Han Sen di dalam Prasasti Gen Suci memahami maksud Golden Roar, sehingga secara sukarela menyerah dan akhirnya meraih posisi pertama di Prasasti Gen Suci.
Meski sudah tahu Golden Roar ingin sendiri masuk ke Kuil Gen untuk mencapai posisi ketuhanan, tapi saat melihat Kuil Gen muncul, masih ada kecemasan di hati.
Tayangan kegagalan Dewa Air Kuno saat menyerang Kuil Gen masih terpampang jelas di depan mata. Jika Golden Roar gagal, risikonya sangat besar.
"Penguasa gunung kecil... Dia mau sendiri masuk ke Kuil Gen..." Makhluk Bulu Hijau dan wanita itu sama-sama menunjukkan ekspresi cemas.
Walau kekuatan Golden Roar sekarang lebih kuat dibanding Penguasa Gunung Lama dulu, tapi bahkan Penguasa Gunung Lama yang pergi ke Kuil Gen tak pernah kembali. Mereka pun sulit memprediksi apakah Golden Roar bisa pulang.
"Penguasa gunung kecil terlalu terburu-buru! Kenapa harus masuk Kuil Gen sekarang? Ini semua salah koink emas itu! Kalau bukan karena dia merebut peringkat pertama, kita tak perlu mengambil risiko ini." Makhluk Bulu Hijau mondar-mandir gelisah, tapi sama sekali tak ada yang bisa dilakukan.
"Sudah begini, kita hanya bisa menunggu dan berharap penguasa gunung kecil bisa kembali." Wanita itu menghela napas perlahan.
Di langit berbintang, Kuil Gen telah sepenuhnya muncul. Namun pintu gerbang kuil itu masih tertutup rapat, tanpa tanda-tanda akan terbuka.
"Roar!" Golden Roar kembali menggeram, cahaya keemasannya berubah menjadi monster emas raksasa yang menghantam gerbang Kuil Gen.
Boom!
Di bawah hantaman cahaya emas, gerbang itu terbuka sedikit. Dari celah terlihat cahaya ilahi berkilauan dan tekanan tak terbatas mengalir deras dari dalam, membuat berbagai makhluk hidup di alam semesta gemetar ketakutan. Makhluk dengan kehendak lemah langsung merangkak di tanah, tak berani menatap gerbang kuil.
"Ternyata Si Emas kecil jauh lebih kuat dari Dewa Air Kuno, bisa jebol gerbang hanya dengan sekali hantam. Tapi..." Han Sen yang menunggangi punggung Golden Roar tetap menatap tajam celah gerbang yang terbuka, masih menyimpan kecemasan di hati.
Dewa Air Kuno juga berhasil menjebol gerbang Kuil Gen, namun langsung ditekan oleh telapak tangan mengerikan itu hingga binasa. Yang benar-benar mengerikan adalah tuan pemilik telapak tangan tersebut.
Golden Roar membopong Han Sen melangkah demi langkah di udara menuju gerbang Kuil Gen. Cahaya keemasan dari tubuhnya terus menyembur ke langit, menghantam gerbang Kuil Gen berulang kali.
Setiap kali cahaya keemasan itu menghantam, celah gerbang Kuil Gen semakin melebar. Meski bagian dalamnya masih dipenuhi cahaya ilahi yang berkilauan, tidak terlihat apapun selain pancaran suci itu.
Boom!
Saat Golden Roar tiba di depan gerbang Kuil Gen, pintu suci itu telah terbuka sepenuhnya. Cahaya ilahi dari dalamnya menerangi seantero alam semesta, mengubah seluruh kosmos menjadi terang benderang.
Tiba-tiba sorot mata Han Sen berkedip. Dari balik gerbang yang terbuka lebar, terlihat sebuah siluet cahaya sedang melangkah keluar.
Cahaya itu berwarna putih menyala-nyala, bagaikan kristalisasi cahaya ilahi. Dari siluetnya mirip manusia atau spesies seperti ras langit dan Klan Huangji. Namun cahaya ilahi terlalu menyilaukan, Han Sen hanya bisa melihat siluet samar.
Tapi siluet itu agak mirip sosok perempuan. Dulu saat Dewa Air Kuno menyerang Kuil Gen, dia ditindih oleh telapak tangan yang diduga milik perempuan.
Jika telapak tangan itu milik cahaya ini, maka dengan satu tangan saja dia bisa membunuh Dewa Air Kuno. Kengerian kekuatannya bisa dibayangkan.
Cahaya itu berdiri di dalam gerbang tanpa keluar. Meski hanya siluet tanpa wajah, Han Sen merasakan tatapannya yang mengamati dirinya dan Golden Roar.
Golden Roar mengarahkan sorot mata keemasannya yang galak ke arah siluet, seolah ingin memilih mangsa. Langkah demi langkah dia mendekati cahaya itu.
