air bah.
Krak!
Di tengah gemuruh kutukan jahat Teng Tianluo, Han Sen—yang entah sudah berapa kali menebas—akhirnya berhasil memenggal kepala tubuh dewa itu.
Kepala giok raksasa itu jatuh ke tanah, menghujam lubang besar di permukaan. Wajah kepala giok menghadap ke atas, sepasang mata yang selama ini tertutup akhirnya terbuka, memandang Han Sen dengan tatapan penuh dendam sambil membentak keras: "Tuhan adalah abadi! Hari ini kau menghancurkan tubuh dewa-Ku, keturunanmu akan membayar ribuan kali lipat! Seluruh klanmu, perempuan akan menjadi pelacur turun-temurun, laki-laki jadi budak generasi demi generasi..."
Krak!
Han Sen langsung menusukkan pedangnya ke dalam kedua bola mata dewa itu, menusuk butakan mata sucinya. Darah ilahi menyembur bak air mata air suci, membasahi seluruh tubuh Han Sen.
Han Sen sama sekali tidak gentar. Keluarga Han sudah ditakdirkan untuk terus berkonfrontasi dengan para dewa ini turun-temurun, mana mungkin takut dengan gertakan sambal dan kutukan receh semacam ini.
Cukup melihat bagaimana Teng Tianluo memperlakukan ras bunga suci, kita langsung tahu bahwa para dewa ini tidak pernah menganggap makhluk di alam semesta raya sebagai makhluk berakal tinggi. Mereka melihatnya sama seperti ayam, bebek, sapi, dan kambing - dibunuh lalu dimakan untuk mengisi ulang kekuatan diri.
"Jika dewa bisa memakan manusia, mengapa manusia tak boleh memakan dewa? Hari ini, aku Han Sen akan menjadi orang pertama yang memakan dewa!" Han Sen menjilat darah suci yang menciprat di bibirnya, merasakan sensasi seperti air mendidih yang membara.
"Gen ilahi+1... Tingkat evolusi tubuh dewa+1..."
"Hanya setetes darah saja sudah bisa menambah satu poin gen ilahi... Pantas disebut dewa..." ujar Han Sen sambil mengejek, namun pedang di tangannya terus menari. Sabetan demi sabetan mengiris daging dan memotong tulang.
Dewa memang tetap dewa. Meski terluka parah, kekuatannya masih tak terbayangkan. Han Sen yang sudah memenggal kepalanya dan menusuk jantungnya pun masih belum bisa menghabisi nyawa makhluk ini.
“Aku tak percaya, setelah raga dewamu kubedah, kau masih bisa bertahan.” Han Sen menghantamkan pedangnya menyusuri tulang, membelah daging, darah yang menyembur langsung ditelannya bulat-bulat.
Seolah menelan kobaran api, Han Sen merasakan seluruh raganya seperti terbakar, kepanasannya membuatnya ingin mengelupaskan kulit sendiri agar bisa lebih sejuk.
"Gen ilahi+1... Gen ilahi+1..." Suara peningkatan gen terus bergema, setetes darah berarti satu gen ilahi. Manfaat dari tubuh dewa ini sungguh di luar bayangan.
"Tingkat evolusi ilahi 100%... Dapat berevolusi..."
Akhirnya, sebuah suara terdengar di kepalanya. Tapi Han Sen sama sekali tidak punya waktu untuk berevolusi. Ia merasa harus segera membunuh Teng Tianluo sebelum terlambat dan menimbulkan masalah.
Dang!
Han Sen menghantam salah satu tulang Teng Tian Luo dengan pedangnya, tetapi kali ini dia ternyata tidak bisa membelah tulang itu, bahkan tidak meninggalkan luka sama sekali.
Han Sen tertegun sejenak, mengamati tulang tersebut dengan saksama. Meski tidak terlalu memahami struktur tubuh dewa, dia yakin manusia biasa pasti tidak memiliki tulang semacam ini.
Tulang itu melintang di antara paru-paru dan hati, bentuknya menyerupai sulur duri yang melengkung, seluruhnya berwarna hijau zamrud seperti kristal dengan panjang sekitar dua meter lebih. Bagi tubuh dewa raksasa Teng Tian Luo, tulang ini termasuk sangat kecil, namun memiliki karakteristik berbeda dengan tulang-tulang lainnya.
Meski sama-sama terlihat seperti batu giok, tulang ini jauh lebih transparan dan berkilau. Di dalamnya, terdapat pola simbol misterius yang terus berputar-putar seperti aliran energi, menciptakan kesan surealis yang membuatnya terasa bagai mimpi belaka.
“Kita buat transaksi, kalau kamu mundur, aku bisa bantu kamu menyatukan alam semesta...” Nada bicara Teng Tianluo ternyata mulai menyiratkan secuil ketakutan.
Kres!
Han Sen seolah tidak mendengar ucapan Teng Tianluo, langsung menghantam bagian tulang yang terhubung dengan paru-paru dan hati menggunakan pedangnya, membuat sobekan di sana.
"Aduh!" Teng Tianluo mengeluarkan jeritan menyayat hati. Meski kepalanya pernah terpenggal, dia tak pernah mengaduh. Kini suaranya mirip babi disembelih.
"Rupanya di sinilah titik vitalnya!" Hati Han Sen dipenuhi kegembiraan luar biasa. Phoenix Feather di tangannya semakin cepat menebas membran penghubung antara tulang dengan daging dan organ dalam, mengoyaknya sedikit demi sedikit.
Teng Tianluo terus menjerit sambil mengutuk Han Sen dengan penuh dendam. Tapi bagi Han Sen yang juga menghormati makhluk gaib - namun bukan dewa semacam mereka - semua kutukan itu tak berarti.
“Kamu pasti mati terkutuk!” Sambil menyaksikan tulang itu hampir terpenggal oleh Han Sen, Teng Tianluo tiba-tiba meneriakkan keras. Tubuh dewa-nya memancarkan cahaya hijau terang, daging dan darahnya berpijar seperti besi yang dipanaskan.
“Bahaya!” Han Sen langsung paham niat Teng Tianluo. Anggota ini, karena sudah kehilangan kesempatan, ternyata hendak meledakkan tubuh dewa-nya.
Han Sen tak mampu menghentikan ledakan tubuh dewa itu. Ia hanya bisa mempercepat kecepatan pedangnya, ingin mengambil tulang itu sebelum dia meledakkan diri.
Tapi proses ledakan tubuh Teng Tianluo terlalu cepat. Sebelum Han Sen sempat menggali tulang itu, tenaga mengerikan telah menyembur dari tubuh dewa-nya, bagaikan bom atom yang meledak dari dalam gunung.
Boom!
Di puncak Taman Udara, semburan cahaya hijau bagai letusan gunung berapi menerjang langit, berubah menjadi hujan cahaya yang bertebaran. Saat hujan cahaya menyentuh hamparan bunga di Taman Udara, tumbuhan mutan yang terkontaminasi cahaya itu langsung tumbuh pesat. Seluruh Taman Udara mengalami perubahan luar biasa dalam sekejap.
"Memburu Tuhan, memperoleh Jiwa Suci Tuhan, menemukan Gen Tuhan."
Han Sen yang baru saja keluar dari status Super God langsung mendengar pemberitahuan suara di kepalanya.
