Sang Kaisar Putih menerima anggota ras asing yang aneh sebagai murid. Kabar ini segera menggema ke seluruh penjuru alam semesta, membuat para petarung kuat dari berbagai ras terkejut.
Orang biasa mengira Sang Kaisar Putih sudah gila, sementara segelintir makhluk mengerikan yang memahami Sang Kaisar Putih tengah merenungkan makna tersirat di balik tindakan ini.
Tidak ada informasi sama sekali tentang asal-usul varietas langka itu. Hanya diketahui namanya Sheng Ying, berpenampilan bocah 5-6 tahun. Selain itu, tidak ada yang tahu ras apa dia, bahkan tidak ada yang mengetahui asal-usulnya.
Banyak petarung kuat diundang Sang Kaisar Putih menghadiri upacara penerimaan murid. Diam-diam mereka mengamati Sheng Ying si varietas langka, namun tak bisa melihat level atau kondisi fisiknya, membuat mereka terkesima.
Han Sen awalnya mengira Kaisar Putih ingin menggunakan sensasi menerima murid untuk mengurungnya di Klan Huangji, sekalian menyita taman di udaranya.
Tapi siapa sangka, setelah upacara penerimaan murid, Kaisar Putih sama sekali tidak menyebut soal taman di udara maupun membatasi gerak-geriknya. Bahkan jika ia ingin meninggalkan Klan Huangji, sang Kaisar pun tak berniat menghentikannya.
"Tuan Putih." Han Sen memandangi pintu gerbang Klan Huangji di kejauhan, sedang ragu-ragu apakah akan pergi, ketika melihat sosok Tuan Putih melayang mendekat.
"Klan Huangji adalah wilayah yang strategis. Lebih baik kau tinggallah dulu di sini," ujar Tuan Putih.
"Apakah Tuan tahu keinginan hamba untuk pergi?" Han Sen tak yakin apakah sang Tuan telah mengenalinya.
Tuan Putih tersenyum: "Jika tidak, bagaimana mungkin aku sengaja mengirimmu ke Istana Hukum?"
"Rupanya Tuan sudah mengenali hamba sejak awal." Han Sen membeku kaget, baru menyadari bahwa pengirimannya ke Istana Hukum adalah rekayasa Tuan Putih.
"Bagaimana Tuan tahu saya bisa mengasimilasi Mata Kaisar Huangji yang Otoriter?" Han Sen bertanya dengan kebingungan.
"Saya tidak tahu." Tuan Putih menggelengkan kepala halus: "Saya hanya melakukan simulasi. Meski takdir terus berubah-ubah dan hampir mustahil menentukan satu masa depan, menghindari bahaya masih memiliki pola tertentu. Simulasi saya menunjukkan vitalitasmu akan meningkat di sana, mungkin menghasilkan akhir baik. Jadi saya memutuskan untuk mencoba."
"Tuan, berani sekali Anda mengambil risiko. Bagaimana jika saya gagal mengasimilasi Mata Kaisar Huangji yang Otoriter?" Han Sen menunjukkan ekspresi campuran tawa dan tangis.
Tuan Putih tersenyum: "Di dunia ini tidak ada strategi sempurna. Karena tidak ada cara yang lebih baik, saya memilih opsi dengan persentase keberhasilan tertinggi. Jika benar-benar mengalami nasib buruk, itu adalah takdir yang harus Anda jalani."
Han Sen mengakui logika Tuan Putih, tapi tetap merasa ngeri: "Syukur simulasi Tuan akurat. Sekarang Tuan menyarankan saya tinggal di Klan Huangji - apakah ini juga hasil simulasi?"
"Ini tidak perlu disimulasikan. Kaisar Putih menerimamu, varietas asing ini, sebagai murid. Ini adalah kehormatan besar! Sekarang siapa di seluruh alam semesta yang tidak tahu? Banyak makhluk mengerikan diam-diam mengamati situasi, ingin tahu mengapa Kaisar Putih mau menerimamu sebagai murid. Selama kamu berada di Klan Huangji, tak ada yang berani menyentuhmu. Tapi begitu kamu meninggalkan Klan Huangji, percayalah, pasti banyak yang ingin menangkapmu untuk dipelajari." Tuan Putih berkata.
"Kaisar Putih benar-benar ahli strategi! Dia ingin mengikatku di kereta perang Klan Huangji!" Han Sen langsung paham.
"Kamu meremehkan Kaisar Putih. Jika hanya punya strategi kecil seperti ini, mana mungkin dia bisa memimpin Klan Huangji selama bertahun-tahun tetap sekuat gunung. Pasti ada rencana lain yang belum bisa kita lihat." Tuan Putih menjelaskan.
"Kalau begitu menurut Tuan, aku harus terus terkurung di sini?" Han Sen mengerutkan kening.
"Diam dan amati perkembangannya." Tuan Putih jelas juga tidak punya strategi lain.
Han Sen merenung cukup lama, merasa perkataan Tuan Putih juga tidak salah. Mengingat Kaisar Putih sementara belum berniat bertindak terhadapnya, bertahan di Klan Huangji bisa dibilang merupakan solusi terakhir dalam keterbatasan.