“Puncak daftar Prasasti Suci harap terlebih dahulu naik ke tingkat Tuhan sebelum memasuki kuil.” Suara perempuan terdengar dari dalam cahaya bayangan, tanpa secuil emosi manusia.
Han Sen mengerutkan kening halus. Sebelum sempat mengatakan apapun, Golden Roar sudah mengaum rendah dan merapatkan tubuhnya ke tanah, seolah meminta Han Sen turun.
"Kamu tidak masalah?" tanya Han Sen sambil turun dari punggung Golden Roar, menekan tulang punggungnya dan membisik di dekat telinga makhluk itu.
"Roar!" Golden Roar menggeram rendah, seolah meyakinkan Han Sen bahwa ia memiliki kendali penuh atas situasi.
Han Sen terpaksa mundur ke samping, menyaksikan Golden Roar mengangkat kepala dan melangkah langkah demi langkah menuju gerbang Kuil Gen.
Cahaya bayangan mengawasi Golden Roar yang mendekati pintu kuil. Telapak tangannya perlahan terangkat, sementara pupil mata Golden Roar memancarkan kilatan keganasan. Dengan membuka mulut lebar-lebar, gerbang emas seketika muncul mengambang, berhadapan tepat dengan gerbang Kuil Gen.
Adegan seperti ini belum pernah dilihat siapa pun. Di depan pintu Kuil Gen ternyata didirikan sebuah gerbang lagi, ini adalah pemandangan yang belum pernah terjadi sejak zaman kuno.
Dengan raungan Golden Roar, Gerbang Emas terbuka bergemuruh mengeluarkan celah. Kilau keemasan memancar dari celah pintu, bersinar saling melengkapi dengan cahaya ilahi yang menyembur dari dalam Kuil Gen.
"Lho!" Cahaya bayangan di dalam Kuil Gen mengeluarkan suara terkejut. Telapak tangan yang semula sudah terangkat kini diturunkan kembali. Setelah mengamati Gerbang Emas sebentar, tiba-tiba berkata: "Kamu lolos."
Setelah berkata demikian, sosok cahaya itu perlahan menghilang ke dalam cahaya ilahi, dan tak lama kemudian benar-benar lenyap.
"Roar!" Golden Roar menoleh ke arah Han Sen sambil mengeluarkan raungan pendek, lalu dengan langkah tegas berjalan menuju gerbang Kuil Gen.
Han Sen memahami maksud suara Golden Roar. Makhluk itu berkata: "Aku menunggumu di dalam."
Melihat Golden Roar melangkah ke pintu Kuil Gen, perlahan menghilang ke dalam kehampaan bersama kuil tersebut, perasaan Han Sen agak rumit.
Makhluk hidup multiras di alam semesta saat ini pun tak tahu rasa apa yang ada dalam hati. Golden Roar ternyata semudah itu menerjang masuk ke Kuil Gen, bahkan makhluk di dalam kuil itu tak bertindak, seolah ikut terintimidasi oleh sesuatu di balik gerbang emas.
Mengingat Dewa Air Kuno yang bertarung mati-matian namun berakhir ditindas oleh satu tangan, kini Golden Roar justru bisa masuk dengan mudah hanya mengandalkan gerbang emas - perbedaan perlakuan yang bagai langit dan bumi.
"Masuk itu mudah, tapi apakah bisa keluar adalah masalah lain," Tuan Istana Surgawi berkata dengan sedih.
"Bagaimanapun, masuk berarti ada kesempatan. Lebih baik daripada sama sekali tak punya peluang," kata sang wanita.
"Penguasa gunung kecil... Pasti selamat kembali ya..." Sorot mata Makhluk Bulu Hijau berkelebat tak menentu.
Han Sen melihat Kuil Gen menghilang, hendak berbalik kembali, tiba-tiba melihat Prasasti Gen Suci memancarkan cahaya terang, nama-nama di atas prasasti itu mulai berkilauan dengan cahaya ilahi yang suci.
Bersamaan dengan itu, dalam Prasasti Gen Suci, gambar-gambar mulai berkelebat - rekaman pertempuran 100 besar di medan pertempuran bintang. Yang pertama muncul adalah varietas langka peringkat ke-100, diikuti sosok gagah setiap pejuang 100 besar yang muncul satu per satu.
Hingga akhirnya, barulah muncul Han Sen yang menduduki puncak daftar. Adegan terakhir membekukan sosoknya, membuat momen ini menjadi abadi.
Detik berikutnya, cahaya suci mengalir dari Prasasti Gen Suci menyelimuti seluruh tubuh Han Sen. Sebuah benda misterius muncul dari cahaya tersebut, terbang perlahan ke arah Han Sen.
