"Taiyi, mungkinkah ini Taiyi berambut putih yang ditemui Bao'er? Atau Taiyi dalam gulungan lukisan yang tercatat membunuh Tuhan?" Han Sen bergumam dalam hati.
Taiyi menarik kembali pandangannya, berjalan perlahan memasuki Kuil Logam, hingga tiba di depan altar dewa.
"Sudah datang, untuk apa bersembunyi-sembunyi." Taiyi menatap altar dewa sambil berkata dengan datar.
Hati Han Sen berdesir, tak menyangka dirinya begitu cepat terdeteksi. Tapi siapa sangka cahaya bayangan di sampingnya tiba-tiba berkedip, menampakkan siluet lain di sekitar altar dewa.
"Di Jun!" Setelah melihat jelas siluet itu, Han Sen langsung terkejut. Siapa sangka ternyata di sini ia menemui Kaisar Di Jun sang Dewa.
"Mungkinkah kuil logam ini adalah kuil Di Jun? Tidak mungkin, Di Jun seharusnya dewa elemen api kan? Apa hubungannya dengan aliran logam? Lagi pula altar di sini sudah rusak, akhir tragis sang dewa mungkin sudah terjadi." Banyak pikiran melintas di benak Han Sen.
"Taiyi, tidak kusangka kau bisa hidup kembali." Suara Di Jun dingin.
Taiyi menatap Di Jun: "Hidup mati sudah tak kupedulikan. Justru kau yang sangat menghargai nyawa, berani masuk ke Alam Semesta Raya seperti ini—kau tak takut sulit kembali ke kuil?"
Di Jun mengejek: "Kau pikir ini masih Era Tanah Suci? Di Alam Semesta Raya sekarang, para anggota bisa bertahan saja sudah bagus. Siapa yang berani mengganggu Tuhan ini?"
"Seberapapun buruknya era ini, bukankah fenomena langit berbintang tetap muncul?" Taiyi tersenyum bahagia.
Wajah Di Jun membeku. Ia mendengus keras: "Taiyi, Dewa Sembilan Langit terbunuh di dalam kuil. Barang itu direbut—apa itu ulahanmu?"
"Aku hanya mengambil kembali milikku." Suara Taiyi tenang.
"Tidakkah kau tahu betapa pentingnya barang itu bagiku?" Di Jun membentak marah.
"Tahu." Taiyi mengangguk.
"Sudah tahu masih kau rebut?" Suara Di Jun penuh kebencian.
"Apakah penting bagimu, apa hubungannya denganku?" Taiyi menatap Dijun dengan tenang.
"Bagus, bagus, bagus! Taiyi, kau benar-benar mau memutuskan semua ikatan kasih dan keadilan denganku?" Wajah Dijun berubah pucat pasi, tertawa getir dalam kemarahan.
"Sejak kau menjadi Kaisar Di Jun sang Dewa, kita sudah seperti orang asing. Tak ada kasih maupun keadilan, mana mungkin ada yang terputus?" Ekspresi Taiyi tetap tak berubah.
"Baik! Jika kelau kau dalam kesulitan, jangan salahkan aku yang berdiri menonton!" Dijun membalikkan badan dengan gerakan tangan marah, menghilang dalam sekejap.
Taiyi berdiri membisu di depan altar dewa. Setelah sejenak, baru berkata: "Betapa menyiksanya bersembunyi di sana. Lebih baik keluar."
Han Sen mengira ada makhluk lain, menengok ke kiri dan kanan tapi tak melihat siapa pun yang melonjak keluar.
"Kau yang kumaksud! Masih saja mengintip di sana?" Senyum aneh mengembang di wajah Taiyi saat matanya tertuju pada reruntuhan tempat Han Sen bersembunyi.
Han Sen baru tahu bahwa Taiyi sudah lama menemukannya. Ia berdehem pelan sambil keluar dari balik reruntuhan: "Hamba hanya tidak ingin mengganggu Yang Mulia bercakap dengan Dewa Kaisar Di Jun, bukan sengaja menguping."
"Kamu datang lebih dulu, tentu bukan sengaja menguping." Taiyi mengangguk.
Han Sen merinding. Ia sadar Taiyi sudah mengetahui keberadaannya sejak awal. Teknik menyembunyikan auranya ternyata sama sekali tak berguna.
"Ras Kristal?" Taiyi memandang Han Sen dengan penuh minat.
"Benar." Han Sen mengangguk.
Tapi setelah mengamati beberapa saat, Taiyi berkata: "Tidak, kamu bukan Ras Kristal. Kamu manusia."
Han Sen terkejut bukan main. Bahkan para dewa mengira mereka Ras Kristal. Taiyi ternyata bisa menyebut nama "manusia", jelas ada rahasia tersembunyi di balik ini.