"Bagaimana bisa raga-mu berubah menjadi seperti ini?" Tuan Putih memeriksa kondisi Han Sen.
Kebetulan Han Sen ingin meminta nasihat Tuan Putih, ia pun menceritakan secara detail segala yang terjadi setelah promosinya ke tingkatan metamorfosis.
Setelah mendengarkan dengan seksama, Tuan Putih merenung lama sebelum akhirnya berkata: "Kemampuanmu mempelajari empat teknik gen sekaligus hingga mencapai level mitos sendiri sudah merupakan hal yang sulit dipahami. Jika hipotesisku benar, promosimu sebenarnya tidak bermasalah - ini adalah status normal."
"Jika normal, mengapa aku tidak bisa menggunakan tenaga?" Han Sen bertanya.
"Tahukah kamu mengapa level mitos dibagi menjadi lima tingkatan: dasar, metamorfosis, kepompong pecah, transformasi kupu-kupu, dan Tuhan sejati?" Tuan Putih tersenyum sambil bertanya.
"Tidak." Han Sen menggelengkan kepala perlahan.
"Sesungguhnya proses ini merupakan tahap penetasan Tuhan sejati. Putra Tuhan baru benar-benar terlahir saat mencapai level Transformasi Kupu-Kupu. Sebelumnya masih dalam keadaan embrio, raga belum berkembang sempurna, wajar saja belum bisa menggunakan tenaga."
"Di alam semesta raya, Tuhan sejati yang lahir secara alami memang sangat langka. Kebanyakan hanya bisa bergantung pada pelatihan pasca-kelahiran untuk naik level. Namun proses ini juga meniru proses penetasan Tuhan, karena itu dibagi menjadi lima level. Jika hipotesis saya benar, saat kenaikan level mitos-mu, empat gen menyatu menyebabkan konstitusi fisikmu mengalami transformasi besar, mencapai kondisi yang mirip Tuhan sejati alami. Jadi kenaikanmu ke level metamorfosis sama seperti berubah menjadi embrio yang sedang berkembang kembali. Mungkin saat mencapai level Pecah Kepompong atau Transformasi Kupu-Kupu, setelah tubuh dewa berkembang sempurna, barulah bisa menggunakan tenaga."
Tuan Putih terdiam sejenak lalu melanjutkan: "Ini bukan hal buruk. Gen purba kita manusia terutama berasal dari ras kristal, fondasinya memang tidak ideal. Kemampuanmu mengalami perkembangan ulang dua kali sehingga gen purba mendekati Tuhan sejati alami, ini akan sangat membantumu di masa depan."
"Berharap begitu." Han Sen merasa lega setelah mendengar penjelasan Tuan Putih.
Setelah berdiskusi lebih lanjut dengan Tuan Putih tentang laporan intelijen, Han Sen memutuskan untuk sementara bertahan di Klan Huangji.
"Aku tidak menjadi murid dengan cuma-cuma. Bukankah Kaisar Putih berjanji akan memberiku apapun yang kuminta? Sekarang saatnya meminta gen varietas langka mitos darinya untuk meningkatkan levelku ke Tingkatan Pecah Kepompong dengan cepat, bahkan kalau bisa langsung mencapai Tingkatan Transformasi Kupu-Kupu." Setelah memantapkan hatinya, Han Sen masuk ke istana dengan sikap percaya diri.
Area istana yang terlarang ini bahkan tidak boleh dimasuki anak-anak kandungnya tanpa izin, namun Kaisar Putih memberikan hak istimewa kepada Han Sen untuk masuk/keluar kapan saja.
Hak istimewa ini memicu protes diam-diam dari para selir dan anak-anak Kaisar Putih, meski tak ada yang berani mengungkapkannya terang-terangan.
Sementara para anggota klan lainnya semakin penasaran - apa keistimewaan Han Sen sehingga Kaisar Putih begitu memanjaknya? Fenomena seperti ini belum pernah terjadi sepanjang sejarah.
Ketika Han Sen tiba di ruang baca Kaisar Putih, Bai Wan Jie sedang berdiri di dalam ruangan.
“Bayi Suci, kamu datang, duduklah.” Kaisar Putih berkata dengan sangat akrab.
Bahkan Bai Wan Jie yang merupakan Putra Mahkota hanya bisa berdiri dan mendengarkan, sedangkan Han Sen duduk dengan sikap percaya diri.
“Yang Mulia Kaisar, bukankah Anda bilang saya bisa minta apa saja? Sekarang saya ingin gen varietas langka mitos, tiga hingga empat ratus biji saja.” Han Sen membuka mulut selebar singa.
Dia juga tidak berpikir Kaisar Putih benar-benar akan memberinya sebanyak itu, mematok harga selangit agar bisa menawar di tempat, dapat berapa ya berapa.
“Boleh.” Siapa sangka Kaisar Putih ternyata langsung menyetujui, sambil berkata pada Bai Wan Jie: “Wan Jie, bawa Bayi Suci ke Istana Sembilan Perlindungan. Mulai sekarang, tempat itu adalah miliknya.”
Mendengar ini, ekspresi Bai Wan Jie berubah drastis. Meski dia cepat menyembunyikan raut wajahnya, Han Sen tetap bisa melihat bahwa kondisi hatinya sangat buruk.