"Apa maksud Yang Mulia?" Han Sen mengerutkan kening.
Taiyi tersenyum: "Tak kusangka hanya setelahku tidur sebentar, manusia sudah berani keluar dari perlindungan. Pantaslah Santo dulu mencurahkan begitu banyak usaha."
"Apa hubungan antara manusia dengan Santo?" Han Sen tertegun sejenak. Ia jelas ingat bahwa manusia adalah pecahan dari ras kristal, seharusnya tidak ada kaitan dengan Santo.
Kalau pun ada hubungan, itu hanya karena ras kristal kemudian menguasai perlindungan Santo.
Tapi melihat Taiyi yang bisa menyebutkan perlindungan dan tahu manusia berasal dari sana, jelas ini bukan omong kosong belaka.
Taiyi tersenyum tanpa menjawab, memalingkan muka ke altar lapuk itu: "Bisa bantu aku satu hal?"
"Kekuatanku lemah, entah bisa membantu atau tidak." Aura misterius Taiyi membuat Han Sen enggan berjanji. Tapi keinginannya mencari rahasia manusia dari Taiyi membuatnya tak bisa langsung menolak.
"Bukan hal sulit. Aku ingin memperbaiki altar dewa ini. Material sudah siap, tapi saat perbaikan dibutuhkan air murni. Sepertinya kamu bisa menggunakan teknik gen elemen air?" kata Taiyi.
"Teknik gen berunsur air memang bisa kugunakan sedikit, tapi kenapa harus memperbaiki altar ini?" Hati Han Sen penuh kebingungan, identitas Taiyi semakin tidak bisa ditebak.
Dari percakapannya dengan Di Jun, hubungannya dengan Kaisar Di Jun sang Dewa terlihat sangat tidak biasa. Tapi dia juga tahu tentang Santo dan persoalan perlindungan, sekarang malah mau memperbaiki altar. Sungguh tak bisa ditebak, kekuatan mana sebenarnya yang dia ikuti.
Selain itu, sebelumnya Di Jun pernah mengatakan dia sepertinya bisa masuk ke kuil dan membunuh dewa-dewa. Kini Han Sen hampir yakin, Taiyi ini pasti sosok 'Membunuh Dewa Pantas Dibasmi' yang tercatat dalam gulungan lukisan.
Taiyi tak menjawab. Dia mengeluarkan berbagai material dan menaruhnya di altar yang pecah. Ujung jarinya memantikkan percikan api putih kecil yang jatuh ke altar. Seketika kobaran putih itu dalam sekejap membakar seluruh altar, membungkusnya sepenuhnya dalam kobaran api.
Han Sen berdiri di sebelang altar dewa, tapi tidak bisa merasakan suhu api. Namun material di altar itu dengan cepat meleleh menjadi getah yang merembes masuk ke dalam retakan altar tersebut.
Bahkan altar itu sendiri terbakar hingga memerah seperti besi membara, menampakkan kondisi semi-transparan.
Getah yang meleleh mengalir ke dalam altar, perlahan mengisi retakan di permukaannya. Retakan altar perlahan menghilang, dan tak lama kemudian altar itu terlihat utuh kembali. Hanya saja altar yang terbakar itu menjadi kristal bening, bagaikan kristal alami.
"Bantu aku dengan beberapa aliran uap air," kata Taiyi dengan tenang.
Han Sen berpikir cepat, tapi tetap mengikuti instruksi Taiyi. Ia menggunakan teknik gen bertema air untuk mengkristalkan aliran air dan menuangkannya ke atas altar.
Air yang jatuh ke altar sama sekali tidak menyentuh permukaannya, langsung menguap seluruhnya.
"Tambahkan lagi, biarkan altar benar-benar mendingin," kata Taiyi.
Han Sen terpaksa meningkatkan tenaganya, mengkristalkan lebih banyak aliran air yang mengarah ke altar dewa. Tapi meski Han Sen mengerahkan segala upaya, aliran-aliran itu tetap sulit menyentuh altar, bagai air pasang yang menguap di udara sebelum mencapai tujuan.
"Taiyi yang sungguh dahsyat." Baru sekarang Han Sen benar-benar merasakan betapa mengerikannya percikan api kecil milik Taiyi itu.
Tapi karena sudah terlanjur bertindak, Han Sen tidak berniat menyerah. Ia mengulurkan tangan dan mencengkeram Sumber Dewa Air Kuno, meniru aura darinya, lalu kembali mengkristalkan aliran air untuk disemprotkan ke altar.
Cih!
Saat air menyentuh altar, asap putih langsung mengepul. Altar yang sebelumnya terbakar hingga transparan itu perlahan pulih ke bentuk batu aslinya.
